Kendari, Antara Sultra - Badan Pusat Statistik Sulawesi Tenggara mencatat jumlah penduduk miskin di provinsi itu hingga Septemner 2017 313,16 ribu orang, dan 245,19 ribu orang berada di pedesaan dan hanya 67,96 ribu orang di perkotaan.
Kepala BPS Sultra, Atqo Mardiyanto di Kendari, Selasa mengatakan, penduduk yang berada pada garis kemisikinan Sultra itu berdasarkan hasil pendapatan mereka hanya mencapai angka Rp300.258 per kapita per bulan.
"Artinya bahwa warga yang tidak mencapai angka pendapatan dan penghasilannya Rp300.258 per bulan maka dikategoruikan sebagai penduduk miskin," ujarnya dan menambahkan, sedangkan penduduk yang rata-rata pendapatannya sudah melebihi angka Rp300.258 per bulan, maka sudah dikategorikan tidak miskin.
Ia mencontohkan, bila ada satu keluarga (rumah tangga) dengan jumlah jiwa sebanyak 5 orang dengan penghasilan hanya di bawah Rp1,5 juta per bulan, maka kelompok keluarga tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin. Begitu pula sebaliknya bila pendapatannya sudah ditas Rp1,6 juta per bulan maka sudah dikatakan tidak miskin.
Menurut Atqo, konsep perhitungan kemiskinan yang dicatat BPS selama ini adalah `basic needs approach` atau pendekatan kebutuhan dasar. Dimana defenisi kemiskinan itu adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Lebih jauh Atqo mengatakan, perkembangan penduduk miskin dari Maret 2017 hingga September 2017 alami penurunan 0,84 poin dimana pada bulan September penduduk miskin mencapai 11,97 persen dari jumlah penduduk atau alami penurunan dibanding pada Maret 2017 yang mencapai 12,81 persen.
"Dengan demikian bahwa jumlah penduduk miskin Sultra alami penurunan 18,55 ribu orang atau pada Maret 2017 sebanyak 331,71 ribu orang menjadi 313,16 ribu orang di bulan September 2017," tuturnya.
Dibagian lain, kata Atqo, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sultra dilakukan berdasrkan metodologi penghitungan `gini ratio` dan distribusi menurut World Bank.
"Gini ratio September 2017 Sultra berada pada angka 0,404 atayu naik 0,010 poin dibanding gini ratio Maret 2017 (0,394) kemudian naik 0,016 poin dibanding gini ratio September 2016 (0,388)," tutupnya.
Kepala BPS Sultra, Atqo Mardiyanto di Kendari, Selasa mengatakan, penduduk yang berada pada garis kemisikinan Sultra itu berdasarkan hasil pendapatan mereka hanya mencapai angka Rp300.258 per kapita per bulan.
"Artinya bahwa warga yang tidak mencapai angka pendapatan dan penghasilannya Rp300.258 per bulan maka dikategoruikan sebagai penduduk miskin," ujarnya dan menambahkan, sedangkan penduduk yang rata-rata pendapatannya sudah melebihi angka Rp300.258 per bulan, maka sudah dikategorikan tidak miskin.
Ia mencontohkan, bila ada satu keluarga (rumah tangga) dengan jumlah jiwa sebanyak 5 orang dengan penghasilan hanya di bawah Rp1,5 juta per bulan, maka kelompok keluarga tersebut dikategorikan sebagai penduduk miskin. Begitu pula sebaliknya bila pendapatannya sudah ditas Rp1,6 juta per bulan maka sudah dikatakan tidak miskin.
Menurut Atqo, konsep perhitungan kemiskinan yang dicatat BPS selama ini adalah `basic needs approach` atau pendekatan kebutuhan dasar. Dimana defenisi kemiskinan itu adalah ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.
Lebih jauh Atqo mengatakan, perkembangan penduduk miskin dari Maret 2017 hingga September 2017 alami penurunan 0,84 poin dimana pada bulan September penduduk miskin mencapai 11,97 persen dari jumlah penduduk atau alami penurunan dibanding pada Maret 2017 yang mencapai 12,81 persen.
"Dengan demikian bahwa jumlah penduduk miskin Sultra alami penurunan 18,55 ribu orang atau pada Maret 2017 sebanyak 331,71 ribu orang menjadi 313,16 ribu orang di bulan September 2017," tuturnya.
Dibagian lain, kata Atqo, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Sultra dilakukan berdasrkan metodologi penghitungan `gini ratio` dan distribusi menurut World Bank.
"Gini ratio September 2017 Sultra berada pada angka 0,404 atayu naik 0,010 poin dibanding gini ratio Maret 2017 (0,394) kemudian naik 0,016 poin dibanding gini ratio September 2016 (0,388)," tutupnya.