Kendari (Antara News) - Penyakit `ice-ice` pada rumput laut mulai menyerang di hampir seluruh budidaya rumput laut di sejumlah sentra kabupaten di Sulawesi Tenggara.
Penyakit rumput laut yang bercirikan adanya bintik-bintik putih dipermukaan rumput laut. Setelah terkena penyakit ini, rumput laut membusuk dan mati, kata Maslim, salah seorang warga di Desa Wangkolabu Kecamatan Towea Kabupaten Muna, Rabu.
Menurut Maslim, penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut biasanya dipicu oleh fluktuasi parameter kualitas air yang ekstrim.
"Munculnya penyakit seperti ini, biasanya saat terjadi perubahan iklum dari musim panas berkepanjangan hingga datangnya musim hujan. Akibatnya petani rumput laut nelayan di daerah itu sulit berkembang," ujarnya.
Ia menfatakan, sejak tujuh tahun terakhir usaha rumput laut nelayan yang berada di Desa Renda dan Desa Wangkolabu, sulit berkembang akibat perubahan iklim dan adanya praktek eksploitasi yang tidak ramah lingkungan.
"Dampak perubahan iklim tersebut menyebabkan rumput laut terserang penyakit ice-ice sehingga gagal panen," ujaranya.
Maslim menjelaskan, pada tahun 2008 silam hasil panen rumput di wilayah itu sangat melimpah dengan rata-rata mencapai 30 ton sekali panen. Namun seiring berjalannya waktu, hasil panen mengalami penurunan yang sangat drastis hanya 1 ton untuk sekali panen.
Di samping itu, pada umumnya masyarakat di wilayah itu belum mengerti bagaimana cara membudidayakan rumput laut yang beradaptasi dengan perubahan iklim saat ini.
"Oleh karena itu berawal dari pengalaman itu masyarakat belajar bagaimana budidaya yang baik. Kalau dulu masyatakat hanya membudidaya sepanjang waktu, akibatnya gagal panen, padahal ada masa tidak boleh menanam," ujar Maslim.
Ia juga berharap kepada pemerintah baik di kabupaten maupun provinis untuk bisa memberi solusi yang terbaik dengan harapan, agar petani budidaya di daerah itu bisa memahami bahwa melakukan pembudidayaan rumput laut ada waktu yang tepat untuk menghasilkan yang lebih besar.
Penyakit rumput laut yang bercirikan adanya bintik-bintik putih dipermukaan rumput laut. Setelah terkena penyakit ini, rumput laut membusuk dan mati, kata Maslim, salah seorang warga di Desa Wangkolabu Kecamatan Towea Kabupaten Muna, Rabu.
Menurut Maslim, penyakit ice-ice pada budidaya rumput laut biasanya dipicu oleh fluktuasi parameter kualitas air yang ekstrim.
"Munculnya penyakit seperti ini, biasanya saat terjadi perubahan iklum dari musim panas berkepanjangan hingga datangnya musim hujan. Akibatnya petani rumput laut nelayan di daerah itu sulit berkembang," ujarnya.
Ia menfatakan, sejak tujuh tahun terakhir usaha rumput laut nelayan yang berada di Desa Renda dan Desa Wangkolabu, sulit berkembang akibat perubahan iklim dan adanya praktek eksploitasi yang tidak ramah lingkungan.
"Dampak perubahan iklim tersebut menyebabkan rumput laut terserang penyakit ice-ice sehingga gagal panen," ujaranya.
Maslim menjelaskan, pada tahun 2008 silam hasil panen rumput di wilayah itu sangat melimpah dengan rata-rata mencapai 30 ton sekali panen. Namun seiring berjalannya waktu, hasil panen mengalami penurunan yang sangat drastis hanya 1 ton untuk sekali panen.
Di samping itu, pada umumnya masyarakat di wilayah itu belum mengerti bagaimana cara membudidayakan rumput laut yang beradaptasi dengan perubahan iklim saat ini.
"Oleh karena itu berawal dari pengalaman itu masyarakat belajar bagaimana budidaya yang baik. Kalau dulu masyatakat hanya membudidaya sepanjang waktu, akibatnya gagal panen, padahal ada masa tidak boleh menanam," ujar Maslim.
Ia juga berharap kepada pemerintah baik di kabupaten maupun provinis untuk bisa memberi solusi yang terbaik dengan harapan, agar petani budidaya di daerah itu bisa memahami bahwa melakukan pembudidayaan rumput laut ada waktu yang tepat untuk menghasilkan yang lebih besar.