Jayapura (Antara News) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Kota Jayapura Nofdi J Rampi mengungkapkan warga Kampung Skouw Sae, Skouw Mabo, dan Skouw Yambe, Distrik Muara Tami, yang terletak di kawasan perbatasan RI-PNG kesulitan air bersih.

         "Mereka masih mengandalkan air hujan untuk kebutuhan sehari - hari. Selama ini kehidupan masyarakat Muara Tami berjalan dengan konsep tadah air hujan, menggali sumur lalu diolah," kata Nodfi di Jayapura, Selasa.

         Ia mengatakan, kesulitan air bersih warga perbatasan itu menjadi perhatian Pemerintah Kota Jayapura, dan di tahun anggaran 2016 diprogramkan empat sumur bor di tiga kampung tersebut.

         Pengembangan air layak konsumsi di kawasan tersebut sangat sulit, bahkan satu sumber air yang diharapkan debitnya tidak mungkin cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat tiga kampung itu.

         "Ada sumber air permanen yang bisa kita pikirkan untuk dikembangkan, tapi sumber air itu dari PNG. Gambaran sederhana bahwa itu sudah melintas batas, itu kan masalah," ujar mantan Kepala Dinas Kebersihan dan Pemakaman Kota Jayapura itu.

         Oleh karena itu, solusi lain yang dipikirkan selain membuat sumur bor adalah sistem daur ulang air sumur bor, tetapi membutuhkan anggaran yang cukup besar.  "Muara Tami ini agak susah kita sediakan air, tetapi kita akan upayakan untuk bisa ada air bersih disana," ujarnya.

         Ia menambahkan, air sumur yang dikonsumsi sebagian masyarakat Muara Tami sudah aman karena telah melalui proses pengelolaan dengan mesin-mesin canggih. "Sekarang banyak mesin-mesin pengelolaan air, depot-depot jadi mudah, kalau dulu belum," katanya.

Pewarta : Marius Frisson Yewun
Editor :
Copyright © ANTARA 2024