Jakarta (Antara News) - Bank Indonesia memastikan kebijakan moneter yang selama ini dilahirkan telah dilakukan dengan memantau perkembangan ekonomi global, terutama pasca berakhirnya pemilihan Presiden AS.

        "BI akan terus melakukan koordinasi dengan pemerintah dan 'stakeholder'(pemangku kepentingan)  untuk menyakinkan bahwa kita akan merespon perkembangan perkembangan eksternal," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis.

        Agus mengatakan perkembangan ekonomi global masih diliputi ketidakpastian menjelang kemungkinan Bank Sentral AS  atau The Fed  akan menyesuaikan suku bunga acuan pada Desember 2016.

        Selain itu, respon negatif pelaku pasar seusai pemilihan presiden AS telah mengakibatkan  bursa Asia bergejolak dan nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam menjadi tidak sesuai dengan nilai fundamentalnya.

        Namun, BI terus memantau perkembangan ekonomi global tersebut dan telah memutuskan untuk menahan suku bunga acuan (7-day Reverse Repo Rate) sebesar 4,75 persen.

        BI juga menjamin ketersediaan likuiditas di pasar setelah terjadinya aliran modal keluar (outflow) karena rencana penyesuaian suku bunga The Fed dan aksi jual aset para investor yang rutin dilakukan menjelang akhir tahun.

        "Faktor global banyak berperan pada akhir tahun. Tapi ini bagian dari sesuatu yang wajar dan BI hadir untuk melakukan stabilisasi serta menjaga likuiditas di pasar," kata Agus.

        Secara khusus, Agus menyoroti perkembangan di AS seusai terpilihnya pengusaha Donald Trump sebagai presiden AS terutama terkait retorika politik yang pernah diutarakan pada masa kampanye.

        Pertama, ekspor Indonesia ke AS yang bisa terpengaruh apabila AS benar-benar menerapkan kebijakan proteksionisme, karena porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai kisaran 10 hingga 11 persen.

        Kedua, rencana proteksionisme itu juga bisa mempengaruhi hubungan dagang AS dengan Tiongkok yang secara tidak langsung berdampak kepada negara berkembang Asia termasuk Indonesia.

        Ketiga, ketidakpastian yang ada hingga masa inagurasi presiden AS bisa berdampak pada sistem keuangan global yang sangat tergantung pada pergerakan aliran modal (capital flow).

        "Semoga menjelang inagurasi ada kepastian arah kebijakan (presiden AS baru), sehingga kita bisa merespon dengan lebih baik. Saat ini kita pastikan likuiditas di bank cukup dan bank bisa melakukan aktivitas mendorong kredit ke depan," kata Agus.

          Agus juga mengatakan Bank Indonesia akan mengupayakan pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tetap terjaga sesuai fundamental, meski kondisi global sempat bergejolak seusai pemilihan presiden AS.

        "BI akan tetap melakukan langkah stabilisasi nilai tukar sesuai fundamental dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar," kata Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo.

        Agus menjelaskan kondisi pasar keuangan saat ini dalam keadaan baik, setelah BI memperkenalkan BI 7-day Reverse Repo Rate sebagai suku bunga acuan dan berbagai operasi moneter lainnya yang telah berjalan dengan efektif.

        Menurut dia, tata kelola moneter yang dilakukan untuk menjaga fundamental ini diupayakan, agar pelaku pasar tidak memiliki kekhawatiran terhadap stabilitas ekonomi nasional dalam jangka panjang.

        "Kalau fundamental ekonomi baik dan stabil, situasi akan terus seperti ini dan pertumbuhan ekonomi pada 2017 akan sedikit lebih baik dari 2016," kata Agus.

        Untuk itu, Gubernur BI menambahkan depresiasi rupiah yang terjadi setelah hasil pemilihan Presiden AS merupakan hal yang bersifat sementara atau hanya respon sesaat, karena saat ini indikator ekonomi dalam keadaan baik.

        "Secara umum ekonomi domestik cukup stabil dan sehat. Kalaupun ada depresiasi, itu karena sifatnya sementara. Terhadap tekanan itu, kita merespon dan BI akan hadir di pasar," katanya.

        BI mencatat sejak awal November hingga 16 November 2016, nilai tukar rupiah mengalami depresiasi sebesar 2,53 persen menjadi Rp13.378 per dolar AS akibat meningkatnya ketidakpastian perekonomian global pasca pemilihan presiden AS.

        Meski demikian, tekanan depresiasi yang terjadi pada rupiah relatif terbatas dibandingkan dengan tekanan yang terjadi pada mata uang negara berkembang lainnya.

        Sebelum tertahan oleh pemilihan presiden AS, penguatan rupiah terus berlanjut hingga triwulan III-2016, didukung oleh sentimen positif domestik maupun eksternal. Secara year to date, nilai tukar rupiah juga masih menguat 2,97 persen.

        Selama triwulan III-2016, nilai tukar rupiah, secara rata-rata menguat 1,39 persen dan mencapai level Rp13.130 per dolar AS. Penguatan ini berlanjut di periode Oktober 2016 sebesar 0,71 persen dan ditutup pada Rp13.048 per dolar AS.

        Penguatan rupiah didukung sentimen positif perekonomian domestik, seiring dengan kondisi stabilitas makro yang terjaga dan terlaksananya program amnesti pajak yang berjalan dengan baik.

        Dari sisi eksternal, penguatan rupiah terjadi karena meredanya risiko global, sejalan dengan makin jelasnya kebijakan The Fed (Bank Sentral AS) terkait rencana penyesuaian suku bunga acuan.

Pewarta : Satyagraha
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024