Jakarta (ANTARA) - Film "Perempuan Tanah Jahanam" karya sutradara Joko Anwar memborong nominasi Piala Citra di Festival Film Indonesia 2020 yang diumumkan semalam. "Perempuan Tanah Jahanam" memecahkan rekor nominasi terbanyak sepanjang sejarah Festival Film Indonesia.
Menanggapi pencapaian itu, Joko Anwar mengatakan dia merasa senang dan bersyukur mendapatkan pengakuan dari rekan-rekan sesama pekerja film.
"Ini kehormatan yang sangat besar," kata Joko dalam konferensi pers daring FFI, Minggu.
Dua film Joko Anwar masuk nominasi Piala Citra tahun ini, yakni "Perempuan Tanah Jahanam" dan "Ratu Ilmu Hitam" yang mendapatkan lima nominasi.
"Perempuan Tanah Jahanam" masuk nominasi untuk kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.
Juga Pengarah Sinematografi Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penata Efek Visual Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Penata Suara Terbaik, Penata Musik Terbaik, Pencipta Lagu Tema Terbaik, Penata Busana Terbaik, Penata Rias Terbaik.
Sementara "Ratu Ilmu Hitam" mendapat nominasi untuk kategori Penulis Skenario Adaptasi Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Penata Efek Visual Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik dan Penata Rias Terbaik.
Joko mengatakan, genre horor kerap dimasukkan ke dalam kategori kasta terendah perfilman Indonesia. Lewat karyanya, dia punya misi membuktikan bahwa tidak ada kasta dalam film.
"Genre apa pun kalau dibuat sungguh-sungguh, hasilnya baik, akan bisa dianggap rata dengan genre lain," kata Joko.
"Perempuan Tanah Jahanam", lanjut dia, adalah film yang dikerjakan secara serius dan hasilnya menggembirakan. Setelah tayang pada September 2019 di Indonesia, film yang sudah ditonton 1,8 juta orang ini juga diputar di bioskop mancanegara.
"Minggu lalu 'Perempuan Tanah Jahanam' peringkat kelima box office Thailand," katanya.
Joko berharap film horor Tanah Air bisa menciptakan rasa penasaran penonton mancanegara akan film-film buatan Indonesia lainnya. Dia menyebut, tren film horor dari Jepang terjadi pada era 90-an, dilanjutkan dengan film horor Prancis dan Thailand pada era 2000-an.
"Siapa tahu sekarang bisa ada horrorwave dari Indonesia yang bisa membuat audiens luar jadi pasar kita untuk film Indonesia. Itu misinya."
Menanggapi pencapaian itu, Joko Anwar mengatakan dia merasa senang dan bersyukur mendapatkan pengakuan dari rekan-rekan sesama pekerja film.
"Ini kehormatan yang sangat besar," kata Joko dalam konferensi pers daring FFI, Minggu.
Dua film Joko Anwar masuk nominasi Piala Citra tahun ini, yakni "Perempuan Tanah Jahanam" dan "Ratu Ilmu Hitam" yang mendapatkan lima nominasi.
"Perempuan Tanah Jahanam" masuk nominasi untuk kategori Film Cerita Panjang Terbaik, Sutradara Terbaik, Pemeran Utama Perempuan Terbaik, Pemeran Utama Pria Terbaik, Penulis Skenario Asli Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Pemeran Pendukung Wanita Terbaik.
Juga Pengarah Sinematografi Terbaik, Pengarah Artistik Terbaik, Penata Efek Visual Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik, Penata Suara Terbaik, Penata Musik Terbaik, Pencipta Lagu Tema Terbaik, Penata Busana Terbaik, Penata Rias Terbaik.
Sementara "Ratu Ilmu Hitam" mendapat nominasi untuk kategori Penulis Skenario Adaptasi Terbaik, Pemeran Pendukung Pria Terbaik, Penata Efek Visual Terbaik, Penyunting Gambar Terbaik dan Penata Rias Terbaik.
Joko mengatakan, genre horor kerap dimasukkan ke dalam kategori kasta terendah perfilman Indonesia. Lewat karyanya, dia punya misi membuktikan bahwa tidak ada kasta dalam film.
"Genre apa pun kalau dibuat sungguh-sungguh, hasilnya baik, akan bisa dianggap rata dengan genre lain," kata Joko.
"Perempuan Tanah Jahanam", lanjut dia, adalah film yang dikerjakan secara serius dan hasilnya menggembirakan. Setelah tayang pada September 2019 di Indonesia, film yang sudah ditonton 1,8 juta orang ini juga diputar di bioskop mancanegara.
"Minggu lalu 'Perempuan Tanah Jahanam' peringkat kelima box office Thailand," katanya.
Joko berharap film horor Tanah Air bisa menciptakan rasa penasaran penonton mancanegara akan film-film buatan Indonesia lainnya. Dia menyebut, tren film horor dari Jepang terjadi pada era 90-an, dilanjutkan dengan film horor Prancis dan Thailand pada era 2000-an.
"Siapa tahu sekarang bisa ada horrorwave dari Indonesia yang bisa membuat audiens luar jadi pasar kita untuk film Indonesia. Itu misinya."