Suaranya lantang. Intonasi suaranya pun dan tegas. Penguasaan dan penggunaan Bahasa Indonesia juga bagus. Meski lahir dan dibesarkan di lingkungan keluarga orang Betawi, namun sangat jarang menonjolkan logat ke-betawiannya ketika tampil SI podium atau di hadapan publik di berbagai daerah.

          Ketika tampil sebagai pembawa berita di radio Assyafiiyah Bali Matraman Jakarta pada awal 80-an, banyak orang mendengarkannya dengan baik. Bahkan sangat ditunggu di gelombang radio transistor yang  pada saat itubanyak dimiliki warga ibu kota.

          Pedagang di warung pinggir jalan, pasar tradisional dan tukang becak, akrab dengan suara penyiar wanita bersuara "emas" Tuty Alawiyah IRU. Ketika membacakan hadits dan ayat Al-Quran, melalui radio - yang saat itu mudah diperoleh karena harganya terjangkau oleh warga - Tuty banyak mendapat pujian dari para ibu rumah tangga. Pasalnya, ia fasih sekali menyampaikannya.

          Kini wanita bersuara "emas" itu telah kembali ke pangkuan Ilahi. Mantan Menteri Pemberdayaan Perempuan, Hj Tuty Alawiyah, meninggal dunia di Jakarta, Rabu sekitar pukul 07.15 WIB. Almarhumah sebelumnya menjalani perawatan di Rumah Sakit Metropolitan Medical Center, Kuningan, Jakarta.

          "Ibunda kami Hj Tutty Alawiyah AS Rabu pagi ini pukul 07.15 WIB telah dipanggil Allah SWT. Mohon dimaafkan jika ada kesalahan beliau dan mohon doa agar Allah berikan Rahmat dan Jannah-Nya. Aamiin," kata H Dailami Firdaus, salah seorang anak almarhumah yang kini menjadi anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari daerah pemilihan DKI Jakarta.

           Melalui pesan singkatnya yang diterima Antara, Rabu, Dailami menyebutkan, jenazah tokoh Muslimah nasional itu masih disemayamkan di rumah duka di Jalan Raya Jatiwaringin No.51 Pondok Gede, Kota Bekasi dan akan akan dimakamkan setelah Shalat Ashar di Pesantren Anak Yatim Asy Syafi'iyah, di dekat kediaman almarhumah.

           Hj Tuty Alawiyah lahir di Jakarta, 30 Maret 1942. Semasa hidupnya, Tuty pernah menjabat sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan tahun 1998 hingga 1999 pada Kabinet Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.

           Putri dari ulama besar Betawi, KH Abdullah Syafi'i itu merupakan lulusan IAIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan. Tuty juga pernah menjabat sebagai anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat dari tahun 1992 hingga 2004 dari Utusan Golongan.

           Perbedaan mencolok dengan ayahandanya, KH Abdullah Syafi'i yang juga seorang kiai besar bagi masyarakat Betawi adalah suara Tuty Alawiyah yang lantang. Sementara KH Abdullah Sjafii lebih menghentak dan menggelegar. KH Abdullah Sjafii dapat membuat banyak orang menangis tatkala mendengarkan pidato dari atas podium.

           KH Abdullah Syafi'i dan puterinya Tuty Alawiyah sejatinya, dari sisi hitoris, banyak memperoleh kelebihan yang diwariskan ulama terkemuka Betawi sebelumnya. Yaitu, KH Al Marzukiyah yang kini dimakamkan di Cipinang Muara, Jakarta Timur. Almarhum Tuty Alawiyah dalam perjalanan hidupnya gemar belajar seperti halnya KH Abdullah Syafi'i yng tak kenal berhenti menuntut ilmu dari para ulama terkemuka di zamannya. Karenanya, Tuty tergolong wanita intelek di antara sejumlah warga Betawi.

           Dalam berbagai literatur KH Abdullah Syafi'i, yang juga disebut Kiai Dulloh mendapat julukan sebagai "Macan Betawi Kharismatik.".  Ia juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai pandangan luas yang mengacu pada masa depan. Hal ini juga ada pada diri almarhumah Tuty Alawiyah.

           Karena itu, tidak heran kemudian hari, ketika masih sehat, Tutty Alawiyah, dengan gelar guru besar yang diperolehnya diangkat menjadi rektor Universitas Islam As-Syafi'iyah (UIA) Jakarta. Ia juga sebagai Ketua Umum Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT).

           Puteri bungsi dari Tuty Alawiyah, Syifa bercerita, Prof Dr Tutty Alawiyah AS yng juga pemimimpin di Pesantren Khusus Yatim As-Syafi'iyyahsebelumnya menjalani perawatan di rumah sakit.


Pewarta : Edy Supriatna Sjafei
Editor :
Copyright © ANTARA 2024