Kendari (ANTARA) - Masyarakat Kabupaten Muna, Sulawesi Tenggara, mulai mengembangkan tanaman kemiri karena sebagai tanaman pembatas lahan kebun, juga nantinya bernilai ganda bila sudah memasuki usia produksi (berbuah).
"Dulu tanaman yang tumbuh dan berbuah di kawasan hutan bebas itu, buahnya tidak begitu diminati masyarakat setempat, namun setelah banyak pesanan dari luar daerah sebagai salah satu kebutuhan bumbu dapur masyarakat sudah mulai mengembangkan," kata Laode Rajab, masyarakat di Muna, Minggu.
Ia mengatakan buah kemiri yang dulunya hanya menjadi permainan musiman bagi anak di desa, kini berubah menjadi rebutan dan mata pencaharian tambahan bagi anak-anak
setempat saat pulang dari sekolah, karena hargannya bisa membantu ekonomi keluarga apalagi di tengah pandemi COVID-19.
"Bagi setiap anak yang mencari buah kemiri di hutan rata-rata bisa mendapatkan 10-20 kilogram sekali mencari dengan harga kemiri gelondongan Rp3.5000 hingga Rp4.000 per kilogram, maka bisa meraih uang Rp75.000-Rp100.000 sehari," ujarnya.
Rajab yang juga tokoh masyarakat di Muna mengaku bahwa komoditi buah kemiri di wilayah Muna maupun di Muna Barat cukup banyak dan pasarannya tidak mengalami kendala, karena begitu ada stok di tingkat petani, langsung dibeli para pedagang antar daerah.
Pengembangan tanaman kemiri di Muna, diakuinya memang belum ada dalam satu kawasan sebagai sentra produksinya karena tumbuhnya secara menyebar di kawasan hutan jati di
daerah itu.
Namun setelah banyak yang meminta dalam bentuk biji kupas, maka para petani yang dulunya menanam jagung dan kacang, secara diam-diam mengembangkan sebagai tanaman pagar (batas kebun) mereka.
"Yang pasti bahwa tanaman kemiri itu merupakan tanaman kehutanan yang tumbuh bersama jenis pohon kayu lainnya, dan tahan terhadap kondisi musim kemarau panjang sekalipun," tuturnya.
"Dulu tanaman yang tumbuh dan berbuah di kawasan hutan bebas itu, buahnya tidak begitu diminati masyarakat setempat, namun setelah banyak pesanan dari luar daerah sebagai salah satu kebutuhan bumbu dapur masyarakat sudah mulai mengembangkan," kata Laode Rajab, masyarakat di Muna, Minggu.
Ia mengatakan buah kemiri yang dulunya hanya menjadi permainan musiman bagi anak di desa, kini berubah menjadi rebutan dan mata pencaharian tambahan bagi anak-anak
setempat saat pulang dari sekolah, karena hargannya bisa membantu ekonomi keluarga apalagi di tengah pandemi COVID-19.
"Bagi setiap anak yang mencari buah kemiri di hutan rata-rata bisa mendapatkan 10-20 kilogram sekali mencari dengan harga kemiri gelondongan Rp3.5000 hingga Rp4.000 per kilogram, maka bisa meraih uang Rp75.000-Rp100.000 sehari," ujarnya.
Rajab yang juga tokoh masyarakat di Muna mengaku bahwa komoditi buah kemiri di wilayah Muna maupun di Muna Barat cukup banyak dan pasarannya tidak mengalami kendala, karena begitu ada stok di tingkat petani, langsung dibeli para pedagang antar daerah.
Pengembangan tanaman kemiri di Muna, diakuinya memang belum ada dalam satu kawasan sebagai sentra produksinya karena tumbuhnya secara menyebar di kawasan hutan jati di
daerah itu.
Namun setelah banyak yang meminta dalam bentuk biji kupas, maka para petani yang dulunya menanam jagung dan kacang, secara diam-diam mengembangkan sebagai tanaman pagar (batas kebun) mereka.
"Yang pasti bahwa tanaman kemiri itu merupakan tanaman kehutanan yang tumbuh bersama jenis pohon kayu lainnya, dan tahan terhadap kondisi musim kemarau panjang sekalipun," tuturnya.