Pontianak (ANTARA) - Badan Narkotika Nasional (BNN) menyatakan, daun kratom (mitragyna speciosa) dilarang total digunakan dalam suplemen makanan dan obat tradisional mulai tahun 2022 mendatang.
Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Mufti Djusnir di Pontianak, Selasa, mengatakan pelarangan tersebut mulai berlaku secara menyeluruh tahun 2022, atau lima tahun masa transisi pascaditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.
Ia menjelaskan bahwa latar belakang pelarangan penggunaan daun kratom lantaran tumbuhan tersebut jauh lebih kecil manfaatnya dibandingkan efek dan kerugiannya.
"Daun kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan sehingga jika digunakan dengan dosis rendah akan menyebabkan efek stimulan, sementara penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedatif (menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati)," ungkapnya saat menghadiri kegiatan Focus Group Discussion tentang Tanaman Kratom antara Kepala BNN RI dengan Forkopimda Kalbar di Pontianak.
Ia menambahkan, kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin. "Jika terus menerus dikonsumsi, kratom akan menimbulkan gejala adiksi, depresi pernapasan bahkan kematian," ujarnya.
Tumbuhan kratom mempunyai efek yang merugikan jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya, dan nilai indeks terapinya kecil, kata Mufti.
Mufti juga meluruskan anggapan yang menyamakan kratom dengan kopi. Ia berpendapat, anggapan tersebut sangat tidak berdasar dan merupakan penggiringan opini belaka.
Menurut dia, penjelasan tersebut tidak berdasar dan penggiringan opini karena meskipun satu famili dengan kopi-kopian, tetapi kratom berbeda dengan kopi.
Misalnya, dosis rendah sampai sedangnya, yaitu 1-5 miligram memiliki efek stimulan yang menyenangkan. "Namun pada dosis yang lebih tinggi, antara 5-15 miligram memberikan gejala seperti senyawa opiat, yaitu analgesik dan sedasi sehingga sangat beda," katanya.
Dia juga menambahkan, berdasarkan data yang dihimpun oleh pihaknya sudah didapati adanya kasus korban meninggal dunia akibat penggunaan kratom, baik kratom yang dikonsumsi tersendiri maupun yang dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat lainnya.
"Faktanya sudah ada data kematian tunggal akibat kratom dan juga multi drug. Di mana penggunaan bersamaan dengan zat-zat lain seperti obat flu, tramadol," katanya.
Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN menambahkan, pelarangan kratom tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan.
Terhadap masyarakat yang terdampak akibat kebijakan ini, BNN dikatakannya sudah menyiapkan langkah-langkah pemberdayaan alternatif dengan melibatkan pihak-pihak lain seperti kementerian, lembaga, swasta serta pemerintah daerah, kata Mufti.
Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN, Mufti Djusnir di Pontianak, Selasa, mengatakan pelarangan tersebut mulai berlaku secara menyeluruh tahun 2022, atau lima tahun masa transisi pascaditetapkannya tanaman kratom sebagai narkotika golongan I oleh Komite Nasional Perubahan Narkotika dan Psikotropika tahun 2017 silam.
Ia menjelaskan bahwa latar belakang pelarangan penggunaan daun kratom lantaran tumbuhan tersebut jauh lebih kecil manfaatnya dibandingkan efek dan kerugiannya.
"Daun kratom mengandung senyawa-senyawa yang berbahaya bagi kesehatan sehingga jika digunakan dengan dosis rendah akan menyebabkan efek stimulan, sementara penggunaan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan efek sedatif (menyebabkan tenang atau kantuk, menidurkan, hingga yang berat yaitu hilangnya kesadaran, keadaan anastesi, koma dan mati)," ungkapnya saat menghadiri kegiatan Focus Group Discussion tentang Tanaman Kratom antara Kepala BNN RI dengan Forkopimda Kalbar di Pontianak.
Ia menambahkan, kandungan kratom 13 kali lebih kuat dibandingkan morfin. "Jika terus menerus dikonsumsi, kratom akan menimbulkan gejala adiksi, depresi pernapasan bahkan kematian," ujarnya.
Tumbuhan kratom mempunyai efek yang merugikan jauh lebih besar dibandingkan manfaatnya, dan nilai indeks terapinya kecil, kata Mufti.
Mufti juga meluruskan anggapan yang menyamakan kratom dengan kopi. Ia berpendapat, anggapan tersebut sangat tidak berdasar dan merupakan penggiringan opini belaka.
Menurut dia, penjelasan tersebut tidak berdasar dan penggiringan opini karena meskipun satu famili dengan kopi-kopian, tetapi kratom berbeda dengan kopi.
Misalnya, dosis rendah sampai sedangnya, yaitu 1-5 miligram memiliki efek stimulan yang menyenangkan. "Namun pada dosis yang lebih tinggi, antara 5-15 miligram memberikan gejala seperti senyawa opiat, yaitu analgesik dan sedasi sehingga sangat beda," katanya.
Dia juga menambahkan, berdasarkan data yang dihimpun oleh pihaknya sudah didapati adanya kasus korban meninggal dunia akibat penggunaan kratom, baik kratom yang dikonsumsi tersendiri maupun yang dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat lainnya.
"Faktanya sudah ada data kematian tunggal akibat kratom dan juga multi drug. Di mana penggunaan bersamaan dengan zat-zat lain seperti obat flu, tramadol," katanya.
Kepala Pusat Laboratorium Narkotika BNN menambahkan, pelarangan kratom tersebut akan disosialisasikan kepada masyarakat di seluruh Indonesia, terutama di Kalimantan.
Terhadap masyarakat yang terdampak akibat kebijakan ini, BNN dikatakannya sudah menyiapkan langkah-langkah pemberdayaan alternatif dengan melibatkan pihak-pihak lain seperti kementerian, lembaga, swasta serta pemerintah daerah, kata Mufti.