Jakarta (ANTARA) - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Abdul Halim Iskandar mengaku tidak ada temuan desa fiktif di Konawe, Sulawesi Tenggara.

"Yang pasti kita tunggu penjelasan hasil investigasi, saya selalu bicara pada perspektif data yang dimiliki oleh Kementerian Desa kalau dengan merujuk data yang ada, kita kan punya sistem informasi bangun desa dan lengkap di situ laporan 2-3 bulanan desa," kata Abdul Halim di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat.

Sebelumnya Juru Bicara KPK mengungkap dugaan pengalokasian dana desa ke desa-desa yang diduga fiktif. Dugaan adanya desa-desa fiktif penerimaan dana desa itu sudah diketahui Kemendagri dan Kementerian Keuangan. KPK menyampaikan ada 56 desa fiktif.

Di Kabupaten Konawe, Sulawesi Tenggara, terungkap ada 34 desa yang bermasalah, tiga desa di antaranya fiktif, sementara 31 desa lainnya, meskipun keberadaannya nyata, surat keputusan pembentukan desanya dibuat dengan tanggal mundur sebelum kebijakan moratorium dari Kementerian Dalam Negeri.



Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun di hadapan Komisi XI DPR mengatakan muncul desa baru yang tidak berpenduduk hanya untuk mendapatkan dana desa pada 4 Oktober 2019 lalu.

"Laporan itu memuat desa mana yang rekeningnya isi dan kosong, itu ada dari perspektif data-data yang ada di Kementerian Desa semua dana yang terbujur itu digunakan untuk kepentingan pembangunan desa," tambah Halim.

Halim mengaku bahwa desa-desa yang disebut fiktif tersebut tetap berwujud desa lengkap dengan penduduk.

"Termasuk yang di Konawe itu, tetapi kita tidak tahu di luar big data yang kita miliki apakah kemudian ada terselip termasuk yang di Konawe itu, apakah kemudian ada terselip, kita juga menunggu tapi terus kita update setiap hari kita check and recheck kita tidak menemukan di Konawe itu," ungkap Halim.

Data di Kemendes PDTT menurut Halim sudah diberikan kepada Menkeu Sri Mulyani.



"Semua data sudah kita feeding ke kemenkeu, tentu tidak langsung ke Bu Menkeu; itu satu. Yang kedua tiap bulan Juni itu selalu rapat koordinasi lintas menteri untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan penggunaan dana yang semua ini nanti menjadi dasar kementerian keuangan memutuskan anggaran dan proses pencairan untuk tahun berikutnya," tutur Halim.

Di dalam tahun berjalan 2019 saat ini laporan semuanya baik.

"Tetapi yang namanya Indonesia ini luas pulaunya banyak, jumlah desa 70 ribu sekian, bisa saja data kita ada yang belom ter-cover, kemungkinan, tapi dari setiap hari saya update, saya buka saya pelajari saya dalami tidak ada, kayaknya nggak ada," ungkap Halim.

Menurut Halim, dana desa disalurkan melalui tiga termin, 20 persen pada Januari, 40 persen pada Maret, 40 persen pada Juli. Pencairan dana desa hanya bisa dilakukan apabila perangkat desa sudah melaporkan realisasi penyerapan anggaran termin sebelumnya. Laporan penyerapan anggaran bukan hanya realisasi angka, melainkan juga output kegiatan.

"Setiap bulan Juni selalu pertemuan antara Kementerian Desa, Kementerian Keuangan untuk melakukan evaluasi penggunaan dana desa tahun lalu untuk kemudian menjadi dasar perhitungan tahun depan di dalam tahun berjalan. Kan setiap tahun 3 kali pencairan, 20 persen, 40 persen, 40 persen," ujar Halim menjelaskan.

Halim pun mengaku pihaknya terbuka untuk melibatkan semua pihak dalam mengawasi penyaluran dana desa.



"Ya silakan saja, siapapun berhak, ini ranah publik, uang negara jadi menurut saya siapa pun berhak terlibat untuk melakukan pengawasan evaluasi dan penilaian bukan hanya KPK, LSM pun berhak," tambah Halim.

Namun, terkait dengan investigas di ranah hukum, Halim mengaku ia masih menunggu hasil tim dari Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan.

Desa di Konawe yang terus mendapat kucuran dana, meski diketahui bermasalah, ialah Desa Ulu Meraka di Lambuya, Desa Uepai dan Desa Moorehe di Uepai. Meski demikian, Badan Pemberdayaan Masyarakat Desa Kabupaten Konawe menjamin anggaran dana desa yang telah disalurkan pemerintah pusat ke daerah tidak disalurkan ke ketiga desa itu.

Desa-desa tersebut diidentifikasi tidak sesuai prosedur karena menggunakan dokumen yang tidak sah sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas dana desa dan alokasi dana desa yang dikelola beberapa desa di Kabupaten Konawe tahun anggaran 2016 sampai 2018.

KPK dan Polda Sultra telah melakukan gelar perkara pada 24 Juni 2019. Selanjutnya pada 25 Juni 2019, Febri mengatakan pimpinan KPK bertemu dengan Kapolda Sultra membahas supervisi dan pemintaan kepada KPK untuk memberikan bantuan berupa ahli.

Sedangkan berdasarkan catatan Direktorat Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri menyatakan bahwa ada empat desa yang diduga fiktif di Sulawesi Tenggara berdasarkan pemeriksaan tim pada 15-17 Oktober 2019 di provinsi tersebut.

Berdasarkan hasil komunikasi dengan Bupati Konawe Kery Saiful Konggoasa, keempat desa yang diduga fiktif tersebut sudah tidak menerima alokasi dana desa. Dana desa tidak digelontorkan lagi sejak 2017.
 

Pewarta : Desca Lidya Natalia
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024