Mekkah (Antara News) - Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI) mendesak DPR RI segera menetapkan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 2016 agar pemerintah bisa melakukan negosiasi dengan perusahaan jasa di Arab Saudi lebih awal untuk mendapatkan harga dan pelayanan terbaik.

        "Kalau perlu menggunakan kalender hijriah," kata Ketua KPHI Slamet Effendy Yusuf di Mekkah, Arab Saudi, Kamis, usai bertemu dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin dan jajarannya.

        Selain itu, ia meminta agar DPR tidak hanya semangat untuk menurunkan harga dalam menentukan BPIH, namun juga memperhitungkan dampaknya terhadap pelayanan.

        Ia mencontohkan akibat penurunan BPIH tahun ini, pelayanan bus antarkota dari Madinah ke Mekkah dan sebaliknya lebih buruk dibandingkan tahun sebelumnya.

        Beberapa bus yang mengantar jamaah dari Madinah ke Mekkah mogok di tengah jalan dan penyejuk udara dalam ruang (AC) bus mati.

        Hal itu, menurut Slamet, karena perusahaan bus yang pernah masuk daftar hitam (blacklist) kembali digunakan, seperti Abu Sarhad dan Hafil. "Dalam kasus bus mogok, pemerintah tidak bisa disalahkan," ujar dia. Menurut dia, hal itu terkait semangat DPR menurunkan BPIH dengan menghapus biaya peningkatan layanan bus antarkota.

        Padahal, lanjut dia, banyak jamaah yang menilai tidak masalah BPIH tidak diturunkan, namun kenyamanan bus antarkota yang menempuh perjalanan lebih dari delapan jam nyaman.

        Pada kesempatan itu, Slamet juga meminta Kementerian Agama selaku PPIH memperkuat posisi tawar dengan Naqabah (semacam organisasi angkutan darat di Arab Saudi) agar mendapat layanan bus yang lebih baik dengan menerapkan standar usia bus. "Saat ini kami lihat ada bus yang usianya abad 20 masih digunakan," ujar Slamet.

        Untuk penyelenggaraan puncak haji di Arafah, Muzdalifah, Armina (Armina), KPHI mengapresiasi langkah pemerintah meningkatkan pasokan air minum untuk jamaah dari dua botol kecil ukuran 330 ml menjadi empat botol besar ukuran 660ml untuk setiap kali makan.

        "Selain itu  sebelum pembagian konsumsi juga ada minum dan tempat penyimpanan air, serta tenda sudah ada AC," katanya. Apalagi, pada saat Arafah diperkirakan udara jauh lebih panas dari sekarang.

        Slamet juga mengatakan sudah ada kabar resmi  dari Pemerintah Arab Saudi bahwa korban meninggal dan luka akan mendapat santuan Kerajaan. "Sekarang pemerintah sedang mencari informasi bagaimana prosesnya, termasuk untuk satu orang korban yang belum teridentifikasi karena jenazahnya sangat rusak," katanya.


Pewarta : Oleh Risbiani Fardaniah
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024