Kendari (Antara News) - Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara mencatat sebanyak 17 perusahaan saat ini sedang membangun pabrik pemurnian nikel atau smelter di daerah itu.
"Ada 17 perusahaan sekarang ini masih dalam tahap pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian smelter," kata Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di Kendari, Jumat.
Disebutkan, 17 perusahaan itu adalah PT Konawe Nikel Nusantara dengan progres 31-50 persen, PT Karyatama Konawe Utara 31-50 persen, PT Integra Mining Nusantara 31-50 persen, PT Kembar Emas Sultra 31-50 persen.
Kemudian PT Elit Kharisma 31-50 persen, PT Bhineka Sekarsa Adidaya 31-50 persen, PT Pernick Sultra 6-10 persen, PT Anugerah Sakti Utama 6-10 persen, PT Stargate Pasific Resouce 6-10 persen.
PT Surya Saga Utama 6-10 persen, PT Putra Mekongga 6-10 persen, PT Bososi Pratama 11-30 persen, PT Ang and Fang Brother 11-30 persen, PT Macika Mineral Industri 11-30 persen, PT Sambas Mineral Mining 11-30 persen, PT Jilin Metal Industri 11-30 persen, PT Cahaya Modern Metal Industri 81-100 persen.
Gubernur mengatakan, Sulawesi Tenggara diarahkan untuk menjadi kawasan pusat industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup beragam.
"Kita juga memiliki potensi cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi," katanya.
Sesuai amanat Undang - Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di dalam salah satu pasalnya menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk bahan baku.
"Dengan kata lain bahwa sebelum diekspor, bahan baku harus melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi artinya bahwa harus ada pabrik pengolahan di dalam negeri," katanya.
"Ada 17 perusahaan sekarang ini masih dalam tahap pembangunan fasilitas pengolahan dan pemurnian smelter," kata Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di Kendari, Jumat.
Disebutkan, 17 perusahaan itu adalah PT Konawe Nikel Nusantara dengan progres 31-50 persen, PT Karyatama Konawe Utara 31-50 persen, PT Integra Mining Nusantara 31-50 persen, PT Kembar Emas Sultra 31-50 persen.
Kemudian PT Elit Kharisma 31-50 persen, PT Bhineka Sekarsa Adidaya 31-50 persen, PT Pernick Sultra 6-10 persen, PT Anugerah Sakti Utama 6-10 persen, PT Stargate Pasific Resouce 6-10 persen.
PT Surya Saga Utama 6-10 persen, PT Putra Mekongga 6-10 persen, PT Bososi Pratama 11-30 persen, PT Ang and Fang Brother 11-30 persen, PT Macika Mineral Industri 11-30 persen, PT Sambas Mineral Mining 11-30 persen, PT Jilin Metal Industri 11-30 persen, PT Cahaya Modern Metal Industri 81-100 persen.
Gubernur mengatakan, Sulawesi Tenggara diarahkan untuk menjadi kawasan pusat industri pertambangan nasional mengingat wilayah ini memiliki berbagai sumber daya bahan galian, mineral dan energi yang cukup beragam.
"Kita juga memiliki potensi cadangan yang cukup besar dan memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi," katanya.
Sesuai amanat Undang - Undang No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, di dalam salah satu pasalnya menyebutkan adanya larangan untuk mengekspor bahan galian dalam bentuk bahan baku.
"Dengan kata lain bahwa sebelum diekspor, bahan baku harus melalui proses pengolahan menjadi barang setengah jadi artinya bahwa harus ada pabrik pengolahan di dalam negeri," katanya.