Jakarta (Antara News) - Kementerian BUMN melakukan transformasi menyeluruh terhadap Holding Company PT Perkebunan Nusantara (Persero) mulai dari pemangkasan jumlah direksi, pengawasan intensif dan fokus efisiensi pada usaha hulu (upstream).
"Transformasi menyeluruh terhadap BUMN Perkebunan agar perusahaan bisa lebih efisien dan mampu bersaing dengan perusahaan perkebunan swasta," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro, di Jakarta, Senin.
Induk Holding BUMN PTPN yaitu PTPN III, membawahi anak usaha sebanyak 13 PTPN lainnya yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Transformasi awal dilakukan dengan memangkas jumlah direksi pada seluruh anak usaha menjadi masing-masing hanya tiga orang dari sebelumnya setiap PTPN berjumlah 5 direksi. "Terjadi pengurangan besar-besaran. Jika sebelumnya total direksi seluruh PTPN berkisar 70 orang, sekarang hanya sekitar 30 orang termasuk direksi pada induk usaha (holding)," kata Wahyu.
Sementara itu, Direktur Utama Holding Company PTPN III, Elia Massa Manik mengatakan transformasi menjadi langkah yang harus dijalankan agar mampu membalikkan keadaan keuangan.
Ia menjelaskan, pada tahun 2015 secara konsolidasi seluruh PTPN mengalami total kerugian sekitar Rp615 miliar meskipun penjualan mencapai Rp37 trilliun. "Dari 14 PTPN hanya 6 perusahaan yang membukukan keuntungan antara lain PTPN III, PTPN IV, PTPN VI. Sedangkan sebanyak 8 PTPN menderita kerugian. Ini tidak bisa dibiarkan, harus dicari terobosan baru," kata Elia.
Menurut Elia yang baru menjabat Dirut Holding Company PTPN sejak Mei 2016 ini, bahwa dalam membenahi agro industri harus menempuh tiga langkah bersamaan yaitu pada usaha hulu, medium dan hilir. "Di sektor upstream (hulu) harus efisien. Down stream (hilirisasi) akan berhasil juga upstrem efisien. Ini tantangan dalam menjalankan holding agro. Jika tidak bisa efisien 'for get it". Hilir akan mati," tegasnya.
Ia menuturkan, 95 persen PTPN bergerak pada di upstream yang didominasi industri kelapa sawit, sehingga yang perlu dikejar dan digenjot adalah dari sisi kapasitas.
Tingkat produktivitas PTPN saat ini mencapai rata-rata 18,5 ton per hektare, masih jauh lebih rendah dibanding produktivitas perkebunan swasta yang mencapai 24 ton per hektare.
Elias yang sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Elnusa ini mengatakan, untuk mengejar ketertinggalan tersebut perlu dua pekerjaan rumah bagi PTPN yaitu memperkuat riset dan pengembangan dan menekan rata-rata biaya yang saat ini berkisar 20-35 persen, lebih tinggi dibanding biaya perkebunan swasta.
Dari sisi teknologi Elias juga menyayangkan saat ini dari 14 PTPN baru satu perusahaan yaitu PTPN X yang sudah mememiliki jaringan yang terintegrasi dengan solusi teknologi informasi. "Semua PTPN I-XIV tanpa terkecuali harus terkoneksi dalam satu jaringan teknologi informasi komunikasi menggunakan solusi skala internasional," tegasnya.
Sedangkan dari sisi keuangan, Elias mengatakan pihaknya memperketat sistem audit dengan menunjuk Ernst & Young sebagai auditor. "Pengawasan dilakukan mulai dari top management ke bawah. "Top down system". Dengan pimpinan menjadi role model maka proses integrasi dan transformasi bisnis bisa lebih cepat dan membuahkan hasil yang maksimal," tegasnya.
"Transformasi menyeluruh terhadap BUMN Perkebunan agar perusahaan bisa lebih efisien dan mampu bersaing dengan perusahaan perkebunan swasta," kata Deputi Bidang Usaha Industri Agro dan Farmasi Kementerian BUMN, Wahyu Kuncoro, di Jakarta, Senin.
Induk Holding BUMN PTPN yaitu PTPN III, membawahi anak usaha sebanyak 13 PTPN lainnya yang tersebar di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan.
Transformasi awal dilakukan dengan memangkas jumlah direksi pada seluruh anak usaha menjadi masing-masing hanya tiga orang dari sebelumnya setiap PTPN berjumlah 5 direksi. "Terjadi pengurangan besar-besaran. Jika sebelumnya total direksi seluruh PTPN berkisar 70 orang, sekarang hanya sekitar 30 orang termasuk direksi pada induk usaha (holding)," kata Wahyu.
Sementara itu, Direktur Utama Holding Company PTPN III, Elia Massa Manik mengatakan transformasi menjadi langkah yang harus dijalankan agar mampu membalikkan keadaan keuangan.
Ia menjelaskan, pada tahun 2015 secara konsolidasi seluruh PTPN mengalami total kerugian sekitar Rp615 miliar meskipun penjualan mencapai Rp37 trilliun. "Dari 14 PTPN hanya 6 perusahaan yang membukukan keuntungan antara lain PTPN III, PTPN IV, PTPN VI. Sedangkan sebanyak 8 PTPN menderita kerugian. Ini tidak bisa dibiarkan, harus dicari terobosan baru," kata Elia.
Menurut Elia yang baru menjabat Dirut Holding Company PTPN sejak Mei 2016 ini, bahwa dalam membenahi agro industri harus menempuh tiga langkah bersamaan yaitu pada usaha hulu, medium dan hilir. "Di sektor upstream (hulu) harus efisien. Down stream (hilirisasi) akan berhasil juga upstrem efisien. Ini tantangan dalam menjalankan holding agro. Jika tidak bisa efisien 'for get it". Hilir akan mati," tegasnya.
Ia menuturkan, 95 persen PTPN bergerak pada di upstream yang didominasi industri kelapa sawit, sehingga yang perlu dikejar dan digenjot adalah dari sisi kapasitas.
Tingkat produktivitas PTPN saat ini mencapai rata-rata 18,5 ton per hektare, masih jauh lebih rendah dibanding produktivitas perkebunan swasta yang mencapai 24 ton per hektare.
Elias yang sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Elnusa ini mengatakan, untuk mengejar ketertinggalan tersebut perlu dua pekerjaan rumah bagi PTPN yaitu memperkuat riset dan pengembangan dan menekan rata-rata biaya yang saat ini berkisar 20-35 persen, lebih tinggi dibanding biaya perkebunan swasta.
Dari sisi teknologi Elias juga menyayangkan saat ini dari 14 PTPN baru satu perusahaan yaitu PTPN X yang sudah mememiliki jaringan yang terintegrasi dengan solusi teknologi informasi. "Semua PTPN I-XIV tanpa terkecuali harus terkoneksi dalam satu jaringan teknologi informasi komunikasi menggunakan solusi skala internasional," tegasnya.
Sedangkan dari sisi keuangan, Elias mengatakan pihaknya memperketat sistem audit dengan menunjuk Ernst & Young sebagai auditor. "Pengawasan dilakukan mulai dari top management ke bawah. "Top down system". Dengan pimpinan menjadi role model maka proses integrasi dan transformasi bisnis bisa lebih cepat dan membuahkan hasil yang maksimal," tegasnya.