Kendari (ANTARA) - Pandemi Coronavirus disease atau COVID-19 hingga saat ini masih terus berlangsung, akibatnya beberapa sektor seperti ekonomi di belahan dunia berdampak, namun pemerintah terus berupaya agar perekonomian di Indonesia tetap terjaga.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menerapkan kebijakan restrukturisasi atau keringanan cicilan bagi nasabah bank atau pembiayaan terdampak yang diterapkan sejak Maret 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit atau keirnganan cicilan baik perbankan ataupun pembiaayaan.
Kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan telah dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan sejak Maret 2020 sebagai langkah membantu meringankan beban ekonomi para nasabah bank ataupun pembiayaan di tengah pandemi COVID-19.
Upaya restrukturisasi atau keringanan cicilan itu guna menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan memberikan ruang gerak bagi sektor usaha dan masyarakat untuk tetap bertahan di masa pandemi sehingga bisa mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN) termasuk di provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
OJK Sulawesi Tenggara menyampaikan, kondisi non-performing loan (NPL) atau kredit macet di Sultra dinilai masih tetap terjaga meskipun dalam kondisi di tengah pandemi COVID-19.
Kepala OJK Sultra, Mohammad Fredly Nasution mengatakan, hal tersebut merupakan hasil dari adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 11/POJK.03/2020 yang rencananya berlaku sampai 31 Maret 2021.
"Sektor usaha yang terdampak COVID-19 mendapatkan keringanan melalui kebijakan restrukturisasi kredit dengan mengacu pada POJK 11. Sehingga, kualitas kreditnya tetap dikategorikan lancar," kata Fredly.
NPL terjaga
Fredly menjelaskan kredit bermasalah memang mengalami peningkatan di tengah pandemi COVID-19. Pada Desember 2019 kredit bermasalah hanya tercatat sebesar 2,33 persen namun mengalami peningkatan 0,04 persen menjadi 2,37 persen pada bulan Agustus 2020.
Kata dia, sektor yang terdampak paling signifikan di Sultra adalah perdagangan besar dan eceran. Menurut dia kondisi ini disebabkan oleh kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Aksi pembatasan sosial berpengaruh terhadap omset bulanan para pedagang besar dan eceran sehingga jatuh tempo pembayaran kredit ditangguhkan dengan restrukturisasi kredit," ujar Fredly.
Dikatakannya, dilihat dari komposisi Non Performing Loan (NPL) sektor ekonomi dengan NPL tertinggi berasal dari perdagangan besar dan eceran dengan rasio NPL mencapai 1,15 persen.
"Namun, sektor ini memang telah memiliki rasio NPL dengan komposisi tertinggi pada Desember 2019 sebesar 1,26 persen. Artinya, sebelum pandemi NPL-nya sudah tinggi," jelasnya.
Ia menerangkan lima sektor dengan peningkatan persentase rasio NPL tertinggi yaitu sektor rumah tangga sebesar 0,06 persen, sektor pemilikan rumah tinggal sebesar 0,05 persen, industri pengolahan sebesar 0,03 persen, kepemilikan ruko atau rukan sebesar 0,02 persen, dan lapangan usaha lainnya sebesar 0,01 persen.
"Kondisi NPL tetap terjaga salah satunya karena kebijakan countercyclical untuk mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus Corona," katanya.
Restrukturisasi
Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan, sehingga diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
"Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun 2020 terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi COVID–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Dikatakannya, selain relaksasi restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas agunan yang diambil alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Secara basional OJK mencatat hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non-UMKM senilai Rp552,69 triliun.
Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. Sedangkan restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Wakaf Mikro hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM.
Stabilitas terjaga
Berdasarkan data OJK yang didapat melalui Humas OJK Sultra mencatat, secara basional data sektor keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi masih tumbuh positif dan tingkat prudensial juga tetap terjaga pada level yang terkendali.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 12,88 persen yoy. Sementara itu, setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April sampai Juni 2020, kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 0,12 persen yoy.
Meskipun kredit tumbuh melambat di bulan September ini, namun mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara month-in-month (mom) yaitu 0,16 persen yang ditopang oleh kredit Bank Milik Pemerintah.
Kredit Modal Kerja dan kredit konsumtif mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara mtm sejak pandemi COVID–19 yang terutama berasal dari kredit rumah tangga (peralatan rumah tangga dan multiguna) yang tumbuh 2,05 persen (mtm).
"Berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan Pemerintah telah memberikan dampak positif pada segmen UMKM, tercermin dari kenaikan pertumbuhan yang positif secara mtm di dua bulan terakhir yakni di bulan Agustus tumbuh positif 0,18 persen mtm dan September tumbuh 0,78 persen," kata Wimboh Santoso.
Sementara itu, piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat terkontraksi sebesar 14,4 persen yoy seiring belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan.
Industri asuransi dapat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp17,8 triliun (Asuransi Jiwa: Rp11,6 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp6,2 triliun).
Sampai dengan 26 Oktober 2020, di pasar modal jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 141, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp93,4 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 49 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp20,75 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2020 juga masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15 persen (NPL net: 1,07 persen) dan Rasio NPF sebesar 4,9 persen.
Di tengah penguatan nilai tukar rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,60 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 21 Oktober 2020 terpantau pada level 154,14 persen dan 32,94 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 23,39 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.
Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah menerapkan kebijakan restrukturisasi atau keringanan cicilan bagi nasabah bank atau pembiayaan terdampak yang diterapkan sejak Maret 2020.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit atau keirnganan cicilan baik perbankan ataupun pembiaayaan.
Kebijakan restrukturisasi kredit dan pembiayaan telah dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan sejak Maret 2020 sebagai langkah membantu meringankan beban ekonomi para nasabah bank ataupun pembiayaan di tengah pandemi COVID-19.
Upaya restrukturisasi atau keringanan cicilan itu guna menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dan memberikan ruang gerak bagi sektor usaha dan masyarakat untuk tetap bertahan di masa pandemi sehingga bisa mempercepat pemulihan ekonomi nasional (PEN) termasuk di provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
OJK Sulawesi Tenggara menyampaikan, kondisi non-performing loan (NPL) atau kredit macet di Sultra dinilai masih tetap terjaga meskipun dalam kondisi di tengah pandemi COVID-19.
Kepala OJK Sultra, Mohammad Fredly Nasution mengatakan, hal tersebut merupakan hasil dari adanya kebijakan restrukturisasi kredit yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) nomor 11/POJK.03/2020 yang rencananya berlaku sampai 31 Maret 2021.
"Sektor usaha yang terdampak COVID-19 mendapatkan keringanan melalui kebijakan restrukturisasi kredit dengan mengacu pada POJK 11. Sehingga, kualitas kreditnya tetap dikategorikan lancar," kata Fredly.
NPL terjaga
Fredly menjelaskan kredit bermasalah memang mengalami peningkatan di tengah pandemi COVID-19. Pada Desember 2019 kredit bermasalah hanya tercatat sebesar 2,33 persen namun mengalami peningkatan 0,04 persen menjadi 2,37 persen pada bulan Agustus 2020.
Kata dia, sektor yang terdampak paling signifikan di Sultra adalah perdagangan besar dan eceran. Menurut dia kondisi ini disebabkan oleh kebijakan pembatasan sosial untuk mencegah penyebaran COVID-19.
"Aksi pembatasan sosial berpengaruh terhadap omset bulanan para pedagang besar dan eceran sehingga jatuh tempo pembayaran kredit ditangguhkan dengan restrukturisasi kredit," ujar Fredly.
Dikatakannya, dilihat dari komposisi Non Performing Loan (NPL) sektor ekonomi dengan NPL tertinggi berasal dari perdagangan besar dan eceran dengan rasio NPL mencapai 1,15 persen.
"Namun, sektor ini memang telah memiliki rasio NPL dengan komposisi tertinggi pada Desember 2019 sebesar 1,26 persen. Artinya, sebelum pandemi NPL-nya sudah tinggi," jelasnya.
Ia menerangkan lima sektor dengan peningkatan persentase rasio NPL tertinggi yaitu sektor rumah tangga sebesar 0,06 persen, sektor pemilikan rumah tinggal sebesar 0,05 persen, industri pengolahan sebesar 0,03 persen, kepemilikan ruko atau rukan sebesar 0,02 persen, dan lapangan usaha lainnya sebesar 0,01 persen.
"Kondisi NPL tetap terjaga salah satunya karena kebijakan countercyclical untuk mengantisipasi down-side risk dari penyebaran virus Corona," katanya.
Restrukturisasi
Otoritas Jasa Keuangan menilai stabilitas sektor jasa keuangan tetap dalam kondisi terjaga berkat sejumlah kebijakan yang telah dilakukan termasuk pemberian restrukturisasi kredit perbankan, sehingga diputuskan untuk memperpanjang masa pemberian relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama setahun terhitung dari Maret 2021 menjadi Maret 2022.
"Kebijakan relaksasi restrukturisasi kredit yang sudah dikeluarkan OJK sejak Maret tahun 2020 terbukti bisa menjaga stabilitas sektor jasa keuangan dari tekanan ekonomi akibat dampak pandemi COVID–19. Sehingga untuk tahapan percepatan pemulihan ekonomi kita perpanjang lagi sampai Maret 2022," kata Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso.
Dikatakannya, selain relaksasi restrukturisasi kredit, OJK juga tengah menyiapkan perpanjangan beberapa stimulus lanjutan seperti pengecualian perhitungan aset berkualitas rendah (loan at risk) dalam penilaian tingkat kesehatan bank, governance persetujuan kredit restrukturisasi, penyesuaian pemenuhan capital conservation buffer dan penilaian kualitas agunan yang diambil alih (AYDA) serta penundaan implementasi Basel III.
Secara basional OJK mencatat hingga 5 Oktober 2020 realisasi restrukturisasi kredit sektor perbankan sebesar Rp914,65 triliun untuk 7,53 juta debitur yang terdiri dari 5,88 juta debitur UMKM senilai Rp361,98 triliun dan 1,65 juta debitur non-UMKM senilai Rp552,69 triliun.
Sementara untuk restrukturisasi pembiayaan perusahaan pembiayaan hingga 27 Oktober sudah mencapai Rp177,66 triliun dari 4,79 juta kontrak. Sedangkan restrukturisasi pembiayaan Lembaga Keuangan Mikro dan Bank Wakaf Mikro hingga 31 Agustus masing-masing mencapai Rp26,44 miliar untuk 32 LKM dan Rp4,52 miliar untuk 13 BWM.
Stabilitas terjaga
Berdasarkan data OJK yang didapat melalui Humas OJK Sultra mencatat, secara basional data sektor keuangan hingga September 2020, kinerja intermediasi masih tumbuh positif dan tingkat prudensial juga tetap terjaga pada level yang terkendali.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjelaskan, dana Pihak Ketiga (DPK) meningkat sebesar 12,88 persen yoy. Sementara itu, setelah mengalami kontraksi yang cukup dalam pada bulan April sampai Juni 2020, kredit perbankan masih mencatatkan pertumbuhan yang positif sebesar 0,12 persen yoy.
Meskipun kredit tumbuh melambat di bulan September ini, namun mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara month-in-month (mom) yaitu 0,16 persen yang ditopang oleh kredit Bank Milik Pemerintah.
Kredit Modal Kerja dan kredit konsumtif mulai menunjukkan pertumbuhan positif secara mtm sejak pandemi COVID–19 yang terutama berasal dari kredit rumah tangga (peralatan rumah tangga dan multiguna) yang tumbuh 2,05 persen (mtm).
"Berbagai kebijakan stimulus yang diberikan OJK dan Pemerintah telah memberikan dampak positif pada segmen UMKM, tercermin dari kenaikan pertumbuhan yang positif secara mtm di dua bulan terakhir yakni di bulan Agustus tumbuh positif 0,18 persen mtm dan September tumbuh 0,78 persen," kata Wimboh Santoso.
Sementara itu, piutang Perusahaan Pembiayaan tercatat terkontraksi sebesar 14,4 persen yoy seiring belum pulihnya pasar kendaraan bermotor yang merupakan sektor ekonomi yang memiliki kontribusi terbesar dalam pembiayaan.
Industri asuransi dapat menghimpun pertambahan premi sebesar Rp17,8 triliun (Asuransi Jiwa: Rp11,6 triliun; Asuransi Umum dan Reasuransi: Rp6,2 triliun).
Sampai dengan 26 Oktober 2020, di pasar modal jumlah penawaran umum yang dilakukan emiten mencapai 141, dengan total nilai penghimpunan dana mencapai Rp93,4 triliun. Dari jumlah penawaran umum tersebut, 45 di antaranya dilakukan oleh emiten baru. Dalam pipeline saat ini terdapat 49 emiten yang akan melakukan penawaran umum dengan total indikasi penawaran sebesar Rp20,75 triliun.
Profil risiko lembaga jasa keuangan pada September 2020 juga masih terjaga dengan rasio NPL gross tercatat sebesar 3,15 persen (NPL net: 1,07 persen) dan Rasio NPF sebesar 4,9 persen.
Di tengah penguatan nilai tukar rupiah, risiko nilai tukar perbankan dapat dijaga pada level yang rendah terlihat dari rasio Posisi Devisa Neto (PDN) sebesar 1,60 persen, jauh di bawah ambang batas ketentuan sebesar 20 persen.
Sementara itu, likuiditas dan permodalan perbankan berada pada level yang memadai. Rasio alat likuid/non-core deposit dan alat likuid/DPK per 21 Oktober 2020 terpantau pada level 154,14 persen dan 32,94 persen, di atas threshold masing-masing sebesar 50 persen dan 10 persen.
Permodalan lembaga jasa keuangan sampai saat ini relatif terjaga pada level yang memadai. Capital Adequacy Ratio perbankan tercatat sebesar 23,39 persen serta Risk-Based Capital industri asuransi jiwa dan asuransi umum masing-masing sebesar 506 persen dan 330 persen, jauh di atas ambang batas ketentuan sebesar 120 persen.
OJK akan terus mengoptimalkan berbagai kebijakan yang telah dikeluarkan untuk mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui penguatan peran sektor jasa keuangan.
OJK berkomitmen kuat untuk mendukung program percepatan pemulihan ekonomi nasional dan siap mengeluarkan kebijakan stimulus lanjutan secara terukur dan tepat waktu untuk menjaga momentum pemulihan ekonomi nasional.