Presiden RI pertama Ir Soekarno bercita-cita ingin mendirikan Institut Oseanografi terbesar di Asia Tenggara, yaitu Institut Teknologi Ambon bekerja sama dengan bantuan Pemerintah Rusia.

       Dasar pemikiran bapak proklamator saat itu adalah negara tanpa ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), maka negara itu tidak akan maju. Sayangnya, rencananya yang dimulai pada 1962 terhenti karena situasi politik tahun 1965 yang tidak kondusif.

        Cita-cita ini, nampaknya menjadi salah satu visi Presiden Jokowi untuk mendorong dan memperkuat terwujudnya Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia (PMD), melalui Program Nawa Cita.

        Ini menjadi dasar, Indonesia yang maju, sejahtera, dan berdaulat berbasis pada ekonomi kelautan, hankam dan budaya maritim. Lebih dari itu, Indonesia kelak diharapkan menjadi rujukan bagi bangsa-bangsa lain di dunia.

        PMD akan berjalan dengan baik, sekiranya ditopang dengan penegakan kedaulatan NKRI, termasuk penuntasan batas wilayah laut, pemberantasan "illegal fishing" dan berbagai kegiatan ilegal lainnya; pembangunan ekonomi kelautan; memelihara kelestarian sumber daya kelautan; pengembangan kapasitas IPTEK kelautan; dan peningkatan budaya maritim bangsa.

       Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) diinisiasi oleh pemerintah melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) pada tahun 1970. Awalnya, pendirian Stasiun Teluk Ambon (STA-LIPI) dan penyiapan prasarana dan sarana untuk dapat melakukan kegiatan penelitian kelautan.

        Alasan STA-LIPI di Pulau Ambon, karena berdasarkan kondisi geografis, Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki luas 1.293.215 km2 atau sebesar 67,91 persen dari seluruh wilayah Indonesia, sebagian besar dari wilayah ini adalah lautan dengan variasi kedalaman beragam dan memiliki daya tarik bagi para ilmuan dunia.

        Berbagai ekspedisi internasional dilakukan di perairan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Sejak selang tahun 1519-1900, difokuskan pada inventarisasi dan pengkoleksian keanekaragaman hayati di daerah pesisir. Pengembangan kapasitas IPTEK kelautan Indonesia masih tertinggal dan belum banyak dilakukan, khususnya untuk perairan laut dalam (> 4.000 m).

        Ekspedisi di perairan laut dalam di KTI: Ekspedisi Snellius II (1985), Ekspedisi Hahuko Maru (1986); Ekspedisi IASSHA (2001); Ekspedisi Bandamin I; Ekspedisi Indonesia-Japan Deepsea Expedition Java Trench (2002); Ekspedisi IASSHA  lanjutan (2003); Ekspedisi Bandamin II (2003); (9) Ekspedisi Laut Banda (2005) dan (10) Ekpedisi INDEX-SATAL (2010). Hasilnya sangat mengagetkan dunia, seperti adanya sumber-sumber  mineral logam (emas, perak, tembaga, seng dan timbal), penemuan gunung api di dasar laut, potensi sumber daya laut hayati/non hayati, batuan yang mengandung andesit, basalt, mineral sulfida pirit, barit, markasit; dan spesies baru di karang laut dalam.

        Kerja sama ekspedisi dengan pihak asing, akan didominasi oleh peneliti asingnya, sehingga perlu adanya perubahan strategi dan paradigma sehingga peneliti Indonesia dapat lebih berperan, baik dalam kontribusi tulisan ilmah internasional dan akses data yang telah diambil.

        Adanya P2LD, suatu kelembagaan yang sangat strategis yang harus didukung sepenuhnya oleh berbagai stake holder, baik pemerintah pusat, daerah dan perguruan tinggi. Sesuai dengan Visinya: Menjadi institusi yang tangguh dalam penguasaan ilmu pengetahuan laut dalam di kawasan Indo Pasifik.

        Misi:(1) Melaksanakan penelitian laut dalam, pemanfaatan, dan pengelolaan sumber daya laut secara berkelanjutan di kawasan timur Indonesia dan Indo Pasifik, (2) Turut serta dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor kemaritiman dan (3) Mendukung pemerintah dalam memperkuat daya saing regional dan global pada aspek pembangunan sektor kemaritiman.

        Keyakinan tercapainya visi dan misi tersebut sangat tinggi, dengan kemampuan sumberdaya manusia yang ada saat ini, peneliti 22 orang S2, 2 orang S3 dan 5 orang sedang mengambil S3 baik di DN/LN. Eksistensi P2LD yang berkelanjutan, akan mendorong sektor ekonomi kelautan baru, seperti industri laut dalam, tambang laut dalam, rekayasa pesisir dan laut, energi terbarukan dari laut (seperti arus, gelombang dan OTEC/Ocean Thermal Energy Conversion), industri dan jasa maritim.

    
                                 Pusat Unggulan 
 
        Program Pusat Unggulan dimulai Tahun 2011 (Kepmenneg Riset dan Teknologi No.12/M/KP/III/2014) oleh Kementerian Riset dan Teknologi dan dilanjutkan oleh Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai salah satu program unggulan Tahun 2016- 2019, di bawah Direktur Jenderal Kelembagaan Iptek dan Dikti.

        Apa itu, Pusat Unggulan Iptek (PUI)?. PUI, adalah suatu organisasi yang sudah terbentuk setidaknya 3 (tiga) tahun terakhir, baik berdiri sendiri maupun berkolaborasi dengan organisasi lainnya (konsorsium) yang melaksanakan kegiatan-kegiatan riset bertaraf internasional pada bidang spesifik secara multi dan interdisiplin dengan standar hasil yang sangat tinggi serta relevan dengan kebutuhan pengguna iptek.

        Tujuan dikembangkannya Pusat Unggulan iptek adalah untuk meningkatkan kapasitas dan kapabilitas lembaga litbang menjadi lembaga litbang unggul bertaraf internasional dalam bidang prioritas spesifik agar terjadi peningkatan relevansi dan produktivitas serta pendayagunaan iptek dalam sektor produksi untuk menumbuhkan perekonomian nasional dan berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat.

        Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah strategi dan kegiatan pengembangan kapasitas lembaga, di mana terurai dengan jelas  yang merupakan bagian dari lingkup kerangka Masterplan Pengembangan Kelembagaan yang sudah dibuat, termasuk uraian singkat dan target output dari kegiatan yang akan dilaksanakan dalam rangka memenuhi pencapaian kinerja sebagai Pusat Unggulan Iptek.

        Manfaat yang akan diperoleh lembaga litbang kalau menjadi PUI di antaranya adalah: Memperoleh dana insentif operasional Pengembangan PUI-Kemenristekdikti, setiap tahun selama maksimum tiga tahun.

        Diharapkan lembaga litbang menyediakan dana pendampingan sebesar minimum 10 persen dari total dana insentif yang diperoleh; Kemudahan (prioritas) mendapatkan program insentif lain yang ada di Kemenristekdikti; Mendapatkan pembinaan secara kelembagaan dengan tujuan meningkatkan kinerja (output) lembaga litbang dari sisi akademik dan komersialisasi hasil litbang sehingga dapat berkontribusi lebih besar dalam pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

        Hal ini sudah diawali dengan rencana Kemenristekdikti akan memberikan bantuan satu kapal riset khusus laut untuk Maluku di tahun 2016 ini.

        Suatu keniscayaan, P2LD dapat berkembang lebih cepat menjadi PUI berbasis kemaritiman. Fokus penelitian sangat jelas, dimana laut adalah penghuni utama planet bumi. Ini memegang repositori besar dari keanekaragaman hayati dan sumber daya geologi di planet ini.

        Lingkungan laut dalam menyediakan komponen penting dan jasa yang terdiri dari adanya ikan, senyawa kimia, sumber daya mineral dalam suatu proses biogeokima global dan siklus nutrisi sebagai kesatuan sistem planet kita, khususnya ekosistem laut dalam di Indonesia masih sangat kurang dipahami. Konsorsium dengan perguruan tinggi dan pelibatan stake holder kemaritiman menjadi keharusan untuk mempercepat perkembangan maritim Indonesia.

*) Penulis adalah Widyaiswara Ahli Madya di Kemenristekdikti

Pewarta : Dr Ir RM Agus Sediadi Tamtanus MSi *)
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024