Kendari (Antara News) - Anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) asal Sulawesi Tenggara (Sultra), H. Abdul Jabbar Toba, melakukan sosialisasi empat pilar kebangsaan kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Kendari dan Univesritas Haluoleo Sulawesi Tenggara (Sultra) di Kendari, Sabtu.
Saat memberi sambutan pada kegiataan sosialisasi tersebut, Jabar mengatakan empat pilar kebangsaan sangat penting untuk dipahami dan diamalkan dalam kehidupan masyarakat guna menjaga kedaulatan NKRI dan persatuan bangsa di tengah keberagaman suku, ras agama serta kebudayaan.
"Empat pilar kebangsaan nilai-nilainya mesti dipahami dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, yakni pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika, dan NKRI," katanya.
Keempat pilar tersebut, kata dia mesti ditegakkan seutuhnya karena menyangkut kepentingan nasionalisme Indonesia dan kebhinekaan NKRI di tengah keberagaman suku, agama, ras dan kebudayaan.
Menurut dia keempat pilar kebangsaan tersebut tidak sekedar untuk diketahui oleh seluruh elemen bangsa, melainkan juga harus diamalkan di tengah kehidupan masyarakat untuk meningkatkan rasa nasionalisme.
"Dengan mengamalkan nilai-nilai pancasila dan UUD NRI tahun 1945 dalam kebhinekaan, maka kita bisa menjaga dan menyelamatkan kedaulatan NKRI dari berbagai ancaman," kata Jabar Toba yang juga anggota DPD RI itu.
Ia mengatakan empat pilar kebangsaan tidak berdiri sendiri-sendiri, melainkan saling memiliki keterkaitan yang tidak dapat dipisahkan satu pilar dengan pilar lainnya.
Sementara itu, Prof Dr Jufri Dewa, SH MH yang menjadi pemateri dalam Sosialisasi tersebut mengatakan empat pilar kebangsaan sudah ada dan menjadi jati diri bangsa, jauh sebelum Indonesia merdeka.
"Empat pilar kebangsaan sudah ada sejak lama dan sudah menjadi jati diri bangsa Indonesia yang dulu dikenal dengan gotongroyong," katanya.
Gotoroyong, kata dia melakukan segala sesuatu kegiatan yang sifatnya dari rakyat dan untuk kepentingan rakyat itu sendiri.
"Dulu rakyat bangsa kita bergotongroyong membangun jembatan, ada yang membawa batang kepala, ada yang membawa paku dan ada pula yang membawa parang atau kampak. Semua bahan baku jembatan berasal dari rakyat dan digunakan oleh seluruh rakyat," katanya.
Pada sosialisasi tersebut juga menghadirkan pembicara lain, yakni Dr Jamaluddin Hos, MSi,pakar sosilogi dari Universitas Haluoleo Kendari.
Menurut Dr Jamaludin, untuk tetap menjaga keutuhan NKRI sebagai negara besar yang wilayahnya sangat luas, cara berpikir seluruh elemen bangsa sudah harus berubah.
"Dulu kita selalu berpandangan bahwa NKRI warisan dari para pejuang kemerdekaan. Saat ini, pasangan tersebut sudah harus berubah menjadi `NKRI pinjaman dari anak cucu`," katanya.
Sebagai pinjaman dari anak cucu, katanya maka NKRI harus tetap dijaga karena kelak, NKRI akan diserahkan kepada anak cucu sebagai pemberi pijaman.

Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024