Kendari, Antara Sultra - Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tenggara menangani 12 berkas perkara kekerasan dalam rumah tangga (KDRT).
Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Sultra James, di Kendari, Kamis, mengatakan kasus KDRT tergolong tinggi sehingga perlu penyuluhan untuk meminimalkannya.
"Perkara KDRT adalah limpahan dari penyidik kepolisian. Dari 12 berkas perkara, delapan sudah divonis oleh hakim, ada perkara yang sedang dalam pemeriksaan hakim, dan ada yang sedang proses banding," katanya lagi.
Menyusul perkara narkoba yang jumlahnya mencapai 31 kasus, dan kasus minyak dan gas sebanyak satu kasus.
Sedangkan kasus perlindungan anak 11 kasus, masalah kesehatan empat kasus, dan kasus izin pertambangan dikembalikan oleh jaksa penyidik karena belum lengkap.
"Kasus pertambangan membutuhkan penelitian lebih cermat. Kejaksaan menerbitkan satu surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) tetapi setelah diteliti dinyatakan belum lengkap dan dikembalikan ke kepolisian," katanya.
Pemerhati pemberantasan narkoba Anwar Haryadi (44) mengharapkan hukuman maksimal pantas dijatuhkan kepada terdakwa narkoba karena menjadi agenda nasional, bahkan dunia.
Selain itu, kata Anwar, ulah pengedar maupun pengguna narkoba itu berdampak pada runtuh moral anak bangsa.
"Setiap warga negara patut menghormati putusan pengadilan, tetapi di satu sisi diharapkan hakim menjatuhkan hukuman maksimal bagi terpidana kasus narkoba," katanya pula.
Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Sultra James, di Kendari, Kamis, mengatakan kasus KDRT tergolong tinggi sehingga perlu penyuluhan untuk meminimalkannya.
"Perkara KDRT adalah limpahan dari penyidik kepolisian. Dari 12 berkas perkara, delapan sudah divonis oleh hakim, ada perkara yang sedang dalam pemeriksaan hakim, dan ada yang sedang proses banding," katanya lagi.
Menyusul perkara narkoba yang jumlahnya mencapai 31 kasus, dan kasus minyak dan gas sebanyak satu kasus.
Sedangkan kasus perlindungan anak 11 kasus, masalah kesehatan empat kasus, dan kasus izin pertambangan dikembalikan oleh jaksa penyidik karena belum lengkap.
"Kasus pertambangan membutuhkan penelitian lebih cermat. Kejaksaan menerbitkan satu surat perintah dimulainya penyidikan (SPDP) tetapi setelah diteliti dinyatakan belum lengkap dan dikembalikan ke kepolisian," katanya.
Pemerhati pemberantasan narkoba Anwar Haryadi (44) mengharapkan hukuman maksimal pantas dijatuhkan kepada terdakwa narkoba karena menjadi agenda nasional, bahkan dunia.
Selain itu, kata Anwar, ulah pengedar maupun pengguna narkoba itu berdampak pada runtuh moral anak bangsa.
"Setiap warga negara patut menghormati putusan pengadilan, tetapi di satu sisi diharapkan hakim menjatuhkan hukuman maksimal bagi terpidana kasus narkoba," katanya pula.