Kendari (ANTARA) - Akademisi dari Politeknik Kesehatan (Poltekkes) Kementerian Kesehatan di  Kendari, Sulawesi Tenggara, Dr. Kartini, S.Si.T M.Kes mengatakan pemenuhan gizi pada calon ibu hamil dapat mengurangi risiko terjadinya stunting pada calon bayi.

"Kalau pencegahannya itu sebenarnya kita mulai persiapan dari awal dari ibunya, ibu-ibu yang hamil itu sebaiknya dilakukan perbaikan status gizinya. Misalnya sebelum hamil status gizinya harus sudah baik," katanya  di Kendari, Jumat.

Stunting dapat dicegah, kata dia, terutama pada 1000 hari pertama kehidupan yaitu masa hamil hingga dua tahun kelahiran bayi dengan pemberian gizi yang tepat dan pencegahan penyakit. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi, lanjut Kartini, dalam kandungan hingga masa pada awal kelahirannya, akan tetapi hal ini baru dapat terlihat setelah anak berumur dua tahun.

Ketua unit center of excelence (COE) pusat unggulan stunting di daerah pesisir, Poltekkes Kemenkes Kendari ini menjelaskan bahwa pemenuhan gizi sebelum hamil dibutuhkan agar dampak negatif bila status gizinya berkurang ketika hamil bisa terminimalisir.


"Pola makan orang Indonesia lebih banyak mengkonsumsi makanan karbohidrat (nasi) daripada protein dan sayuran. Padahal yang bisa mencegah risiko terjadinya stunting adalah asupan gizi yang baik, yaitu perbanyak konsumsi protein dan sayuran daripada karbohidrat sehingga ketika melahirkan kondisi ibu dan anaknya tetap baik," jelasnya.

Dosen Jurusan Gizi, Poltekkes Kendari mengajak agar masyarakat tidak seharusnya berpikir bahwa mengkonsumsi daging, harus mengkonsumsi daging yang mahal, namun bisa mengkonsumsi daging lokal dengan harga yang bisa dijangakau oleh masyarakat seperti ikan.

"Di Kendari kan banyak ikan. Kami sudah melakukan penelitian bahwa selain daging ikan, tulang ikan juga baik untuk asupan gizi ibu hamil," terangnya.

Selain itu, pernikahan yang dilakukan dibawah usia produktif sehat juga bisa terjadi potensi adanya risiko stunting. Yang dikatakan usia reproduksi sehat adalah, katanya, di bawah usia 20 tahun. Jika usia 17 atau 18 tahun sudah hamil maka secara fisik tubuhnya belum siap dan hal itu akan mempengaruhi calon bayi seperti bisa lahir prematur ataupun kognitif calon bayi itu.

Baca juga: BKKBN cegah stunting melalui penyiapan perencanaan kehidupan berkeluarga bagi remaja


Stunting disebabkan oleh faktor multidimensi sehingga perlu penanganan multi sektoral. Pertama, lanjutnya, praktik pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC, persalinan, PNC dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses pada makanan bergizi, kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi.

"Dampak stunting, pada jangka pendek yaitu stunting dapat menyebabkan terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik, dan gangguan metabolisme dalam tubuh," ungkapnya.

Sementara jangka panjangnya adalah menurunnya kemampuan kognitif dan prestasi belajar, menurunnya kekebalan tubuh sehingga mudah sakit, dan risiko tinggi untuk munculnya
penyakit diabetes, kegemukan, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan disabilitas pada usia tua. Juga berdampak pada penurunan kualitas remaja, kesehatan reproduksi, kecerdasan serta produktivitas kerja.

   

Pewarta : Muhammad Harianto
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024