Kendari (Antaranews Sultra) - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Tenggara (Sultra) Hidayatullah mengatakan, siapapun yang terpilih menjadi gubernur Sultra nanti harus bisa mereformasi birokrasi dan membangun sosok yang jujur dan berintegritas.
"Ini penting dan menjadi barang mahal di zaman sekarang ini karena akan menjadi pijakan tatanan mengubah segala bentuk budaya tata kelola pemerintahan yang selama ini masih administratif dan serba kaku," kata Hidayatullah di Kendari, Kamis.
Hidayatulah yang masa tugasnya akan berakhir pada 24 Mei 2018, mengatakan kebijakan top down, pejabat yang gagah-gagahan dan terlalu banyak slogan serta baliho. Pejabat saat ini, baik pejabat eselon dua, tiga dan bahkan eselon empat-pun banyak yang mental `model`.
"Di depan kantor-kantor dinas atau instansi serta iklan layanan terkesan hanya unjuk wajah pejabat-pejabat kita bersanding dengan gubernur. Semua ingin menjadi politisi dan bagai model iklan yang akhirnya pesannya menjadi abstrak tanpa langkah nyata," katanya.
Menurut dia, ada beberapa hal yang penting tentang reformasi birokrasi, pertama tujuan reformasi birokrasi harus meningkatkan kualitas pelayanan publik, membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, meminimalisir KKN, dan meningkatkan kinerja pemerintahan.
"Kedua, prasyarat reformasi birokrasi yaitu komitmen politik pimpinan, reform the reformers. Dan ketiga adalah fokus reformasi birokrasi, reformasi SDM aparatur, reformasi bisnis proses pelayanan, reformasi struktur organisasi, reformasi peraturan daerah, reformasi pengawasan dan akuntabilitas dan reformas mindset, kultur dan mental model yang saya sebutkan diatas tadi," katanya.
Bagi gubernur Sultra terpilih nantinya kata Hidayatullah, tantangan terberat reformasi birokrasi adalah mengubah budaya kekuasaan dalam birokrasi, yaitu mengubah kebiasaan atau budaya.
"Problem terberat budaya adalah gaya hidup pejabat yang sudah terlanjur tinggi dengan gaji yang tidak cukup dengan gaya hidup, sehingga harus mencari tambahan dari birokrasi," katanya.
Dikatakan, perubahan yang penting adalah pengisian jabatan secara terbuka berbasis kompetensi, pengukuran kinerja, dan gaji sesuai kinerja.
"Sultra ini memerlukan sosok pemimpin yang jujur berintegritas dan bisa menjalankan agenda reformasi birokrasi, agar ke depan Sultra menjadi lebih baik dan positif dimata nasional," katnaya.
Kemarin dan hari ini katanya, menjadi pelajaran penting dan berharga, mari dimulai dari sosok Gubernur sebagai pemimpin untuk menjadi terdepan sebagai `Sosok jujur dan berintegritas` yang bisa melaksanakan seluruh agenda reformasi birokrasi ini, jika tidak ada kejujuran dan integritas maka semua agenda hanya akan jadi pepesan kosong belaka.
"Kejujuran dan integritas akan melahirkan konsistensi kepemimpinan yang sehat agar rakyat kita juga menjadi sehat dan sejahtera," katanya.
Pilkada gubernur Sultra diikuti tiga pasangan calon, yakni nomor urut satu Ali Mazi-Lukman Abunawas diusung Partai Demokrat (tiga kursi) dan Partai Golkar (tujuh kursi), total 10 kursi di DPRD Sultra.
Nomor urut dua pasangan Asrun-Hugua diusung PAN (sembilan kursi), PDIP (lima kursi), PKS (lima kursi), Hanura (tiga kursi), dan Gerindra (empat kursi), total 26 kursi di DPRD Sultra.
Nomor urut tiga pasangan Rusda Mahmud-Sjafei Kahar diusung Demokrat (enam kursi), PPP (dua kursi) dan PKB (satu kursi), total sembilan kursi di DPRD Sultra.
"Ini penting dan menjadi barang mahal di zaman sekarang ini karena akan menjadi pijakan tatanan mengubah segala bentuk budaya tata kelola pemerintahan yang selama ini masih administratif dan serba kaku," kata Hidayatullah di Kendari, Kamis.
Hidayatulah yang masa tugasnya akan berakhir pada 24 Mei 2018, mengatakan kebijakan top down, pejabat yang gagah-gagahan dan terlalu banyak slogan serta baliho. Pejabat saat ini, baik pejabat eselon dua, tiga dan bahkan eselon empat-pun banyak yang mental `model`.
"Di depan kantor-kantor dinas atau instansi serta iklan layanan terkesan hanya unjuk wajah pejabat-pejabat kita bersanding dengan gubernur. Semua ingin menjadi politisi dan bagai model iklan yang akhirnya pesannya menjadi abstrak tanpa langkah nyata," katanya.
Menurut dia, ada beberapa hal yang penting tentang reformasi birokrasi, pertama tujuan reformasi birokrasi harus meningkatkan kualitas pelayanan publik, membangun kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, meminimalisir KKN, dan meningkatkan kinerja pemerintahan.
"Kedua, prasyarat reformasi birokrasi yaitu komitmen politik pimpinan, reform the reformers. Dan ketiga adalah fokus reformasi birokrasi, reformasi SDM aparatur, reformasi bisnis proses pelayanan, reformasi struktur organisasi, reformasi peraturan daerah, reformasi pengawasan dan akuntabilitas dan reformas mindset, kultur dan mental model yang saya sebutkan diatas tadi," katanya.
Bagi gubernur Sultra terpilih nantinya kata Hidayatullah, tantangan terberat reformasi birokrasi adalah mengubah budaya kekuasaan dalam birokrasi, yaitu mengubah kebiasaan atau budaya.
"Problem terberat budaya adalah gaya hidup pejabat yang sudah terlanjur tinggi dengan gaji yang tidak cukup dengan gaya hidup, sehingga harus mencari tambahan dari birokrasi," katanya.
Dikatakan, perubahan yang penting adalah pengisian jabatan secara terbuka berbasis kompetensi, pengukuran kinerja, dan gaji sesuai kinerja.
"Sultra ini memerlukan sosok pemimpin yang jujur berintegritas dan bisa menjalankan agenda reformasi birokrasi, agar ke depan Sultra menjadi lebih baik dan positif dimata nasional," katnaya.
Kemarin dan hari ini katanya, menjadi pelajaran penting dan berharga, mari dimulai dari sosok Gubernur sebagai pemimpin untuk menjadi terdepan sebagai `Sosok jujur dan berintegritas` yang bisa melaksanakan seluruh agenda reformasi birokrasi ini, jika tidak ada kejujuran dan integritas maka semua agenda hanya akan jadi pepesan kosong belaka.
"Kejujuran dan integritas akan melahirkan konsistensi kepemimpinan yang sehat agar rakyat kita juga menjadi sehat dan sejahtera," katanya.
Pilkada gubernur Sultra diikuti tiga pasangan calon, yakni nomor urut satu Ali Mazi-Lukman Abunawas diusung Partai Demokrat (tiga kursi) dan Partai Golkar (tujuh kursi), total 10 kursi di DPRD Sultra.
Nomor urut dua pasangan Asrun-Hugua diusung PAN (sembilan kursi), PDIP (lima kursi), PKS (lima kursi), Hanura (tiga kursi), dan Gerindra (empat kursi), total 26 kursi di DPRD Sultra.
Nomor urut tiga pasangan Rusda Mahmud-Sjafei Kahar diusung Demokrat (enam kursi), PPP (dua kursi) dan PKB (satu kursi), total sembilan kursi di DPRD Sultra.