Kendari (Antaranews Sultra) - Para wartawan yang tergabung dalam Forum Jurnalis Kendari, Sulawesi Tenggara menggelar bincang politik dengan tema "Demokrasi dan Masa Depan Sultra" di Kendari, Rabu (17/1) malam.
Diskusi tersebut menghadirkan dua pembicara utama, yakni Profesor Laode Masihu Kamaluddin dan Profesor Eka Suaib, serta dipandu oleh wartawan senior Nasir Idris.
"Tema yang diangkat dalam diskusi ini menjadi sangat menarik karena menyongsong pilkada yang akan berlangsung di Sultra sehingga kita bisa melihat dan mencari referensi dari tiga pasangan figur cagub/cawagub Sultra yang mampu membawa Sultra lebih baik," kata Masihu.
Ia mengatakan dalam mencari pemimpin, hal yang paling utama dilihat adalah program, visi, dan misi, bukan melihat figur atau seberapa besar kemampuan finansialnya.
"Harusnya masyarakat saat ini mampu menggali program masing-masing calon agar nantinya kita tidak memilih kucing dalam karung," katanya.
Ia juga melihat bahwa proses demokrasi di Sultra saat ini masih bersifat primitif karena selalu berpatokan pada kedekatan, apa yang akan didapatkan, dan terbelenggu dengan besar kecilnya finansial figur.
Sementara itu, Prof Eka Suaib mengatakan terjadi kegagalan partai politik di daerah itu dalam menghasilkan kader yang layak menjadi seorang pemimpin.
"Karena faktanya dari tiga pasangan calon Gubernur Sultra yang ada saat ini, bukan dari politisi murni, tetapi kebanyakan lahir dari birokrasi, kemudian ada aktivis LSM dan dari pengacara," katanya.
Imbasnya, kata dia, masyarakat tidak lagi menjadikan hal menarik untuk diperdebatkan atau didiskusikan figur-figur itu karena mereka adalah birokrasi pemain lama dalam kontestasi politik di Sultra.
"Sehingga jangan heran kalau pilkada ini menjadi adem ayem di masyarakat, menjadi bukan sesuatu menarik untuk didiskusikan karena mereka adalah figur muka-muka lama. Sudah diketahui rekam jejaknya selama ini, karena rata-rata adalah mantan kepala daerah di level kabupaten kota," katanya.
Diskusi tersebut menghadirkan dua pembicara utama, yakni Profesor Laode Masihu Kamaluddin dan Profesor Eka Suaib, serta dipandu oleh wartawan senior Nasir Idris.
"Tema yang diangkat dalam diskusi ini menjadi sangat menarik karena menyongsong pilkada yang akan berlangsung di Sultra sehingga kita bisa melihat dan mencari referensi dari tiga pasangan figur cagub/cawagub Sultra yang mampu membawa Sultra lebih baik," kata Masihu.
Ia mengatakan dalam mencari pemimpin, hal yang paling utama dilihat adalah program, visi, dan misi, bukan melihat figur atau seberapa besar kemampuan finansialnya.
"Harusnya masyarakat saat ini mampu menggali program masing-masing calon agar nantinya kita tidak memilih kucing dalam karung," katanya.
Ia juga melihat bahwa proses demokrasi di Sultra saat ini masih bersifat primitif karena selalu berpatokan pada kedekatan, apa yang akan didapatkan, dan terbelenggu dengan besar kecilnya finansial figur.
Sementara itu, Prof Eka Suaib mengatakan terjadi kegagalan partai politik di daerah itu dalam menghasilkan kader yang layak menjadi seorang pemimpin.
"Karena faktanya dari tiga pasangan calon Gubernur Sultra yang ada saat ini, bukan dari politisi murni, tetapi kebanyakan lahir dari birokrasi, kemudian ada aktivis LSM dan dari pengacara," katanya.
Imbasnya, kata dia, masyarakat tidak lagi menjadikan hal menarik untuk diperdebatkan atau didiskusikan figur-figur itu karena mereka adalah birokrasi pemain lama dalam kontestasi politik di Sultra.
"Sehingga jangan heran kalau pilkada ini menjadi adem ayem di masyarakat, menjadi bukan sesuatu menarik untuk didiskusikan karena mereka adalah figur muka-muka lama. Sudah diketahui rekam jejaknya selama ini, karena rata-rata adalah mantan kepala daerah di level kabupaten kota," katanya.