Kendari (Antara News) - Penjabat Bupati Buton Selatan HM Faisal mengatakan, luas kawasan hutan jati di wilayah Sampolawa, Buton Selatan, menyusut karena pembalakan liar yang sulit dikendalikan.
"Awalnya seluas kawasan hutan jati Sampolawa di areal peruntukan lain atau APL mencapai 570 hektare lebih," katanya melalui telepon dari Batauga, Selasa.
Namun akibat aktivitas pembalakan liar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, luas kawasan hutan jati tersebut menyusut dan tersisa kurang lebih 250 hektare.
Menurut dia, para pelaku pembalakan liar bebas menebang kayu di dalam kawasan hutan jati yang berlokasi di sepanjang jalan poros dan diapit perkampungan penduduk karena ada oknum petugas yang ikut terlibat melindungi para pelaku.
Dengan perlindungan petugas, kata dia, para pelaku sangat mudah menebang kayu jati dan leluasa mengeluarkannya dari dalam kawasan hutan, diangkut ke luar wilayah Buton Selatan. "Saya sudah meminta pihak Polda Sultra untuk turun tangan mengatasi kasus pembalakan liar di dalam kawasan hutan jati Sampolawa di Buton Selatan ini," katanya.
Menurut Faisal, Penjabat Bupati Buton Selatan sebelumnya, La Ode Mustari pernah menerbitkan Izin Pengolahan Kayu atau IPK jati dalam kawasan hutan jati di areal APL itu.
Namun masyarakat adat Sampolawa, kata dia, menggunggat IPK yang diterbitkan penjabat bupati tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. "Hasilnya, PTUN Kendari maupun PTUN Makassar memerintahkan penjabat Bupati Buton Selatan sebelumnya untuk membekukan IPK yang diterbitkan tersebut," katanya.
Dengan putusan PTUN yang sudah berkuatan hukum tetap itu, kata dia, maka IPK yang diterbitkan Penjabat Bupati sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. "Oleh karena IPK sudah tidak berlaku lagi secara hukum, maka segala kegiatan perusahaan pemegang IPK di dalam kawasan hutan jati Sampolawa sudah ilegal," katanya.
"Awalnya seluas kawasan hutan jati Sampolawa di areal peruntukan lain atau APL mencapai 570 hektare lebih," katanya melalui telepon dari Batauga, Selasa.
Namun akibat aktivitas pembalakan liar yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab, luas kawasan hutan jati tersebut menyusut dan tersisa kurang lebih 250 hektare.
Menurut dia, para pelaku pembalakan liar bebas menebang kayu di dalam kawasan hutan jati yang berlokasi di sepanjang jalan poros dan diapit perkampungan penduduk karena ada oknum petugas yang ikut terlibat melindungi para pelaku.
Dengan perlindungan petugas, kata dia, para pelaku sangat mudah menebang kayu jati dan leluasa mengeluarkannya dari dalam kawasan hutan, diangkut ke luar wilayah Buton Selatan. "Saya sudah meminta pihak Polda Sultra untuk turun tangan mengatasi kasus pembalakan liar di dalam kawasan hutan jati Sampolawa di Buton Selatan ini," katanya.
Menurut Faisal, Penjabat Bupati Buton Selatan sebelumnya, La Ode Mustari pernah menerbitkan Izin Pengolahan Kayu atau IPK jati dalam kawasan hutan jati di areal APL itu.
Namun masyarakat adat Sampolawa, kata dia, menggunggat IPK yang diterbitkan penjabat bupati tersebut ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari. "Hasilnya, PTUN Kendari maupun PTUN Makassar memerintahkan penjabat Bupati Buton Selatan sebelumnya untuk membekukan IPK yang diterbitkan tersebut," katanya.
Dengan putusan PTUN yang sudah berkuatan hukum tetap itu, kata dia, maka IPK yang diterbitkan Penjabat Bupati sebelumnya sudah tidak berlaku lagi. "Oleh karena IPK sudah tidak berlaku lagi secara hukum, maka segala kegiatan perusahaan pemegang IPK di dalam kawasan hutan jati Sampolawa sudah ilegal," katanya.