Kendari (Antara News) - Tiga kelompok buruh/pekerja di Kota Kendari menyampaikan aspirasi di Posko `May Day` di Sekertariat Dinas Nakertrans Sultra yang menyuarakan kesejahteraan terkait upah minimun provinsi (UMP) yang dinilai masih sangat jauh dari harapan.

Ketiga kelompok massa yang satang menyampaikan aspirasi secara bergantian di posko may day di Kendari itu, Senin yakni dari Aliansi Jurnaslitik Indonesia (AJI) sekitar pukul 09.30 Wita, Serikat Buruh Konstruksi Bangunan (SBKB) pukul 10.25 Wita dan Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Kota Kendari pukul 11.30 Wita.

Dalam orasi, jurnalis yang tergabung dalam AJI mengajukan beberapa tuntutan dalam peringatan Hari Buruh Internasional di Kota Kendari, antara lain memminta agar dicabut PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan.

Sementara para pengunjukrasa lainnya menyuarakan UMP di Kota Kendari dan Sultra pada umumnya yang dinilai masih jauh dari harapan. Apalagi saat ini menghadapi kompetisi dunia Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), hak-hak dasar buruh/pekerja hingga kini belum bisa dipenuhi.

Koordinator lapangan SBSI Kota Kendari, Amar Ma`ruf dalam orasinya secara tegas menyatakan sikap agar kualitas SDM buruh dan pengawas ketenagakerjaan melalui bimbingan dan pelatihan sertifikasi.

"Kami juga menyuarakan agar pekerja melalui `out sourching` dihapus dan menolak peraturan pemeriintah PP 78/2015 tentang pengupahan," ujarnya.

Kelompok massa itu juga menolak mobilisasi tenaga kerja asing, dan menolak kriminalisasi terhadap buruh mendesak kepada pemerintah agar upah honorer provinsi dari Rp1 juta menjadi Rp2 juta per bulan.

Sementara itu, Sekertaris Panitia Hari Buruh Tingkat Provinsi, yang juga Kabid Hubinsasker dan Pengawasan Tenaga Kerja Disnakertrans Sultra, Magner Sinaga mengatakan, pihaknya memahami tuntutan para buruh terhadap upah yang dinilai masih kecil dibanding dengan beberapa daerah di Tanah Air.

Namun demikian, kata dia, penetapan UMP itu bukan saja kewenangan sepihak dari pemerintah provinsi maupun bupati dan wali kota, namun telah melalui pengkajian dan analisis yang melibatkan dari semua unsur terkait.

Makner juga mengatakan, pihaknya memahami masih lemahnya pengawasan dinas tenaga kerja kepada sejumlah perusahaan karena hingga saat ini jumlah pengawas yang ada masih sangat jauh dari yang diharapkan.

"Saat ini, kami hanya memiliki 22 tenaga pengawas yang tersebar pada 17 kabupaten kota di Sultra, sementara idealnya harus 100-120 tenaga pengawas," ujarnya.

Pewarta : Azis Senong
Editor :
Copyright © ANTARA 2024