Jakarta (Antara News) - Apa kabar perempuan Indonesia? Apakah mereka sudah "memenuhi" cita-cita yang diperjuangkan oleh RA Kartini.

         Pahlawan Indonesia yang "hanya" hidup seperempat abad, lahir di Jepara, Jawa Tengah 21 April 1879 dan wafat di Rembang, Jawa Tengah, 17 September 1904, itu merupakan pelopor kebangkitan perempuan Indonesia dan memperjuangkan empansipasi wanita atau kesetaraan gender dengan kaum adam.

         Kartini ditetapkan sebagai Pahlawan Kemerdekaan Nasional Indonesia melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 108 Tahun 1964 tertanggal 2 Mei 1964 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno. Pengukuhan itu sekaligus menetapkan tanggal kelahiran Kartini sebagai Hari Kartini untuk diperingati setiap tahun sebagai hari besar nasional.

         Kita tak ingin sekadar memperingati Hari Kartini tiap 21 April dengan pentas kesenian dan parade busana Nusantara, atau menonton film "Surat Cinta Kartini" yang diputar perdana pada Kamis ini di berbagai bioskop di Tanah Air.

         Semangat "habis gelap terbitlah terang" tidak sekadar merupakan kumpulan surat Kartini berisi pemikiran dan sikapnya dalam memperjuangkan kemartabatan perempuan melainkan benar-benar diimplementasikan oleh perempuan atau srikandi Indonesia.

         Penulis sempat membaca surat-surat tulisan tangan asli Kartini di Perpustakaan Universitas Leiden, Belanda, pada 26 Maret 2013 saat mengikuti lawatan kerja Wakil Presiden Boediono saat itu yang berkunjung ke sana sekaligus memberikan kuliah umum di hadapan civitas akademika universitas swasta tertua di Negeri Kicir Angin itu.

         Surat-surat itu berisi sikap dan pandangannya mengenai perlunya pendidikan bagi perempuan, termasuk menentang poligami terhadap perempuan. Kartini telah menginspirasi perempuan Indonesia meskipun usia biologisnya relatif singkat karena sakit akibat komplikasi persalinan.

         Meskipun demikian usia historis Kartini adalah abadi, tak lekang dimakan zaman, sehingga sepanjang masa Kartini dan seluruh perjuangannya senantiasa dikenang, sekaligus sebagai barometer kemajuan perempuan Indonesia.

         Indonesia patut berbangga karena memiliki kartini-kartini di pentas dunia, seperti Megawati Soekarnoputri yang menjadi perempuan pertama Indonesia yang menjadi Presiden RI periode 2001-2004. Bahkan Amerika Serikat yang mengklaim sebagai kampiun demokrasi dunia selama ratusan tahun, belum pernah memiliki presiden perempuan.

         Dyah Permata Megawati Setyawati Sukarnoputri bukan hanya dapat menyamai posisi ayahnya, Soekarno, dahulu sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan. Perempuan kelahiran Yogyakarta 23 Januari 1947 itu juga disegani oleh para pemimpin dunia, sebelum, selama, bahkan setelah dia tak lagi menjadi Presiden RI.

         Megawati menjadi inspirasi dan tokoh perempuan yang banyak mengajarkan makna keteguhan sikap dan prinsip. Megawati masih mencatatkan namanya sebagai perempuan pemimpin partai politik dengan kepemimpinan terlama di dunia, yakni sejak secara aklamasi terpilih sebagai Ketua Umum PDI dalam kongres di Surabaya, Jatim, pada 1993.  
    Megawati tak hanya menjadi perempuan paling berpengaruh bagi partai yang dipimpinnya tetapi juga bagi bangsa Indonesia. Kepemimpinannya mengundang pujian dari banyak negara kerajaan, demokrasi, maupun sosialis.

         Sri Mulyani Indrawati, sejak 2010 hingga kini menjabat "Managing Director and Chief Operating Officer" Bank Dunia yang berkantor pusat di Washington DC, Amerika Serikat. Perempuan kelahiran Bandarlampung 26 Agustus 1962 itu seolah sebagai representasi perempuan Indonesia di pentas dunia.

         Disebutkan bahwa Sri Mulyani yang juga pernah menjadi Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menko Perekonomian itu, bertanggung jawab atas beroperasinya Bank Dunia di seluruh dunia.

         Ia bekerja sangat dekat dengan negara-negara yang menjadi klien Bank Dunia, termasuk membantu 77 negara miskin di dunia dalam upaya mengentaskan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan.

         Sri Mulyani rutin mewakili Bank Dunia di pertemuan G20 dan berbagai pertemuan internasional lainnya. Ia juga bertanggung jawab dalam memberikan arahan strategis dan kerangka kerja serta kebijakan pendanaan Bank Dunia bagi negara-negara miskin.

         Bertemu dengan kepala negara dan kepala pemerintahan dari banyak negara, bukanlah hal yang asing lagi bagi Sri Mulyani, doktor ekonomi lulusan Universitas Illinois, AS, itu.

         Pada bidang olahraga bulutangkis, perempuan Indonesia juga pernah mengukir tinta emas. Adalah perempuan kelahiran kota kecil Tasikmalaya, Jawa Barat, 11 Februari 1971 yang kemudian menjadi juara dan meraih medali emas pada Olimpiade Barcelona di Spanyol pada tahun 1992. Dialah Lucia Fransisca Susi Susanti.

         Susi Susanti hingga kini masih mencatatkan dirinya sebagai atlet bulutangkis perempuan dunia yang marih penghargaan "Hall of Fame" dari Federasi Badminton Dunia pada 2004.

         Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mencatatkan namanya sebagai Wali Kota Terbaik Ketiga Dunia Tahun 2014 versi "World Mayor", setelah Wali Kota Calgary (Kanada) Naheed Nenshi dan yang kedua oleh Wali Kota Ghent (Belgia) Daniel Termont.

         Risma pada 21 Maret lalu juga dianugerahi penghargaan internasional "Ideal Mother (Ibu Ideal) 2016" dari Islamic Educational Scientific and Cultural Organization (ISESCO) di Kairo, Mesir.

         Risma merupakan salah satu dari dua peraih penghargaan "Ideal Mother" yang didaulat menyampaikan pidatonya pada penganugerahan penghargaan di auditorium universitas tersebut. Dalam pidatonya, Risma menyampaikan tentang upaya perlindungan terhadap anak-anak dari kejahatan perdagangan manusia, seperti dengan cara penutupan sejumlah lokalisasi prostitusi yang menjadikan anak-anak sebagai korban.

         Wali Kota Surabaya perempuan pertama itu juga menyebutkan upaya pemberian fasilitas dan pembinaan bagi anak-anak jalanan dan anak-anak terlantar, serta pembinaan serta fasilitas bagi anak-anak berkebutuhan khusus dan atau penyandang disabilitas. Risma menekankan bahwa sejak dilantik menjadi Wali Kota Surabaya, dia telah menjadi "ibu" bagi lebih dari sejuta anak.

         Pidato Risma tersebut pun mendapat tanggapan yang positif dari berbagai pihak. Seusai acara, Ayman Abdallah al Bayaa, Duta Besar Niat Baik IIMSA-PBB dan Direktur Alwasl International Group Uni Emirat Arab (UEA), mendatangi Risma dan menawarkan bantuan untuk program pembinaan anak-anak berkebutuhan khusus di Surabaya.

         Terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu prestasi perempuan Indonesia di berbagai bidang di pentas dunia. Merekalah kartini-kartini yang membuat bangsa ini tetap disegani di kancah internasional.

         Semangat Kartini, langsung atau tidak langsung, diakui atau tidak, telah menginspirasi perempuan Indonesia.

         Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Yohana Yembise yang merupakan perempuan Papua pertama yang menjadi menteri menilai bahwa Kartini menjadi panutan dan motivasi bagi kemajuan perempuan Indonesia.

         Yohana mengakui bahwa pada saat ini sudah banyak perempuan hebat Indonesia. Semangat Kartini dalam membangun bangsa yang mandiri dan kreatif serta berkarakter perlu diwariskan secara terus-menerus.

         Meskipun demikian bukan berarti seluruh perempuan Indonesia terbilang sudah maju, mapan, dan sejahtera. Yohana menjelaskan upaya peningkatan kualitas hidup perempuan di Indonesia masih menghadapi sejumlah kendala. Pertama, bidang pendidikan, masih banyak perempuan belum mencapai kebijakan wajib belajar sembilan tahun yakni hanya lulus sekolah lanjutan pertama.

         Kedua, di bidang kesehatan, pelayanan kesehatan pada perempuan khususnya ibu pada masa kehamilan dan melahirkan masih perlu mendapatkan perhatian serius. Ketiga, bidang ekonomi, masih terjadi kesenjangan. Keempat, bidang politik, belum sepenuhnya terealisasi meskipun undang-undang telah menjamin 30 persen keterwakilan perempuan. Kelima, banyak kasus tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak, termasuk tindak pidana perdagangan orang.

         Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa mengingatkan kaum perempuan agar tidak bernasib sama seperti yang dialami Kartini yang meninggal muda akibat komplikasi persalinan dan keterlambatan mendapatkan layanan persalinan. Hingga kini punya pekerjaan rumah di mana angka kematian ibu di Indonesia masih 359 per 100 ribu kelahiran hidup.

         Nasib buruk Kartini diharapkan tak terulang pada perempuan era kekinian. Habis gelap terbitlah terang semestinya benar-benar terang benderang. Jayalah perempuan Indonesia.

Pewarta : Budi Setiawanto
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024