Jakarta (Antara News) - Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera), Yoseph Umar Hadi menilai, UU Tapera merupakan terobosan baru bidang perumahan di Indonesia dan dinilai mampu mengatasi persoalan mendasar sektor ini, terutama dari sisi pembiayaan.

         "Ini terobosan baru untuk menjawab persoalan dasar soal pembiayaan perumahan," katanya saat dihubungi di Jakarta, terkait dengan disahkannya Rancangan Undangan-undang (RUU) Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) menjadi Undang-Undang (UU) dalam Rapat Paripurna ke-19 DPR RI masa persidangan III tahun 2015-2016, di gedung DPR RI, Selasa.

         Ia menyampaikan bahwa kemampuan keuangan negara (APBN) dari tahun ke tahun sangat terbatas dan untuk menyediakan rumah bagi masyarakat yang miskin saja, pemerintah sudah kewalahan karena hanya mampu menyediakan rata-rata 300.000-500.000 unit setiap tahun, sementara kebutuhan (demand) yang ada mencapai 800.000 unit per tahun.

         Sementara kebutuhan rumah untuk masyarakat di atas garis kemiskinan atau di atas upah minimum belum tertangani dengan baik.

         "Masyarakat yang berada dalam segmen ini atau yang sering disebut sebagai masyarakat berpenghasilan rendah yang jumlahnya mencapai puluhan juta atau sekitar 40 persen juga memerlukan perhatian," katanya.

         Yoseph juga menambahkan bahwa program Fasiltas Likuiditas Pembiayaan Perumahan atau FLPP yang diluncurkan pemerintah lima tahun silam yang rata-rata mencapai Rp5-7 trilliun setiap tahun juga tidak mampu mengatasi penyediaan rumah bagi kelompok ini.

         Oleh karena itu, kalau tidak ada terobosan atau solusi yang bersifat revolusioner, persoalan ini akan menjadi bom waktu bagi bangsa Indonesia.

         Karenanya, kata Yoseph, DPR berpandangan UU Tapera ini bersama seperangkat peraturan perundangan lain di bidang perumahan yaitu UU No 1/2011 tentang Perumahan dan Kawasan Pemukiman, UU No 20/2011 tentang Rumah Susun, akan mampu mengatasi persoalan mendasar mengenai perumahan terutama dari sisi sistem pembiayaan.

                Gotong Royong
         Yoseph juga menegaskan bahwa inti pokok dari UU Tapera adalah menyediakan sebuah payung hukum bagi pemerintah untuk mewajibkan setiap Warga Negara Indonesia maupun asing yang bekerja di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) untuk menabung sebagian dari penghasilannya di Bank Kustodian.

         "Dananya akan dikelola oleh Badan Pengelola (BP) Tapera untuk dipupuk dan dimanfaatkan untuk penyediaan rumah murah dan layak," katanya.

         Apabila semua pekerja baik formal maupun mandiri, yang memiliki penghasilan di atas upah minimum menabung, maka tercapai dana tabungan yang sangat besar.

         Hasil pemupukan jumlah dana yang besar ini akan dipergunakan untuk mensubsidi MBR, untuk memperoleh kredit perumahan dengan bunga murah dan jangka panjang. Pemanfaatan dana Tapera dan hasil pemupukannya hanya untuk peserta yang akan membeli, membangun atau merenovasi rumah pertama, serta akan dikembalikan pada saat peserta berusia 58 tahun atau sudah pensiun.

         "Inilah subtansi kegotongroyongan seluruh warga bangsa bahwa penabung yang mampu dan sudah memiliki rumah merelakan sebagian penghasilannya ditabung dengan bunga murah, dengan tujuan membantu warga yang penghasilannya rendah," katanya.

         Dia juga menyebut, semangat kebersamaan juga dicerminkan dengan kewajiban pemberi kerja kepada karyawannya. Sementara besarnya kontribusi tersebut diatur dalam peraturan pemerintah agar mudah disesuaikan dengan perkembangan ekonomi.

         UU Tapera terdiri dari 12 Bab dan 82 pasal.

Pewarta : Edy Sujatmiko
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024