Timika (ANTARA) - Penyidik Sub Dit V/Siber Diresktorat Reserse dan Kriminal Khusus Polda Papua hingga kini masih terus melanjutkan proses hukum para pelaku penyebar video mesum seorang tokoh masyarakat di Kabupaten Mimika, MM dengan seorang perempuan berinisial AZHB.

Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol AM Kamal di Timika, Minggu, mengatakan sejauh ini penyidik Reskrimsus Polda Papua belum pernah menyatakan proses hukum kasus itu dihentikan dengan diterbitkannya Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Penanganan kasus pelanggaran ITE yang sedang disidik oleh Reskrimsus Polda Papua masih tetap berlanjut. Reskrimsus belum pernah menyatakan atau menerbitkan SP3 terhadap kasus itu," kata Kombes Kamal.

Kombes Kamal menyebut penyidik Sub Dit V/Siber Reskrimsus Polda Papua akan mempelajari informasi adanya perdamaian antara MM dengan EO, seorang tersangka dalam kasus pelanggaran UU ITE terkait penyebarluasan video mesum berdurasi 58 detik itu melalui sejumlah grup whatsapp di Kota Timika pada Selasa (11/8) yang menghebohkan warga Timika.

"Bahwa ada pihak-pihak yang melakukan perdamaian, itu hak pribadi mereka. Tentu penyidik akan mempelajari seandainya ada permohonan perdamaian seperti itu. Tapi pada prinsipnya proses hukum kasus itu masih berjalan," kata Kombes Kamal.

Selain EO, penyidik Sub Dit V/Siber Reskrimsus Polda Papua menetapkan empat orang lainnya sebagai tersangka pelanggaran terhadap UU ITE yaitu VM, UY, PYM, dan DW.

Tersangka EO dan MM diketahui sepakat berdamai pada Rabu (4/11) bertempat di salah satu restoran di Kota Timika.

Kedua belah pihak bersama beberapa orang saksi menandatangani surat pernyataan damai di atas kertas bermeterai Rp6.000.

Praktisi hukum di Kota Timika Yosep Temorubun menilai wajar-wajar saja kalau sebuah kasus diselesaikan secara kekeluargaan.

Hanya saja, kata Yosep, menjadi kurang elok dan kurang etis saat perdamaian itu terjadi terdapat oknum kepolisian yang ikut terlibat, padahal yang bersangkutan bukan penyidik yang menangani kasus itu.

"Apalagi kasus itu sementara ditangani oleh institusi kepolisian satu tingkat di atas Polres Mimika yaitu Polda Papua," kata Yosep.

Yosep mempertanyakan apakah oknum-oknum anggota Polres Mimika yang terlibat aktif ikut memediasi penyelesaian kasus video mesum MM dengan tersangka EO mendapatkan restu atau mandat dari pimpinan Polda Papua.

"Mengingat kasus itu sementara ditangani oleh tim penyidik Polda Papua, seharusnya mereka tidak boleh terlibat langsung, apalagi terkesan sangat aktif berperan saat proses mediasi berlangsung. Kasus yang sementara ditangani itu menjadi atensi publik sebagaimana pernyataan Kapolda Papua (Irjen Polisi Paulus Waterpauw) saat menggelar konferensi pers di Timika beberapa waktu lalu," kata Yosep.

Ia mensinyalir belum adanya kejelasan kelanjutan proses hukum para tersangka yang terlibat dalam penyebarluasan video mesum MM dengan AZHB melalui sejumlah grup whatsapp di Kota Timika menunjukkan kasus tersebut sarat dengan berbagai kepentingan.

"Saya melihat ada kejanggalan karena penyidik Polda Papua telah menetapkan lima orang tersangka, tapi yang menandatangani kesepakatan damai cuma satu tersangka dengan korban (MM). Surat perdamaian itu juga tidak bisa dijadikan alasan untuk menghentikan proses hukum tersangka, karena pelanggaran terhadap UU Pornografi dan UU ITE bukanlah delik aduan," jelas Yosep.

Penanganan hukum kasus video mesum MM dengan AZHB hingga tuntas, katanya, sesungguhnya menjadi ujian bagi jajaran kepolisian di Polda Papua saat ini, apakah hukum itu benar-benar berlaku adil untuk semua orang ataukah justru hanya tajam ke bawah untuk masyarakat biasa.

"Saat kasus video mesum itu diambil alih penanganannya oleh Polda Papua, sesungguhnya tumbuh kepercayaan luar biasa dari masyarakat kepada institusi kepolisian, apalagi setelah Polda Papua menetapkan lima tersangka dalam kasus itu. Kami berharap Polda Papua tetap pada komtimennya untuk melakukan penegakan hukum tanpa pandang bulu, tidak pandang masyarakat biasa atau pejabat, semua sama di mata hukum," ujar Yosep.

 

Pewarta : Evarianus Supar
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024