Kendari  (Antara News) - Nelayan Pulau Sagori, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara (Sultra), meminta Dinas Kelautan dan Perikanan Sultra untuk menertibkan pengguna alat tangkap ikan berupa pukat cincin yang dinilai tidak ramah lingkungan.

"Penggunaan pukat cincin oleh para nelayan dari luar Sultra itu telah menyebabkan sebagian karang di wilayah pesisir Pulau Sagori rusak terkena tali pukat," kata La Mangge, salah seorang nelayan Pulau Sagori di Kendari, Sabtu.

Menurut dia, sejak para nelayan dari luar wilayah Sultra mengoperasikan pukat cincin di wilayah pesisir Pulau Sagori, hasil tangkapan ikan nelayan setempat menurun drastis.

Sebelumnya, kata dia, nelayan setempat bisa memperoleh pendapatan Rp750 ribu sampai Rp1 juta sekali melaut, saat ini sudah beruntung bisa dapat Rp300 ribu sampai Rp500 ribu.

"Kami sulit mendapatkan karena ikan-ikan yang ada di area yang sering dilewati pukat cincin, menjadi liar," katanya.

Menurut dia, pukat cincin yang dipakai para nelayan sebetulnya hanya dipakai mengurung ikan pada satu titik lokasi tertentu.

Setelah ikan terkumpul banyak di dalam lingkungan pukat, kata dia, para nelayan kemudian mematikan ikat-ikan tersebut dengan bom.

"Jadi, pukat cincin yang panjangnya mencapai 1.000-an meter, hanya dipakai sebagai alat menggiring ikan pada satu tempat. Setelah ikan terkumpul kemudian dimatikan dengan pakai bom," katanya.

Saat kedua ujung pukat ditarik membentuk lingkaran, kata dia, melewati banyak terumbu karang dan rusak.

"Makanya, penggunaan pukat cincin itu sangat tidak ramah lingkungan. Kami berharap pihak DKP segera menertibkan penggunaan alat tangkap ikan pukat cincin itu sehingga terumbu karang bisa terselamatkan dari kerusakan," katanya.

Pewarta : Agus
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024