Kendari, Antara Sultra - Pencurian hasil hutan jenis kayu di kawasan hutan lindung di Kabupaten Buton Utara, Sulawesi Tenggara, meresahkan masyarakat karena dapat memicu musibah banjir dan tanah longsor.

Anggota DPRD Buton Utara Muliadin Salenda di Kendari, Rabu, mengatakan, pembalakan liar bukan hanya daerah kehilangan pemasukan tetapi berdampak pada kerusakan lingkungan.

"Pengambilan hasil hutan jenis kayu secara ilegal berarti tidak memberi pendapatan untuk daerah. Juga ancaman musibah banjir dan tanah longsor," kata Muliadin.

Karena itu, jajaran pemerintah Kabupaten Buton Utara harus menjadi motor penggerak penanganan pembalakan liar sehingga tidak semakin meluas.

"Penanganan pembalakan liar harus dilakukan secara terpadu sehingga pencegahan dan penindakan berkualitas. Kalau hanya Dinas Kehutanan tidak akan optimal," kata Mulidadin, politisi Partai Demokrat.

Pelaku pembalakan liar diduga kuat melibatkan oknum aparat sehingga penanganan kejahatan hasil hutan tersebut harus melibatkan unsur Kepolisian, TNI, Kejaksaan, pengadilan, Polisi Pamong Praja, Pemerintah Daerah dan DPRD.

"Sudah menjadi rahasia umum pelaku pembalakan liar memiliki sindikat kuat. Ada beking dari oknum berseragam sehingga penanganannya harus terpadu agar mencapai hasil yang optimal," katanya.

Tokoh masyarakat Buton Utara, La Simudi (62) mengatakan, memberantas pembalakan kayu memiliki konsekuensi biaya yang cukup besar namun tidak boleh dijadikan alasan sehingga misi pengamanan kawasan hutan lindung dikesampingkan.

Informasi yang dihimpun menyebutkan pemilik modal melibatkan warga sekitar kawasan hutan selaku pengolah dan penampungan sementara di sekitar pesisir pantai wilayah tersebut.

Kayu hasil jarahan diantarpulaukan dengan tujuan pantai Kuta, Bali, Tanjung Bira, Sinjai, Selayar, Bulukumba, Pare Pare, Nusa Tenggara Timur dan Pasuruan, Jawa Timur.

Pewarta : Sarjono
Editor : Hernawan Wahyudono
Copyright © ANTARA 2024