Jakarta (ANTARA) - Hari ini tepat enam tahun silam warga Brazil dibuat patah hati saat menyaksikan tim nasional sepak bola negaranya dipermalukan habis-habisan oleh Jerman dalam laga semifinal Piala Dunia 2014 yang kelak kesohor sebagai Mineirazo alias penderitaan di Mineirao.
Publik tuan rumah memang sudah menyongsong laga kontra Jerman dengan sikap pesimistis, lantaran kapten Thiago Silva dilarang tampil karena akumulasi kartu kuning sedangkan jagoan mereka Neymar harus menepi karena cedera di pertandingan perempat final melawan Kolombia empat hari sebelumnya.
Namun publik Brazil tak cuma menyaksikan timnya kalah, tetapi adegan kiper Julio Cesar memungut bola dari dalam gawangnya tujuh kali sepanjang laga.
Mengawali pertandingan dengan inisiatif menyerang, Brazil lebih dulu mengancam lewat Marcelo yang tembakannya melenceng sebaliknya bola sepakan gelandang Jerman Sami Khedira malah mengenai tubuh rekannya sendiri, Toni Kroos.
Jerman membuka keunggulan pada menit ke-11 lewat situasi sepak pojok pertama ketika Thomas Mueller berhasil meloloskan diri dari kawalan David Luiz untuk menyepak bola ke dalam gawang.
Brazil berusaha membalas tetapi serangan mereka tak membuahkan hasil, kendati kapten Jerman Philipp Lahm sempat dipaksa melakukan jegalan cermat untuk menghalau upaya Marcelo menciptakan peluang.
Petaka bagi tuan rumah bermula pada menit ke-23 ketika Miroslav Klose menyambar bola muntah hasil tembakannya sendiri yang tak mampu diantisipasi sempurna oleh Cesar. Gol itu sekaligus mengantarkan Klose menggusur legenda Brazil, Ronaldo, sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa di putaran final Piala Dunia dengan 16 gol.
Belum reda kekecewaan Brazil, gawang mereka harus kebobolan dua kali beruntun dalam kurun rentang waktu 69 detik saja. Kroos mencetak kedua gol tersebut, pertama lewat sambaran bola muntah dan kedua dengan merebut penguasaan Fernandinho tepat selepas sepak lanjut sebelum melakukan umpan satu dua bersama Khedira yang diselesaikan dengan sempurna.
Luka Brazil kian ditaburi garam oleh Khedira yang menjebol gawang Cesar lagi pada menit ke-29, membuat Jerman unggul 5-0 hanya dalam kurun waktu kurang dari setengah jam pertandingan berjalan.
Wajah-wajah suporter tuan rumah mulai dibasahi air mata dan panitia pertandingan meminta bantuan polisi militer setempat untuk berjaga-jaga, mengantisipasi kesedihan suporter menjadi kemarahan.
Brazil berusaha bangkit dari puing-puing reruntuhan pada babak kedua, tetapi upaya serangan mereka tak membuahkan hasil, malahan Jerman menambah keunggulan mereka lewat pemain pengganti Andre Schuerrle pada menit ke-69.
Schuerrle mencetak gol lagi 10 menit kemudian membuat Jerman unggul jauh 7-0, tetapi kekhawatiran amuk massa tak terjadi dan suporter tuan rumah memilih memberi tepuk tangan memuji penampilan tamunya.
Oscar mencetak sebuah gol hiburan tepat di pengujung waktu normal, tetapi Brazil tetap menelan kekalahan 1-7 dari Jerman dan para pemain memasuki lorong ruang ganti dengan tersedu-sedu serta diiringi cemoohan suporternya sendiri.
Kekalahan telak itu kemudian dilabeli sebagai Mineirazo, sebab rasa malu yang ditanggung rakyat Brazil hampir setara dengan ketika mereka dikalahkan Uruguay 1-2 dalam laga pemungkas Piala Dunia 1950 yang kesohor sebagai Maracanazo alias penderitaan di Maracana.
Halaman selanjutnya: Neymar yang cedera... Neymar pilih main poker
Neymar yang cedera dan tak hadir langsung di stadion awalnya mengikuti perjuangan rekan-rekannya lewat siaran televisi ditemani ibunya, Nadine Santos, beserta sanak saudara di kediaman mereka di Guarujan.
Menurut laporan kolumnis UOL, Juca Kfouri, Nadine menangis melihat penampilan memalukan pasukan Selecao.
Entah karena tak tega melihat ibunya menangis atau sudah terlalu marah melihat timnya diluluhlantakkan Jerman, Neymar memilih mengajak mereka yang hadir di rumahnya untuk bermain poker.
Kfouri mungkin saja melebih-lebihkan narasi laporannya, tetapi Neymar punya lebih dari cukup alasan untuk mematikan televisi kala itu.
Pertandingan itu menorehkan banyak catatan dalam sejarah sepak bola. Brazil untuk pertama kalinya menelan kekalahan dalam laga kandang setelah 62 pertandingan dan hampir 39 tahun. Peru jadi tim terakhir yang mengalahkan Brazil di Brazil dalam semifinal Copa America 1975, yang berakhir mereka juarai.
Tujuh gol yang bersarang ke gawang Cesar jadi jumlah kebobolan terbanyak Brazil dalam laga internasional dan skor 1-7 jadi marjin terburuk setara dengan kekalahan 0-6 melawan Uruguay dalam Copa America 1920 di Chile.
Marjin enam gol juga jadi kekalahan terburuk tim tuan rumah putaran final Piala Dunia sepanjang sejarah, dua kali lipat dari catatan sebelumnya yang diderita Swedia pada 1958, Meksiko (1970) dan Afrika Selatan (2010).
Sementara bagi Jerman, kemenangan tersebut membuat mereka jadi tim pertama yang delapan kali mencapai partai final Piala Dunia sebelum mengalahkan Argentina untuk meraih trofi keempat pesta sepak bola paling bergengsi sejagat itu.
Halaman selanjutnya: MIneirazo meninggalkan trauma... Traumatik
Mineirazo meninggalkan trauma mendalam bagi pasukan Selecao, yang kemudian menelan kekalahan 0-3 melawan Belanda dalam laga perebutan tempat ketiga empat hari kemudian.
Tiga gol tambahan dari Belanda, membuat 14 gol bersarang ke gawang Brazil dan membuat mereka jadi tuan rumah dengan jumlah kebobolan terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia.
Trauma di atas lapangan menjalar ke luar lapangan. Di Rio de Janiero acara nonton bareng semifinal kontra Jerman berubah menjadi pembakaran sejumlah bus dan penjarahan sejumlah toko, sedangkan di Sao Paulo sejumlah bendera Brazil dibakar bahkan sebelum pertandingan usai.
Menanggapi kekalahan telak kontra Jerman, legenda Brazil Pele berusaha melihatnya dengan kacamata penuh kebijaksanaan.
"Saya selalu bilang sepak bola adalah kotak yang penuh kejutan. Tak seorang pun di dunia ini meramalkan hasil ini," cuitnya lewat Twitter pribadinya, @Pele.
Sementara itu pelatih kepala Brazil, Luis Felipe Scolari, dengan berat hati mengakui bahwa itu menjadi kekalahan terburuk dan mengaku bertanggung jawab penuh atas hasil tersebut.
"Ini sebuah kekalahan. Sebuah bencana, kekalahan yang buruk. Ya, kekalahan terburuk sepanjang sejarah tim nasional Brazil," kata Scolari sebagaimana dikutip dari laporan The Guardian pada 9 Juli 2014.
"Hasil ini dirasakan bersama dan para pemain mungkin akan bilang kami menanggung kekalahan ini bersama, tetapi siapa yang memilih taktik? Saya. Jadi sayalah orang yang paling bertanggung jawab," ujarnya menambahkan.
Selepas turnamen, Scolari langsung mundur dari tenor kedua jabatannya sebagai pelatih kepala Brazil itu.
Brazil baru bisa sedikit menghapuskan dampak trauma Mineirazo lima tahun kemudian, ketika mereka mengalahkan Argentina 2-0 di semifinal Copa America 2019 sebelum menjuarai turnamen Amerika Latin tersebut.
Pun demikian, laiknya Maracanazo, Mineirazo adalah sesuatu yang kekal dalam catatan sejarah sepak bola dunia dan ingatan setiap warga Brazil, baik yang menyaksikan langsung di stadion maupun dari layar kaca.
Warga Brazil tentu akan memilih menghapuskan Mineirazo dari ruang ingatan mereka, tapi itu semua harus menunggu sampai kemajuan teknologi mengizinkan, entah kapan.
Publik tuan rumah memang sudah menyongsong laga kontra Jerman dengan sikap pesimistis, lantaran kapten Thiago Silva dilarang tampil karena akumulasi kartu kuning sedangkan jagoan mereka Neymar harus menepi karena cedera di pertandingan perempat final melawan Kolombia empat hari sebelumnya.
Namun publik Brazil tak cuma menyaksikan timnya kalah, tetapi adegan kiper Julio Cesar memungut bola dari dalam gawangnya tujuh kali sepanjang laga.
Mengawali pertandingan dengan inisiatif menyerang, Brazil lebih dulu mengancam lewat Marcelo yang tembakannya melenceng sebaliknya bola sepakan gelandang Jerman Sami Khedira malah mengenai tubuh rekannya sendiri, Toni Kroos.
Jerman membuka keunggulan pada menit ke-11 lewat situasi sepak pojok pertama ketika Thomas Mueller berhasil meloloskan diri dari kawalan David Luiz untuk menyepak bola ke dalam gawang.
Brazil berusaha membalas tetapi serangan mereka tak membuahkan hasil, kendati kapten Jerman Philipp Lahm sempat dipaksa melakukan jegalan cermat untuk menghalau upaya Marcelo menciptakan peluang.
Petaka bagi tuan rumah bermula pada menit ke-23 ketika Miroslav Klose menyambar bola muntah hasil tembakannya sendiri yang tak mampu diantisipasi sempurna oleh Cesar. Gol itu sekaligus mengantarkan Klose menggusur legenda Brazil, Ronaldo, sebagai pencetak gol terbanyak sepanjang masa di putaran final Piala Dunia dengan 16 gol.
Belum reda kekecewaan Brazil, gawang mereka harus kebobolan dua kali beruntun dalam kurun rentang waktu 69 detik saja. Kroos mencetak kedua gol tersebut, pertama lewat sambaran bola muntah dan kedua dengan merebut penguasaan Fernandinho tepat selepas sepak lanjut sebelum melakukan umpan satu dua bersama Khedira yang diselesaikan dengan sempurna.
Luka Brazil kian ditaburi garam oleh Khedira yang menjebol gawang Cesar lagi pada menit ke-29, membuat Jerman unggul 5-0 hanya dalam kurun waktu kurang dari setengah jam pertandingan berjalan.
Wajah-wajah suporter tuan rumah mulai dibasahi air mata dan panitia pertandingan meminta bantuan polisi militer setempat untuk berjaga-jaga, mengantisipasi kesedihan suporter menjadi kemarahan.
Brazil berusaha bangkit dari puing-puing reruntuhan pada babak kedua, tetapi upaya serangan mereka tak membuahkan hasil, malahan Jerman menambah keunggulan mereka lewat pemain pengganti Andre Schuerrle pada menit ke-69.
Schuerrle mencetak gol lagi 10 menit kemudian membuat Jerman unggul jauh 7-0, tetapi kekhawatiran amuk massa tak terjadi dan suporter tuan rumah memilih memberi tepuk tangan memuji penampilan tamunya.
Oscar mencetak sebuah gol hiburan tepat di pengujung waktu normal, tetapi Brazil tetap menelan kekalahan 1-7 dari Jerman dan para pemain memasuki lorong ruang ganti dengan tersedu-sedu serta diiringi cemoohan suporternya sendiri.
Kekalahan telak itu kemudian dilabeli sebagai Mineirazo, sebab rasa malu yang ditanggung rakyat Brazil hampir setara dengan ketika mereka dikalahkan Uruguay 1-2 dalam laga pemungkas Piala Dunia 1950 yang kesohor sebagai Maracanazo alias penderitaan di Maracana.
Halaman selanjutnya: Neymar yang cedera... Neymar pilih main poker
Neymar yang cedera dan tak hadir langsung di stadion awalnya mengikuti perjuangan rekan-rekannya lewat siaran televisi ditemani ibunya, Nadine Santos, beserta sanak saudara di kediaman mereka di Guarujan.
Menurut laporan kolumnis UOL, Juca Kfouri, Nadine menangis melihat penampilan memalukan pasukan Selecao.
Entah karena tak tega melihat ibunya menangis atau sudah terlalu marah melihat timnya diluluhlantakkan Jerman, Neymar memilih mengajak mereka yang hadir di rumahnya untuk bermain poker.
Kfouri mungkin saja melebih-lebihkan narasi laporannya, tetapi Neymar punya lebih dari cukup alasan untuk mematikan televisi kala itu.
Pertandingan itu menorehkan banyak catatan dalam sejarah sepak bola. Brazil untuk pertama kalinya menelan kekalahan dalam laga kandang setelah 62 pertandingan dan hampir 39 tahun. Peru jadi tim terakhir yang mengalahkan Brazil di Brazil dalam semifinal Copa America 1975, yang berakhir mereka juarai.
Tujuh gol yang bersarang ke gawang Cesar jadi jumlah kebobolan terbanyak Brazil dalam laga internasional dan skor 1-7 jadi marjin terburuk setara dengan kekalahan 0-6 melawan Uruguay dalam Copa America 1920 di Chile.
Marjin enam gol juga jadi kekalahan terburuk tim tuan rumah putaran final Piala Dunia sepanjang sejarah, dua kali lipat dari catatan sebelumnya yang diderita Swedia pada 1958, Meksiko (1970) dan Afrika Selatan (2010).
Sementara bagi Jerman, kemenangan tersebut membuat mereka jadi tim pertama yang delapan kali mencapai partai final Piala Dunia sebelum mengalahkan Argentina untuk meraih trofi keempat pesta sepak bola paling bergengsi sejagat itu.
Halaman selanjutnya: MIneirazo meninggalkan trauma... Traumatik
Mineirazo meninggalkan trauma mendalam bagi pasukan Selecao, yang kemudian menelan kekalahan 0-3 melawan Belanda dalam laga perebutan tempat ketiga empat hari kemudian.
Tiga gol tambahan dari Belanda, membuat 14 gol bersarang ke gawang Brazil dan membuat mereka jadi tuan rumah dengan jumlah kebobolan terbanyak sepanjang sejarah Piala Dunia.
Trauma di atas lapangan menjalar ke luar lapangan. Di Rio de Janiero acara nonton bareng semifinal kontra Jerman berubah menjadi pembakaran sejumlah bus dan penjarahan sejumlah toko, sedangkan di Sao Paulo sejumlah bendera Brazil dibakar bahkan sebelum pertandingan usai.
Menanggapi kekalahan telak kontra Jerman, legenda Brazil Pele berusaha melihatnya dengan kacamata penuh kebijaksanaan.
"Saya selalu bilang sepak bola adalah kotak yang penuh kejutan. Tak seorang pun di dunia ini meramalkan hasil ini," cuitnya lewat Twitter pribadinya, @Pele.
Sementara itu pelatih kepala Brazil, Luis Felipe Scolari, dengan berat hati mengakui bahwa itu menjadi kekalahan terburuk dan mengaku bertanggung jawab penuh atas hasil tersebut.
"Ini sebuah kekalahan. Sebuah bencana, kekalahan yang buruk. Ya, kekalahan terburuk sepanjang sejarah tim nasional Brazil," kata Scolari sebagaimana dikutip dari laporan The Guardian pada 9 Juli 2014.
"Hasil ini dirasakan bersama dan para pemain mungkin akan bilang kami menanggung kekalahan ini bersama, tetapi siapa yang memilih taktik? Saya. Jadi sayalah orang yang paling bertanggung jawab," ujarnya menambahkan.
Selepas turnamen, Scolari langsung mundur dari tenor kedua jabatannya sebagai pelatih kepala Brazil itu.
Brazil baru bisa sedikit menghapuskan dampak trauma Mineirazo lima tahun kemudian, ketika mereka mengalahkan Argentina 2-0 di semifinal Copa America 2019 sebelum menjuarai turnamen Amerika Latin tersebut.
Pun demikian, laiknya Maracanazo, Mineirazo adalah sesuatu yang kekal dalam catatan sejarah sepak bola dunia dan ingatan setiap warga Brazil, baik yang menyaksikan langsung di stadion maupun dari layar kaca.
Warga Brazil tentu akan memilih menghapuskan Mineirazo dari ruang ingatan mereka, tapi itu semua harus menunggu sampai kemajuan teknologi mengizinkan, entah kapan.