Baubau (ANTARA) - Kepala Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) Kendari wilayah Baubau, dr. Ricki mengatakan mendukung bila ada kebijakan pemerintah daerah untuk menutup sementara aktivitas Pelabuhan Baubau selama 14 hari guna memutus rantai penyebaran virus Corona atau COVID-19.

"Intinya pelabuhan distop dulu, sebab rawan. Karena timur sudah ada, barat sudah jelas. Jakarta, Surabaya, Makassar, Maluku, dan Papua dilewati semua yang sudah postif Corona dan itu lewat Baubau semua," ujar Ricky melalui pesan berantai yang diterima, Jumat.

Menurutnya, penutupan sementara pelabuhan akan lebih aman sebab pelabuhan Baubau merupakan salah satu pelabuhan di Indonesia yang rutin disinggahi kapal-kapal Pelni dari wilayah Barat dan Timur Indonesia maupun kapal rakyat antar pulau sehingga sangat rawan terhadap penyebaran Virus Corona.

Ditambah lagi kata dia, penumpang yang turun dari kapal selalu tidak mengindahkan imbauan pemerintah untuk menjaga jarak aman antar sesama dalam mencegah persebaran virus Corona.

"Jadi kesimpulan amannya itu, stop dulu lah (pelabuhan) menurut saya," imbuhnya.
  Aktivitas pelabuhan Murhum Kota Baubau hingga saat ini masih tergolong lancar meski jumlah penumpang pasca merebaknya virus Corona alami penurunan. (foto Antara/Azis Senong)

Ditanya soal alat thermal scanner dan penyemprotan disinfektan yang diterapkan kepada penumpang datang di Pelabuhan Baubau untuk mencegah dan mendeteksi penumpang terpapar Virus Corona menurut dr. Ricky, tidak efektif karena menyangkut masa inkubasi virus antara 2 sampai 14 hari.

Alat thermal scanner hanya sebatas untuk menjaring orang yang sudah menunjukkan gejala terjangkit seperti demam sehingga bisa diatasi lebih cepat. Sementara bagi warga yang terpapar namun belum menunjukkan gejala tidak dapat dideteksi melalui alat tersebut.

Karena itu menurut Ricky, tidak ada pilihan lain paling efektif selain menutup sementara aktivitas pelabuhan. Ditambah lagi menurutnya pihaknya sangat kekurangan
tenaga, dengan jumlah hanya 10 orang, terdiri 3 security, 2 orang bertugas di Bandara Betoambari dan 5 orang dipelabuhan.

Dikatakanya, meski telah dibantu petugas dari Dinas Kesehatan, namun pihaknya tetap harus bekerja ekstra karena kapal yang sandar tidak mengenal waktu baik siang, malam, maupun waktu shubuh.

"Untuk dipahami  saja, kami dalam dua minggu terakhir ini kadang-kadang tidak tidur dalam sehari. Dan kami juga ketakutan dengan kondisi fisik kami sendiri. Tetapi karena ini merupakan tugas dan tanggung jawab maka harus kami laksanakan,” tuturnya.


 

Pewarta : Abdul Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024