Jayapura  (Antara News) - "Saya sudah perintahkan untuk mengusut sejauh mana keterlibatan ketiga anggota TNI dalam penjualan amunisi itu," kata Panglima Kodam (Pangdam) XVII/Cenderawasih Mayjen TNI Fransen Siahaan.

         Wajah jenderal berbintang dua itu agak memerah pertanda marah, namun ia berupaya sabar ketika berbincang-bincang dengan wartawan di Jayapura, Provinsi Papua, terkait oknum TNI yang terindikasi kuat sebagai "pedagang" amunisi.

         Amunisi atau bahan pengisi senjata api sepert mesiu, peluru, atau bahan peledak yang ditembakkan kepada musuh seperti bom, granat, dan roket.

         Namun, amunisi yang dijual oknum TNI itu baru terdeteksi berupa peluru, dan pihak yang membeli peluru tersebut merupakan gerakan sipil bersenjata (GSB) versi TNI, atau kelompok krimimal bersenjata (KKB)/kelompok sipil bersenjata (KSB) versi Polri.

         Bukan rahasia lagi kalau GSP/KKB/KSB itu merupakan bagian dari komunitas pendukung Operasi Papua Merdeka (OPM). Bahkan, ada pihak yang menyebut kelompok itu sebagai Tentara Pembebasan Nasional (TPN).

         Sejauh ini, Pangdam Cenderawasih itu baru membenarkan tiga orang oknum TNI yang menjual amunisi kepada kelompok pendukung OPM itu, meski beredar isu masih banyak oknum yang tidak bertanggung jawab itu.

         Dua dari tiga oknum TNI itu masih dinas aktif, dan seorang telah memasuki usia pensiun, meskipun ketiganya masih bermukim di asrama Kodim Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua.

         Cukup ironis memang, karena di satu sisi negara mengucurkan angggaran miliaran rupiah setiap tahun kepada aparat TNI dan Polri, untuk menjaga kedaulatan NKRI sekaligus menegakkan hukum di wilayah provinsi paling timur Indonesia, yang juga berbatasan langsung dengan Papua Nugini (PNG).

         Namun, di sisi lain ada oknum TNI dan Polri yang menjual peluru atau dengan kata lain mendukung gerakan pengacau keamanan, terutama di kawasan pegunungan Papua.

         Karena itu, tanpa menunggu waktu lama, Mayjen Siahaan memerintahkan jajarannya untuk menindak tegas oknum TNI yang berjualan peluru itu.

         "Dua anggota TNI yang masih aktif berpangkat bintara, keduanya segera dibawa ke Jayapura untuk diperiksa POM Kodam XVII/Cenderawasih. Pemeriksaan terhadap keduanya mengarah kepada keterlibatannya pada organisasi pendukung OPM itu," ujarnya.

         Untuk anggota TNI yang sudah pensiun, akan "diusir" dari asrama TNI, dan yang bersangkutan juga akan diserahkan ke polisi untuk diperiksa lebih lanjut.

         Siahaan mengakui, keterlibatan oknum prajurit TNI dalam mendukung gerakan sipil bersenjata itu, mengindikasikan kelompok pengacau keamanan itu telah masuk ke lingkup TNI.

         Ia menyebut hal itu sebagai "duri dalam daging" yang dapat mengganggu kenyamanan di tubuh institusi TNI.

    
       Oknum Polri
    Selain tiga orang oknum TNI itu, seorang anggota Polri yakni Briptu Tanggam Jikwa, juga terindikasi kuat menjual amunisi kepada kelompok pendukung OPM itu.

         Karenanya, Briptu Tanggam terancam dipecat, dan Kapolda Papua Irjen Pol Yotje Mende mengaku, segera mengusulkan pemecatan oknum polisi yang berdinasi Polsek Nduga, Kabupaten Jayawijaya itu.

         "Dalam waktu dekat, Briptu Tanggam Jikwa akan disidang kode etik dan diusulkan untuk dipecat dari kepolisian," ucap Irjen Pol Mende.

         Selain diusulkan untuk dipecat, Briptu Tanggam Jikwa juga akan diajukan ke pengadilan sipil untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya.

         Saat dilakukan penggeledahan di rumah Briptu Tanggam Jikwa diperoleh 231 butir amunisi, yang diduga akan dijual ke kelompok sipil bersenjata yang sering membuat keresahan di pegunungan tengah Papua.

         Bahkan dari pengakuan salah satu anggota KSB yakni Rambo Wonda, terungkap kalau mereka membeli peluru dari aparat keamanan.

         "Selain 231 butir peluru yang ditemukan di rumah kos oknum anggota polisi itu, juga ditemukan 29 butir peluru yang dibeli dengan harga Rp3 juta," ungkap Mende.

         Kapolda ini pun tidak menampik kemungkinan anggota polisi lainnya juga terlibat dalam kasus penjualan amunisi ke kelompok sipil bersenjata itu.

         Untuk mengetahui, keterlibatan oknum polisi lainnya, penyidik Polda Papua intensif melakukan pemeriksaan terhadap lima orang yang terindikasi kuat sebagai bagian dari kelompok krmimal bersenjata di pegunungan tengah Papua.

         Kelima anggota kelompok bersenjata itu yakni Pinus Wonda alias Rambo Wonda alias Kolor alias Engaranggo Wonda (27), Derius Wanimbo alias Rambo Tolikara (30), AW (18), MW (20), NT (16) isteri Rambo Wonda.

         Briptu Tanggam Jikwa (27) pun akhirnya digolongkan sebagai bagian dari anggota kelompok kriminal bersenjata itu.

         Enam orang anggota kelompok sipil bersenjata termasuk seorang anggota polri itu ditangkap di Wamena, Selasa (21/10) sekitar pukul 10.05 WIT, oleh tim khusus Polda Papua, dibantu satuan TNI.

    
          Ancaman
    Pascapenangkapan lima orang anggota KSB/GSB/KKB itu, mencuat ancaman mengerikan dari rekan-rekannya yang juga pentolan OPM yang masih berkeliaran bebas, seperti Purom Wenda dan Enden Wanimbo.

         Dua orang pimpinan OPM itu mengancam akan menembaki semua orang yang dianggap pro-Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dan ancaman tersebut disampaikan melalui media massa tertentu.

         Menanggapi ancaman tersebut, Kabid Humas Polda Papua Kombes Pol Sulistyo Pudjo mengatakan bahwa ancaman tersebut menggambarkan bahwa kelompok pengancam itu menunjukkan sikap jauh dari pejuang kemerdekaan, sekaligus menggambarkan bukti sebagai kelompok kriminal bersenjata.

         "Mereka bukan pejuang kemerdekaan tapi betul betul kelompok kriminal bersenjata yang kerjanya hanya main teror untuk mendapatkan uang dari pejabat pemerintah, rakyat kecil, pengusaha dan lainnya," ujarnya.

         Apalagi, kata Pudjo, kelompok itu telah seringkali membunuh sembarang orang.

         "Tentu kasus-kasus penembakan dan pembunuhan yang mereka lakukan harus di pertanggungjawabkan di muka hukum. Kami Polri dan TNI pasti akan menangkap mereka mereka bukan seperti yang diklaim sebagai pejuang rakyat, tapi peneror rakyat, bukannya pembela rakyat tapi menekan rakyat," tuturrnya.

         Oleh karena itu, Pudjo memastikan bahwa TNI dan Polri akan menjamin keselamatan rakyat di Wamena, Tolikara, Lanny Jaya, Puncak, Puncak Jaya dan daerah lain di Papua, dari ancaman kelompok tersebut.

         Jika polri dan TNI telah bertekad memberi rasa aman bagi warga di Papua, maka jangan lagi ada oknum polisi maupun tentara yang berjualan amunisi. Penindakan hukum tentu berlaku bagi semua pihak yang terindikasi bersalah.

Pewarta : oleh Anwar Maga
Editor :
Copyright © ANTARA 2024