Kendari  (Antara News) - Program Bangun Kesejahteraan Masyarakat yang digulirkan Provinsi Sulawesi Tenggara sejak tujuh tahun lalu, telah membawa implikasi besar bagi perbaikan derajat kesehatan masyarakat.

Dana pelayanan kesehatan gratis miliaran rupiah yang dikucurkan Pemerintah Provinsi Sultra melalui APBD pada setiap tahun, telah berhasil meningkatkan usia harapan hidup masyarakat dari 60,8 tahun pada 2008, menjadi 71,08 pada tahun 2014.

Pada saat yang sama, kasus kematian bayi, ibu hamil dan penderita gizi buruk juga terus menurun dari tahun ke tahun.

"Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat yang diindikasikan oleh membaiknya usia harapan hidup, menurunnya kasus kematian bayi, ibu hamil dan penderita gizi buruk ini, tidak terlepas dari upaya perbaikan pelayanan kesehatan masyarakkat," kata Gubernur Sultra H Nur Alam saat mengekspos hasil pembangunan Sultra tujuh tahun terakhir di Kendari, Rabu pekan lalu.

Selain memberikan pelayanan kesehatan gratis kepada keluarga golongan ekonomi lemah secara umum di ruang kelas III rumah sakit, melalui program Bahteramas Kesehatan Pemerintah Provinsi Sultra juga mengefektifkan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) yang tersebar di 2.272 desa/kelurahan.

Di Posyandu, tenaga dokter, perawat kesehatan dan bidan tidak sekedar menjaga asupan gizi bagi balita dan memberikan pelayanan neonatal untuk mencegah kematian bayi, melainkan juga membangun kesadaran masyarakat menjaga kebersihan lingkungan dan menerapkan pola hidup sehat.

"Upaya memberikan pelayanan kesehatan masyarakat secara komprehensip ini, telah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Sultra secara keseluruhan," kata Nur Alam

Mutu pelayanan kesehatan masyarakat ini ujarnya akan terus ditingkatkan dari tahun ke tahun hingga provinsi ini terbebas dari kasus gizi buruk, kematian bayi dan ibu hamil.



Gizi buruk



Selama tujuh tahun terakhir menggulirkan program Bahteramas Kesehatan, Pemerintah Provinsi Sultra berhasil menekan angka kasus gizi buruk hingga tersisa 250 kasus di tahun 2014.

Menurut Gubernur Sultra Nur Alam, penurunan angka penderita gizi buruk di daerah itu secara signifikan terjadi dalam kurun waktu lima tahun terakhir.

Di tahun 2010, penderita gizi buruk di Sultra masih tercatat sebanyak 1.345 kasus. Di tahun 2011, kasus gizi buruk menurun jadi 427 kasus dan tahun 2012 ditemukan 385 kasus gizi buruk.

"Di tahun 2013, masih ditemukan 333 kasus gizi buruk dan tahun 2014 tinggal 250 penderita," kata Nur Alam.

Diharapkan ujarnya Pemerintah Provinsi Sultra melalui Dinas Kesehatan, sudah bisa mengentaskan kasus gizi buruk di daerah ini di tahun 2015 ini.

Sementara kasus kematian bayi sepanjang tahun tahun 2014 masih tercatat sebanyak 560 kasus, lebih rendah dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang tercatat 605 kasus.

Menurut dia, kasus kematian bayi di provinsi itu terbanyak terdapat di Kabupaten Muna, yakni 88 kasus dan Kabupaten Konawe Selatan mencapai 85 kasus.

"Angka kematian bayi terendah terdapat di Kabupaten Konawe Kepulauan dan Kolaka Timur masing-masing dua kasus dan 20 kasus," katanya.

Menurut Gubernur Nur Alam, masih tingginya angka kematian bayi di provinsi itu, lebih disebabkan oleh pengetahuan ibu hamil tentang kesehatan masih kurang.

Sebagian besar ibu hamil malas memeriksakan kandungan ke bidan atau dokter, sehingga kondisi kesehatan janin dalam kandungan, tidak terkontrol.

"Dampaknya yang lebih jauh, saat persalinan ibu hamil mengalami pendarahan yang berujung pada kematian bayi, bahkan tidak jarang, ibu dari bayi sendiri ikut meregang nyawa," katanya.



Puskesmas minim



Sementara itu, salah seorang pemerhati masalah kesehatan masyarakat Sultra, Suryana, menilai masih tingginya angka kematian bayi di Sultra, dipicu oleh masih minimnya Puskemas yang tersedia di pelosok desa.

Dari 2.272 desa/kelurahan yang ada, baru 740 desa/kelurahan yang memiliki Puskesmas dan Puskesmas Pembantu.

"Masih minimnya fasilitas kesehatan di tingkat desa dan kelurahan itu, menjadi pemicu lain dari masih adanya kasus gizi buruk di daerah ini," katanya.

Itu karena, katanya, balita di pelosok desa yang mengalami sakit tertentu, tidak segera mendapatkan pelayanan kkesehatan dari petugas kesehatan akibat tidak tersedianya fasilitas Puskesmas.

Hal yang sama, katanya juga terjadi pada kasus balita penderita gizi buruk.

Menurut dia, balita penderita gizik buruk di Sultra rata-rata dijumpai pada kelurahan atau desa yang belum memiliki Puskermas maupun Puskemas Pembantu.

Karena itu, jika Pemerintah Provinsi Sultra ingin menjadikan daerah ini bebas kasus gizi buruk dan terus menekan angka kematian bayi dan ibu hamil, maka di setiap desa/kelurahan mesti dibangun satu Puskesmas.

"Dengan tersedianya fasilitas kesehatan masyarakat di setiap desa dan kelurahan, masyarakat bisa lebih mudah mendapatkan akses pelayanan ksehatan," katanya.

Dengan begitu ujarnya, tingkat kesehatan masyarakat Sultra secara keseluruhan juga akan terus membaik dari tahun ke tahun.

Sebagai pemerhati kesehatan masyarakat, Suryana berharap apa yang dipaparkan gubernur Sultra Nur Alam dalam ekspos tujuh tahun pelaksanaan program Bahtermas Kesehatan, tidak sekedar deretan angka-angka, melainkan benar-benar sebuah gambaran nyata tentang kondisi ril kesehatan masyarakat Sultra.


Pewarta : Oleh Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024