Palembang (Antara News) - Presiden ke-6 RI, Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan dunia saat ini menuntut setiap negara menerapkan ekonomi hijau di sektor pertanian karena apa yang dilakukan selama ini telah mengakibatkan kerusakan lingkungan sehingga mengancam keberlangsungan kehidupan.

         SBY dalam kuliah umum di Universitas Islam Negeri Raden Fatah dengan tema "Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dan Ekonomi Hijau Abad 21", Rabu, mengatakan keinginan ini sudah dikonsensuskan oleh negara-negara di dunia dalam "Sustainable Development Goals 2015-2030" (pengganti MDGs) yang tujuan utamanya mengurangi kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. Ia pun turut dalam koseptor tujuan dari SDGs ini.

         "Pangan menjadi agenda utama setiap negara saat ini yang tergambar dalam SDGs, melalui ini mulai dimunculkan suatu model pertanian hijau (green ekonomy) yang dianggap paling cocok di tengah banyak tekanan saat ini, seperti pertambahan jumlah penduduk, perubahan iklim, dan kerusakan lingkungan," tutur SBY.

         Dalam konsep "green ekonomy" ini, SBY berharap Indonesia sebagai negara berkembang turut ambil bagian karena jumlah penduduk negara ini diperkirakan tembus 306 juta jiwa pada 2035, sementara kelompok pengkonsumsi makanan bermutu akan bertambah dari 55 juta jiwa menjadi 125 juta jiwa pada 2035.

         "Revolusi hijau yang dulu dilakukan memang berhasil meningkat produksi pangan, tapi penggunaan pupuk dan zat kimia secara berlebihan telah merusak lingkungan. Sehingga, model seperti ini seharusnya ditinggalkan dan beralih ke pertanian hijau," ujar SBY dihadapan ribuan mahasiswa dari dua universitas negeri dan delapan perguruan tinggi se-Sumsel.

         Doktor lulusan IPB bidang ilmu ekonomi pertanian ini mengemukakan, penerapan pertanian hijau ini sangat penting karena sektor ini menyerap air hingga 70 persen dari yang digunakan di muka bumi, menggunakan lahan hingga 34,3 persen, menghasilkan gas buang hingga 17-30 persen, menyerap pekerja hingga 37,3 persen, dan khusus di negara berkembang mendominasi hingga 97 persen dari sektor lain.

         "Artinya, sektor pertanian ini besar sekali sumbangsihnya. Jika dikelola dan diimplementasikan dengan benar maka akan membawa kesejahteraan," ujarnya.

         Bagi Indonesia sendiri, sektor pertanian ini harus menjadi fokus utama karena hingga kini masih membutuhkan suplai dari negara lain, sementara seperti diketahui pasar global sering mengalami gangguan.

         "Jadi solusinya harus memiliki strategi yang betul-betul bisa membangun ketahanan pangan, bagaiamana, ya dengan 'green ekonomy'," kata Presiden The Global Green Growth Institute ini.

         Sehingga, ia berharap pemerintah saat ini bisa membuat kebijakan regulasi yg tepat terkait pertanian, kemudian penyediaan yang memadai, adanya riset yang unggul, dukungan infrastruktur waduk, irigasi, dan embung, pola cocok tanam bagus yang disebarkan ke komunitas petani.

         Kemudian, rantai produksi, distribusi, hingga konsumsi harus efisien supaya harga murah, adanya kemitraan pemerintah, dunia usaha, petani, dan masyarakat, serta kepemimpinan yang bertanggung jawab di tiap-tiap daerah.

         "Tidak ada resep ajaib, jadi harus berpikir ke depan dan mau bekerja keras karena tanpa ketahanan pangan maka warganya tidak akan sejahtera apalagi mencapai suatu kualitas hidup," ucap SBY dalam acara yang digagas Pandu Tani Indonesia ini.


                                       Bahayakan Lingkungan

         Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan sistem ekonomi kapital yang diterapkan di banyak negara yakni menyerahkan ke mekanisme pasar terbilang sangat membahayakan kelestarian lingkungan karena para pelaku cenderung serakah.

         "Ekonomi dunia saat ini masih konvensional dan kapital, menyediakan ke mekanisme pasar. Jika tidak segera dikoreksi dan diperbaiki maka akan mengancam keberlangsungan kehidupan manusia di bumi," kata SBY.

         SBY mengemukakan itu dalam kuliah umum di Universitas Islam Negeri Raden Patah, Palembang, Rabu, bertemakan "Pembangunan Pertanian Berkelanjutan dan Ekonomi Hijau Abad 21".

         Untuk itu, lulusan S3 Institut Pertanian Bogor ini mengemukakan bahwa negara harus bertindak dan mengukuhkan keberadaannya sebagai penjaga lingkungan dengan bertanggung jawab penuh.

         Menurutnya, ini berdasarkan koreksi atas penerapan revolusi industri pada abad ke-18 yang berujung pada kerusakan lingkungan secara masif, meski di sisi lain mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

         "Jadi konsep pembangunan berkelanjutan harus dikedepankan, dan untuk sektor pertanian, model yang paling cocok yakni 'green economy' yakni sistem perekonomian yang mampu meningkatkan kualitas hidup manusia (sejahtera) dengan berkeadilan sosial (tidak ada lagi kelaparan)," tuturnya.

         Menurut dia, Indonesia sebagai negara berkembang dengan perkirakan penduduk mencapai 306 juta jiwa di tahun 2035, harus bertransformasi total terkait pembangunan sektor pertanian ini.

         "Mengapa? Karena jika tidak mau dan tidak mampu maka Indonesia akan tersisi dan menjadi bangsa yang tertinggal. Lantas, jika sudah begini maka Indonesia menjadi bangsa yang suram dan bermasalah," tukasnya.

         Persoalannya, menurut SBY, mau atau tidak mau bangsa ini untuk berubah karena sejatinya konsep untuk mencapai ketahanan pangan dalam upaya mencapai kesejahteraan ini sudah diketemukan dan telah menjadi konsesus negara-negara di dunia.

         Konsep 'green economy' ini tertuang dalam "Sustainable Development Goals" 2015-2030 (pengganti MDGs) yang tujuan utamanya mengurangi kemiskinan dan menghilangkan kelaparan. (SBY menjadi salah seorang koseptornya).

         "Ini bukan persoalan ide barunya, tapi terkadang bangsa kita sendiri yang enggan berubah. Padahal sudah tahu salah, mengapa dipertahankan," ujar SBY dalam acara yang digagas Pandu Tani Indonesia ini.

         Mulai saat ini, menurut SBY, negara harus berhitung dalam setiap penggunaan sumber daya alam dari mulai produksi, distribusi hingga konsumsi.

         "Kita semua harus keluar dari ekonomi yang serakah dan beralih ke ekonomi hijau. Pakailah yang dibutuhkan saja," ujar kata Presiden The Global Green Growth Institute ini.

Pewarta : Dolly Rosana
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024