Kendari, Antara Sultra - Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Sulawesi Tenggara, HM Saleh Lasata, menyebutkan bahwa penyebaran obat-obatan bermerek PCC terstruktur dan masif, sehingga aparat berwenang untuk mengungkap oknum pelaku dibalik semua ini.

"Saya melihat bahwa penyebaran obat PCC ini terstruktur dan masif. Itu terjadi merata di hampir seluruh kecamatan di Kota Kendari dan dimungkinkan juga terjadi di kabupaten lain di Sultra," ujaranya di Kendari, Rabu.

Pemprov Sultra akan melakukan penelusuran mengapa obat PCC ini bisa beredar di masyarakat meski telah dilarang peredarannya sejak lima atau enam tahun yaang lalu.

"PCC ini sudah dilarang beredar sejak 2012 dan 2013 tapi mengapa bisa beredar hingga saat ini. Hal itulah yang menjadi salah satu fokus kami (Pemprov-red) mencari tahu mengapa hal itu bisa terjadi," ujar purnawiran TNI Jenderal bintang satu itu.

Berdasarkan laporan terakhir, hingga kini jumlah korban dari penyalahgunaan obat PCC di Sulawesi Tenggara, telah mencapai tujuh puluh enam orang, satu di antaranya meninggal dunia.

Seperti diberitakan sebelumnya Badan Pengawas Obat dan Makanan (POM) RI, secara serentak telah menurunkan tim untuk menelusuri peredaran obat ilegal PCC yang beredar di Kendari, Sultra.

Bahkan Kepala Pusat Penyidikan Obat dan Makanan BPOM RI, Hendri Siswandi saat melakukan kunjungan di Kendari baru-baru ini, mengatakan pihaknya mengerahkan tim untuk menelusuri kasus ini lebih lanjut dan melakukan investigasi apakah ada produk lain yang dikonsumsi oleh korban.

"Kasus ini tengah ditangani oleh pihak Kepolisian RI bersama Badan POM RI guna mengungkap pelaku peredaran obat tersebut serta jaringannya," katanya seraya menambahkan bawa kewenangan Badan POM RI hanya berperan aktif memberikan bantuan ahli serta uji laboratorium dalam penanganan kasus tersebut.

Mengingat dampak penyalahgunaannya lebih besar daripada efek terapinya kata dia, maka seluruh obat yang mengandung Karisoprodol dibatalkan izin edarnya pada tahun 2013.

Pewarta : Azis Senong
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024