Kendari (Antara News) - Para pengusaha yang bergerak dalam usaha ekspor hasil perikanan di Kota Kendari akhir-akhir ini justru lebih banyak memilih untuk melakukan transaksi jual beli pada komoditas udang vaname ketimbang mengekspor udang jenis lainnya.
"Meski harga udang vaname jauh lebih rendah dibanding dengan udang sito kualitas ekspor, namun dari segi penjualan dan ketersediaan bahan baku cukup tersedia, sehingga aktivitas untuk usaha jual beli hasil perikanan itu cukup menjanjikan," kata seorang pengusaha perikanan di Kendari Suwondo Wijaya, Senin.
Menurut Direktur PT Sultratuna Samudra itu, selama 3-4 tahun terakhir ini pihaknya tidak lagi melakukan ekspor dan antarpulau ikan tuna dan udang sito, karena selain stoknya sudah sangat terbatas juga persaingan pasar mulai ketat.
Makanya dengan bisnis udang vaname itu, walaupun harganya tergolong rendah, namun permintaan pasar cukup besar baik lokal, antarpulau maupun ekspor, dan stoknya bisa ditemukan dari berbagai petambak di Sultra.
Ia mengatakan, udang vaname yang di antarapulau khususnya ke Surabaya dan Makassar, selain diperoleh dari petambak yang ada di Konawe Selatan, juga datang dari Kabupaten Muna, Kolaka dan Bombana dengan rata-rata antarpulau 100-150 ton dalam satu bulan.
Sebelumnya, Kadis Kelautan dan Perikanan Sultra, Askabul mengatakan, nelayan tambak dibeberapa kabupaten di Sultra kini terus mengintensifkan budidaya udang vaname dan sebagaian ikan bandeng.
Ia mengatakan, potensi tambak udang di Sultra saat ini mencapai 15-17 ribu hektare namun yang dikelola hingga saat ini baru mencapai 50-60 persen.
Sebagai contoh di Kolaka ada sekitar 7.000 hektare tambak dan sekitar 50 persen adalah tambak udang vaname.
Menurut dia, benur udang vaname biasanya didapatkan dari Surabaya, Sulawesi Selatan dan sebagian lainnya di Kendari.
Dalam sekali tebar, kata dia, setiap nelayan tambak udang vaname biasanya menebar sekitar 75.000 hingga 100 ribu benur per hektare per musim, sehingga dalam setahun dibutuhkan sekitar 500.000 hingga 1.000 juta ekor benur. "Karena dalam setahunnya dua kali panen sehingga kebutuhan benur sangat tinggi," jelas Askabul.
"Meski harga udang vaname jauh lebih rendah dibanding dengan udang sito kualitas ekspor, namun dari segi penjualan dan ketersediaan bahan baku cukup tersedia, sehingga aktivitas untuk usaha jual beli hasil perikanan itu cukup menjanjikan," kata seorang pengusaha perikanan di Kendari Suwondo Wijaya, Senin.
Menurut Direktur PT Sultratuna Samudra itu, selama 3-4 tahun terakhir ini pihaknya tidak lagi melakukan ekspor dan antarpulau ikan tuna dan udang sito, karena selain stoknya sudah sangat terbatas juga persaingan pasar mulai ketat.
Makanya dengan bisnis udang vaname itu, walaupun harganya tergolong rendah, namun permintaan pasar cukup besar baik lokal, antarpulau maupun ekspor, dan stoknya bisa ditemukan dari berbagai petambak di Sultra.
Ia mengatakan, udang vaname yang di antarapulau khususnya ke Surabaya dan Makassar, selain diperoleh dari petambak yang ada di Konawe Selatan, juga datang dari Kabupaten Muna, Kolaka dan Bombana dengan rata-rata antarpulau 100-150 ton dalam satu bulan.
Sebelumnya, Kadis Kelautan dan Perikanan Sultra, Askabul mengatakan, nelayan tambak dibeberapa kabupaten di Sultra kini terus mengintensifkan budidaya udang vaname dan sebagaian ikan bandeng.
Ia mengatakan, potensi tambak udang di Sultra saat ini mencapai 15-17 ribu hektare namun yang dikelola hingga saat ini baru mencapai 50-60 persen.
Sebagai contoh di Kolaka ada sekitar 7.000 hektare tambak dan sekitar 50 persen adalah tambak udang vaname.
Menurut dia, benur udang vaname biasanya didapatkan dari Surabaya, Sulawesi Selatan dan sebagian lainnya di Kendari.
Dalam sekali tebar, kata dia, setiap nelayan tambak udang vaname biasanya menebar sekitar 75.000 hingga 100 ribu benur per hektare per musim, sehingga dalam setahun dibutuhkan sekitar 500.000 hingga 1.000 juta ekor benur. "Karena dalam setahunnya dua kali panen sehingga kebutuhan benur sangat tinggi," jelas Askabul.