Pemerintah belum menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi, namun antrean truk dan kendaraan pribadi di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) sudah menjadi pemandangan sehari-hari di Kendari, Sulawesi Tenggara.

Untuk mendapatkan BBM jenis solar maupun premium, sopir mobil harus menunggu berjam-jam, bahkan ada sopir truk yang terpaksa bermalam di lokasi SPBU, karena tidak mendapatkan kesempatan mengisi BBM.

"Rata-rata sopir yang truk meninggalkan mobil di lokasi SPBU, karena khawatir pada keesokan harinya tidak mendapat giliran mengisi solar," kata Syamsuddin (37), salah seorang sopir truk yang antre di SPBU Martandu, dekat bundaran Andounohu Kendari di Kendari, Sabtu (15/11).

Menurut dia, para sopir truk dan mobil pribadi berbahan bakar solar sudah merasakan kondisi demikian itu sejak beberapa pekan terakhir, setelah pemerintah berencana menaikkan harga BBM subsidi.

Kurun waktu tersebut, memarkir kendaraan di setiap SPBU tempat mengantre solar, sudah menjadi hal biasa.

Keterangan serupa juga diungkapkan Daeng Hasan (47), sopir mobil pribadi yang mengantre solar di SPBU Bay Pas, dekat Tapak Kuda.

"Kita tidak paham dengan keadaan ini. Apakah pasokan BBM solar di daerah ini kurang, atau ada orang lain yang bermain memborong BBM karena adanya rencana pemerintah menaikkan harga BBM," katanya.

Baik Hasan maupun Syamsuddin berharap pihak-pihak terkait dapat mengawasi penyaluran BBM solar maupun premium menjelang pemerintah menaikkan harga BBM subsidi, sehingga aksi borong BBM untuk tujuan penimbunan tidak terjadi.

"Kita berharap antrean kendaraan ini segera berakhir, sebab kondisi seperti ini tidak hanya merugikan kita para sopir mobil tapi juga merugikan masyarakat secara keseluruhan," kata Hasan.

Sementara itu, Aril (27), petugas SPBU di Jalan Martandu, dekat bundaran Andounohu Kendari, mengatakan terjadinya antrean kendaraan berbahan bakar solar di sejumlah SPBU itu dikarenakan stok BBM solar yang tersedia sangat terbatas.

Jumlah pasokan BBM solar dari Depot Pertamina setiap hari hanya sebanyak 8.000 liter, sangat tidak seimbang dengan jumlah kendaraan yang menggunakan solar.

"Makanya, antrean kenderaan berbahan bakar solar di setiap SPBU sulit dihindari," katanya.

Menurut Aril, hanya BBM pertamax yang tidak pernah habis di SPBU karena pengguna BBM jenis tersebut di Kendari masih sangat terbatas lantaran harganya cukup mahal.



Tolak Kenaikan BBM



Sementara itu, para aktivis mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Merdeka (GMM) Sultra, menolak kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi.

Para mahasiswa, justru mendukung jika pemerintah menaikkan pajak kendaraan pribadi.

"Kalau alasan pemerintah menaikkan harga BBM subsidi karena yang menikmati subsidi justru orang kaya, --para pemilik mobil pribadi--, tarik kembali subsidi yang dinikmati orang-orang kaya itu dengan menaikkan pajak kendaraan mereka," kata Rizal, aktivis mahasiswa saat unjuk rasa di gedung DPRD Sultra, Senin (10/11) lalu.

Menurut Rizal, jika pemerintah menerapkan kebijakan menaikkan pajak kendaraan pribadi, maka pemerintah tidak perlu menaikkan harga BBM.

Keterangan serupa juga disampaikan Haerul, orator lainnya dalam aksi unjuk rasa tersebut.

Menurut dia, kebijakan menaikan harga BBM hanya akan menambah jumlah penduduk miskin karena saat BBM dinaikkan, harga berbagai kebutuhan masyarakat juga pasti naik.

"Dengan naiknya harga berbagai kebutuhan pokok, praktis daya beli sebagian besar masyarakat akan menurun," katanya.

Saat itulah ujarnya terjadi pemiskinan penduduk baru karena mereka tidak mampu menanggung beban dari kenaikan harga kebutuhan pokok.

"Kartu jaminan sosial atau pemberian beras miskin setiap bulan kepada warga miskin sebagai kompensasi dari penaikan harga BBM, tidak akan seimbang dengan beban masyarakat yang akan timbul akibat dari kenaikan harga BBM," katanya.



Aksi borong



Rencana pemerintah menaikkan harga BBM telah memunculkan aksi borong para penjual eceran BBM yang menjamur di sekitar lokasi SPBU.

Pedagang eceran BBM yang memadati setiap lokasi SPBU tersebut memborong BBM dengan cara mengantre berkali-kali di SPBU menggunakan kendaraan roda dua.

Setelah mendapatkan BBM, BBM di dalam tangki motor dikeluarkan ke dalam jerigen, lalu kembali antre di SPBU.

"Sehari saya mengatre BBM premium lima sampai delapan kali, dengan pindah-pindah SPBU," kata Nuriyati (29), penjual BBM eceran di di dekat SPBU Martandu Kendari.

Keterangan serupa juga disampaikan penjual BBM eceran di SPBU jalan Bay Pas, Hikmah.

Menurut dia, sejak beberapa hari terakhir, BBM premium sangat sulit didapat karena harus antre berjam-jam di SPBU.

"Kami mendapat BBM, harus antre bersama dengan pemilik kendaraan lainnya. Kami antre menggunakan motor," katanya.

Sementara itu, Rizal, pemilik mobil pribadi yang membeli BBM premium eceran mengaku tidak punya waktu banyak untuk mengantre di SPBU. Apalagi, mengantre di SPBU belum tentu bisa mendapatkan BBM karena BBM di SPBU cepat kehabisan stok.

"Saya sering tidak kebagian BBM setelah mengantre berjam-jam. Karena itu, saya memilih membeli BBM eceran meski harganya cukup mahal, Rp10.000 per liter," katanya.

Baik Himah maupun Nuriyati mengaku menjual BBM seharga Rp10.000 karena akhir-akhir ini sulit mendapatkan BBM di SPBU.

"Biasanya, kami menjual BBM premium antara Rp8.000 sampai Rp9.000 per liter," katanya.

Namun ujarnya, dalam beberapa hari ini para penjual peremiun eceran terpaksa menaikkan harga, karena untuk mendapatkan BBM di SPBU butuh perjuangan, harus antre berjam-jam dan berpindah-pindah tempat.

Pewarta : Oleh Agus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024