Makassar (Antara News) - Forum Dosen Makassar mengharapkan Muktamar ke-47 Muhammadiyah yang digelar di Makassar, Sulawesi Selatan, 3-7 Agustus 2015, tidak bermuatan politik.
"Harus diketahui pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah di Makassar ini membawa visi-misi dan agendanya apa, mau dibawa kemana, apakah kepentingan negara atau kepentingan organisasi. Sebab, saat ini sulit dibedakan mana Ormas mana Parpol," ujar anggota Forum Dosen, Adi Suryadi Culla di Makassar, Minggu.
Menurut dia, Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar harus mempunyai agenda ke depan apa yang harus dilakukan, sehingga jelas akan dikemanakan organisasi Muhammadiyah yang dibangun KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri organisasi tertua itu.
Kendati demikian diketahui Muhammadiyah juga mempunyai kader yang telah membangun partai yakni Partai Amanat Nasional yang cukup dikenal masyarakat, nota benenya beberapa kadernya berasal dari organisasi Muhammadiyah dan berkiprah di partai.
"Kedepan harus ada kanalisasi pengkaderan bagi Ormas Muhammadiyah, karena orang awam itu tidak mengetahui secara pasti apakah PAN itu partainya Muhammadiyah, ataukah ormas yang berdiri sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan partai," ucap Dosen Sosial Politik Unhas itu.
Sementara anggota lainnya Aswar Hasan mengemukakan Muktamar Muhammadiyah dan Muktamar Satu Abad 'Aisyiyah, mengangkat tema "Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan" adalah sangat mulia namun apakah pencerahan itu sudah dilakukan.
"Muhammadiyah saat ini apakah sudah maksimal melakukan gerakan pendidikan sebagai salah satu pencerahan. Dari sisi potensi ekonomi Muhammadiyah menurut saya sudah mapan. Harapannya Muhammadiyah mesti menjaga jarak dengan kekuasaan dan menjaga eksistensi organisasi pada abad politik ke depan," harapnya.
Menanggapi usulan tersebut, pengurus Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Imran Hanafi mengatakan organisasi ini lebih maju selangkah dengan gerakan plural secara inklusif.
"Muhammadiyah adalah organisasi Islam selangkah lebih maju dari organisasi lainnya dengan gerakan pencerahan untuk mengajak masyarakat memajukan Islam dan penyejuk bagi umat," paparnya.
Terkait dengan Partai Politik, memang sejak awal perserikatan melarang itu namun beberapa aknum berasal dari kader Muhammadiyah sudah masuk ranah politik, dan itu hanya bagian dari individu tidak membawa organisasi.
"Memang diakui ada oknum yang sengaja menyeret organisasi ini masuk dalam politik praktis. Sejak dulu pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan mengatakan Muhammadiyah tidak dijadikan model politik tetapi wadah untuk berdakwah kepada masyarakat," jelas dia.
Dalam pertemuan itu sejumlah dosen dan pakar ilmu sosial dan politik membahas sejumlah agenda Muhammadiyah, seperti krisis idelogi kader, kriteria 13 pimpinan Muhammadiyah yang akan dipilih dalam sidang muktamar nanti, apakah paham agama, mengetahui hukum dan komunikasi dakwah serta berintektual, peduli dan mengerti budaya kultur Indonesia.
"Harus diketahui pelaksanaan Muktamar Muhammadiyah di Makassar ini membawa visi-misi dan agendanya apa, mau dibawa kemana, apakah kepentingan negara atau kepentingan organisasi. Sebab, saat ini sulit dibedakan mana Ormas mana Parpol," ujar anggota Forum Dosen, Adi Suryadi Culla di Makassar, Minggu.
Menurut dia, Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar harus mempunyai agenda ke depan apa yang harus dilakukan, sehingga jelas akan dikemanakan organisasi Muhammadiyah yang dibangun KH Ahmad Dahlan sebagai pendiri organisasi tertua itu.
Kendati demikian diketahui Muhammadiyah juga mempunyai kader yang telah membangun partai yakni Partai Amanat Nasional yang cukup dikenal masyarakat, nota benenya beberapa kadernya berasal dari organisasi Muhammadiyah dan berkiprah di partai.
"Kedepan harus ada kanalisasi pengkaderan bagi Ormas Muhammadiyah, karena orang awam itu tidak mengetahui secara pasti apakah PAN itu partainya Muhammadiyah, ataukah ormas yang berdiri sendiri dan tidak ada sangkut pautnya dengan partai," ucap Dosen Sosial Politik Unhas itu.
Sementara anggota lainnya Aswar Hasan mengemukakan Muktamar Muhammadiyah dan Muktamar Satu Abad 'Aisyiyah, mengangkat tema "Gerakan Pencerahan Menuju Indonesia Berkemajuan" adalah sangat mulia namun apakah pencerahan itu sudah dilakukan.
"Muhammadiyah saat ini apakah sudah maksimal melakukan gerakan pendidikan sebagai salah satu pencerahan. Dari sisi potensi ekonomi Muhammadiyah menurut saya sudah mapan. Harapannya Muhammadiyah mesti menjaga jarak dengan kekuasaan dan menjaga eksistensi organisasi pada abad politik ke depan," harapnya.
Menanggapi usulan tersebut, pengurus Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Pimpinan Pusat Muhammadiyah Imran Hanafi mengatakan organisasi ini lebih maju selangkah dengan gerakan plural secara inklusif.
"Muhammadiyah adalah organisasi Islam selangkah lebih maju dari organisasi lainnya dengan gerakan pencerahan untuk mengajak masyarakat memajukan Islam dan penyejuk bagi umat," paparnya.
Terkait dengan Partai Politik, memang sejak awal perserikatan melarang itu namun beberapa aknum berasal dari kader Muhammadiyah sudah masuk ranah politik, dan itu hanya bagian dari individu tidak membawa organisasi.
"Memang diakui ada oknum yang sengaja menyeret organisasi ini masuk dalam politik praktis. Sejak dulu pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan mengatakan Muhammadiyah tidak dijadikan model politik tetapi wadah untuk berdakwah kepada masyarakat," jelas dia.
Dalam pertemuan itu sejumlah dosen dan pakar ilmu sosial dan politik membahas sejumlah agenda Muhammadiyah, seperti krisis idelogi kader, kriteria 13 pimpinan Muhammadiyah yang akan dipilih dalam sidang muktamar nanti, apakah paham agama, mengetahui hukum dan komunikasi dakwah serta berintektual, peduli dan mengerti budaya kultur Indonesia.