Setiap November Bangsa Indonesia memperingati Hari Pahlawan. Pada 10 November 1945, Indonesia yang baru merdeka 3 bulan harus menghadapi serangan pasukan asing pertama kali. Sepanjang sejarah revolusi nasional Indonesia itulah pertempuran terberat yang melibatkan tentara, pemuda, kiai, dan santri sehingga layak dikenang sebagai Hari Pahlawan. Umat Islam disebut-sebut berperan besar dalam perjuangan heroik tersebut.

         Dulu pahlawan memang identik dengan pemuda yang terjun ke medan pertempuran untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan bangsa atau membela harga diri bangsa yang terinjak. Imajinasi pertempuran bahkan terus diwariskan hingga kini sehingga banyak anak muda menganggap pahlawan hanyalah kalangan militer. Kini di era postmodern, setelah 71 tahun merdeka, bagaimana seharusnya Pemuda Islam menjaga spirit kepahlawanan?
    Tentu model pahlawan di era sekarang seyogyanya berbeda dengan masa silam. Yang kita perlukan sekarang hanyalah spirit kepahlawanan, bukan pertempuran. Bagi pemuda Islam kisah di masa Nabi Muhammad layak disimak untuk digali untuk menemukan nilai kepahlawanan di luar medan pertempuran berdarah.

         Beberapa hari menjelang Perang Badar, seorang bocah berusia 13 tahun menghadap Rasulullah SAW. Sang bocah datang sambil menggenggam sebilah pedang tajam yang panjangnya melebihi tinggi badannya. Si bocah lalu berkata, "Ya Rasulullah, saya bersedia mati untuk Anda. Izinkan saya pergi jihad bersama Anda, berperang melawan musuh Allah di bawah bendera Anda," katanya.

         Rasulullah SAW takjub menyaksikan seorang bocah dengan semangat luar biasa membela Islam. Namun, sambil tersenyum Rasulullah menolak remaja tersebut ikut berperang karena usianya yang belum cukup. Dari kejauhan, Ibu sang bocah, yang memperhatikan anaknya sedih menyaksikan niatan buah hatinya ditolak. Ibu tersebut tak putus asa, ia lantas mendatangi saudara-saudaranya alias paman sang bocah untuk mengadukan hal tersebut.

         Kali ini mereka semua menghadap Rasulullah agar Nabi yang mulia tersebut mengizinkan si bocah membela Islam dengan cara apapun dalam bidang apapun. Mereka lantas mengatakan bahwa sang bocah hapal secara sempurna 17 Surat Al Qur¿an sejak berumur 11 tahun. Ia juga mahir berbahasa Arab tingkat tinggi yang rumit bagi kebanyakan masyarakat Arab yang hanya paham bahasa Arab percakapan. Rasulullah pun meminta si bocah menunjukkan kemampuannya. Usai mendengarkan pembuktian tersebut Rasulullah mengangguk.

         Rasulullah lalu meminta bocah tersebut mempelajari Bahasa Ibrani. Saking cerdasnya dalam kurun waktu kurang sebulan si bocah mampu menguasai. Berikutnya Rasulullah meminta si bocah belajar Bahasa Suryani. Bocah itu pun menguasainya dalam waktu yang sama. Rasulullah lalu mengangkat bocah bernama Zaid bin Tsabit sebagai sekretaris pribadi dan penerjemah.

         Sejak itu Nabi Muhammad mengandalkan penerjemahan surat menyurat dengan Bangsa Yahudi dan bangsa lain di luar Madinah oleh Zaid yang berasal dari Kaum Anshar. Ia khawatir bila penerjemahan dilakukan orang dari kalangan Yahudi terjadi pengkhianatan. Kelak sejarah membuktikan Zaid bin Tsabit berjihad bersama Nabi sebagai sekretaris, penghapal hadist, dan penghapal Al Quran sebelum kitab suci dibukukan.

         Tanpa peran Zaid belum tentu kita dapat menyaksikan bentuk Al Quran seperti sekarang ini. Kita pun mustahil memiliki kitab hadist shahih selengkap saat ini. Zaid menjadi pahlawan Islam dengan perannya sebagai sekretaris Nabi yang sangat diandalkan.

         Dari kisah Zaid tersebut terlukis bahwa dalam Islam membela Nabi tak melulu dengan terjun ke medan perang, tetapi bekerja dengan kemampuan yang dimiliki secara sungguh-sungguh dan terus menerus belajar untuk meningkatkan kualitas kemampuan tersebut. Dalam bahasa modern, Zaid ialah seorang pemuda yang memiliki kompetensi dalam bidangnya sebagai sekretaris dan penerjemah untuk Nabi. Kompetensi, bukan hanya sekadar kompeten yang berarti cakap dan terampil dalam bidangnya, tetapi bersifat pasif.   
    Zaid, dengan spirit kepahlawanan yang dimilikinya untuk membela Nabi memiliki kompetensi yang berarti keterampilan, pengetahuan, sikap dasar serta nilai yang dicerminkan ke dalam kebiasaan berpikir dan bertindak yang sifatnya berkembang, dinamis, dan kontinyu dari waktu ke waktu. Semangat untuk terus mengolah kemampuannya secara terus menerus tersebut membuatnya menjadi seseorang yang kompeten.

         Menurut Gordon (1988), minimal ada enam dimensi yang terkandung dalam konsep kompetensi, yaitu pemahaman (understanding), kemampuan (skill), pengetahuan (knowledge), minat (interest), sikap (attitude), dan nilai (value). Dengan kata lain, untuk menjadi pahlawan di era modern, maka pemuda Islam harus bersedia mengasah kemampuan dibidangnya dalam enam dimensi tersebut agar memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing.

         Semangat untuk memiliki kompetensi ini harus terus digaungkan karena umat Islam empat hingga delapan tahun ke depan akan mengalami masa seperti tahun 70-an.

         Ketika itu Nurcholis Madjid, menyebut pada era 1970-an umat Islam panen sarjana, maka dalam waktu dekat ini, menurut penulis, umat Islam akan panen master dan doktor. Sekarang saja banyak sekali anak muda dari kalangan NU, Muhammadiyah, dan Mathla'ul Anwar telah menyelesaikan pendidikan doktor. Tanpa semangat untuk terus mengasah kompetensi, maka panen kaum cerdik cendikia tersebut tidak akan bermanfaat banyak untuk peradaban Islam yang rahmatan lil alamin.

         Tentu pada konteks kepahlawanan di Negara Indonesia, maka pemuda Islam harus mentransformasikan kompetensi yang dimilikinya dalam bingkai keindonesian, bukan sebaliknya malah untuk menggerogoti bingkai keindonesiaan. Pemuda Islam, seperti juga yang tergabung dalam pertempuran 10 November 1945, terlibat dalam pertempuran melawan tentara Inggris sebagai wujud kecintaannya pada Tanah Air dan bangsa.

         Dalam Islam, seperti kalimat "hubbul wathan minal iman" yang sering digaungkan ulama Nusantara terdahulu dengan makna "cinta pada tanah air sebagian dari iman" jangan sampai pernah pudar. Hanya dengan keyakinan tersebut, maka spirit kepahlawanan pemuda Islam akan selalu berkontribusi bagi terwujudnya Bangsa Indonesia yang adil dan makmur dalam setiap periode zaman. Selamat hari Pahlawan.

*) Penulis adalah Ketua Dewan Pimpinan Pusat Generasi Muda Mathla'ul Anwar 



Pewarta : Destika Cahyana SP MSc *)
Editor :
Copyright © ANTARA 2024