Kupang (Antara News) - Seorang oknum jaksa senior di Kejaksaan Tinggi (Kejati) NTT berinisial DRL diduga menjual aset negara yang merugikan negara senilai kurang lebih Rp5 miliar, kata Kepala Seksi Penerangan dan Hukum dan Humas Kejati NTT, Ridwan Angsar kepada Antara, di Kupang, Jumat.
"Semalam kami sempat memeriksa PW seorang tersangka yang mengaku membeli sejumlah aset negara berupa tanah dan gedung dari DRL. Namun sampai saat ini kami masih menyelidikinya," katanya di Kupang.
Usai melakukan pemeriksaan terhadap PW selama kurang lebih 11 jam, menurut Ridwan yang bersangkutan langsung ditahan karena masih dalam dugaan membeli aset tersebut dari jaksa DRL.
Menurut Ridwan, aset-aset negara tersebut sebenarnya pernah dilelang beberapa waktu yang lalu namun dalam perjalanan DRL menurut pengakuan PW menjualnya kepada dirinya.
"Pada intinya yang pasti DRL akan ditetapkan sebagai tersangka, namun masih menunggu konfirmasi dari pihak Kejaksaan Agung, serta surat izinnya. PW juga sudah ditahan karena masih dalam dugaan bekerja sama dengan DRL sebagai penadah aset negara," tuturnya.
Dalam kasus ini tersangka Pw, kata Ridwan, dijerat dengan Undang-Undang (UU) tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 31/ 1999 yang diubah dengan UU RI nomor 20/ 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 18, jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
PW selain diduga sebagai penadah aset negara, ia juga merupakan tersangka dalam pembelian aset negara yang dilakukan dengan cara tidak sah yang tersebar di seluruh NTT yang nilai asetnya mencapai Rp63 miliar,
Untuk diketahui aset tersebut merupakan milik negara yang telah dirampas oleh negara dari PW yang mana barang rampasan itu sudah berkekuatan hukum berdasarkan keputusan pengadilan yang melibatkan salah satu terpidana lainnya yakni Adrian Werling Woworunto mantan komisaris PT Aditya Putra Prtama Finance dan PT Brocolin.
Adrian Werling Woworuntu juga merupakan terpidana kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran, Jakarta Selatan, pada 2005 yang sudah divonis penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung (MA) tahun 2010.
"Semalam kami sempat memeriksa PW seorang tersangka yang mengaku membeli sejumlah aset negara berupa tanah dan gedung dari DRL. Namun sampai saat ini kami masih menyelidikinya," katanya di Kupang.
Usai melakukan pemeriksaan terhadap PW selama kurang lebih 11 jam, menurut Ridwan yang bersangkutan langsung ditahan karena masih dalam dugaan membeli aset tersebut dari jaksa DRL.
Menurut Ridwan, aset-aset negara tersebut sebenarnya pernah dilelang beberapa waktu yang lalu namun dalam perjalanan DRL menurut pengakuan PW menjualnya kepada dirinya.
"Pada intinya yang pasti DRL akan ditetapkan sebagai tersangka, namun masih menunggu konfirmasi dari pihak Kejaksaan Agung, serta surat izinnya. PW juga sudah ditahan karena masih dalam dugaan bekerja sama dengan DRL sebagai penadah aset negara," tuturnya.
Dalam kasus ini tersangka Pw, kata Ridwan, dijerat dengan Undang-Undang (UU) tindak Pidana Korupsi pasal 2 ayat (1) UU RI nomor 31/ 1999 yang diubah dengan UU RI nomor 20/ 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, jo pasal 18, jo pasal 55 (1) ke-1 KUHP.
PW selain diduga sebagai penadah aset negara, ia juga merupakan tersangka dalam pembelian aset negara yang dilakukan dengan cara tidak sah yang tersebar di seluruh NTT yang nilai asetnya mencapai Rp63 miliar,
Untuk diketahui aset tersebut merupakan milik negara yang telah dirampas oleh negara dari PW yang mana barang rampasan itu sudah berkekuatan hukum berdasarkan keputusan pengadilan yang melibatkan salah satu terpidana lainnya yakni Adrian Werling Woworunto mantan komisaris PT Aditya Putra Prtama Finance dan PT Brocolin.
Adrian Werling Woworuntu juga merupakan terpidana kasus pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI) cabang Kebayoran, Jakarta Selatan, pada 2005 yang sudah divonis penjara seumur hidup oleh Mahkamah Agung (MA) tahun 2010.