Kendari, Antara Sultra - Pengolah sagu atau bahan makanan lokal di Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara mulai merasakan kesulitan mendapatkan bahan baku untuk menghasilkan sagu olahan.
Pengolah sagu Boilan (30) ditemui di lokasi pengolahan Desa Matalamokula, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Minggu, mengatakan minat petani menanam sagu rendah.
"Konsumen sagu atau pedagang pengumpul sagu olahan tidak ada masalah. Yang menjadi masalah sekarang adalah petani malas membudidayakan sagu," kata Boilan.
Akibatnya, bahan baku sagu harus didatangkan dari desa tetangga atau kecamatan lain dengan biaya angkutan yang cukup mahal.
Informasi yang dihimpun menyebutkan pohon sagu usia 10 tahun dibeli pengolah sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per pohon.
"Kemungkinan besar petani tidak tertarik membudidaya tanaman sagu karena nilai ekonomi yang tidak menjanjikan. Bisa dibayangkan satu pohon sagu yang berusia 10 tahun hanya dihargai Rp150 ribu," kata Boilan.
Tenaga kerja harian pengolah sagu Baiman (49) mengatakan tidak ada kesulitan memasarkan sagu olahan karena selain ditampung pengumpul juga memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
"Penjualan lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dengan volume satu karung sagu atau sama dengan beratnya 35 kilogram kami jual Rp110.000 ," kata Baiman.
Ia menjamin kebersihan sagu hasil olahan dari Desa Matalamokula karena diolah semi industri dan memanfaatkan air bersih yang alami," kata Baiman.
Pengolah sagu Boilan (30) ditemui di lokasi pengolahan Desa Matalamokula, Kecamatan Moramo Utara, Kabupaten Konawe Selatan, Minggu, mengatakan minat petani menanam sagu rendah.
"Konsumen sagu atau pedagang pengumpul sagu olahan tidak ada masalah. Yang menjadi masalah sekarang adalah petani malas membudidayakan sagu," kata Boilan.
Akibatnya, bahan baku sagu harus didatangkan dari desa tetangga atau kecamatan lain dengan biaya angkutan yang cukup mahal.
Informasi yang dihimpun menyebutkan pohon sagu usia 10 tahun dibeli pengolah sekitar Rp100 ribu hingga Rp150 ribu per pohon.
"Kemungkinan besar petani tidak tertarik membudidaya tanaman sagu karena nilai ekonomi yang tidak menjanjikan. Bisa dibayangkan satu pohon sagu yang berusia 10 tahun hanya dihargai Rp150 ribu," kata Boilan.
Tenaga kerja harian pengolah sagu Baiman (49) mengatakan tidak ada kesulitan memasarkan sagu olahan karena selain ditampung pengumpul juga memenuhi kebutuhan masyarakat setempat.
"Penjualan lokal untuk memenuhi kebutuhan masyarakat setempat dengan volume satu karung sagu atau sama dengan beratnya 35 kilogram kami jual Rp110.000 ," kata Baiman.
Ia menjamin kebersihan sagu hasil olahan dari Desa Matalamokula karena diolah semi industri dan memanfaatkan air bersih yang alami," kata Baiman.