Jakarta (Antara News) - Pengamat BUMN Said Didu berpendapat bahwa pemerintah Indonesia yang baru harus meningkatkan kepemilikan saham di PT Freeport Indonesia minimal 20 persen agar leluasa ikut mengendalikan dan mendapatkan dividen secara berkesinambungan dari perusahaan itu.

        "Harus naikkan (jumlah) saham. Kalau tidak, ya seperti ini terus (dividen tidak dibayarkan) ada saja alasannya," kata Said, di Jakarta, Jumat.

         Menurut Said, selama ini Indonesia selalu pada posisi inferior karena porsi kepemilikan saham hanya 9,1 persen.

        "Beda jika kita punya 20 persen di Freeport, maka sudah berhak menempatkan dua direktur dan satu komisari," tegasnya.

         Untuk masuk ke Freeport, tambah Said, pemerintah bisa menugasi BUMN pertambangan PT Aneka Tambang (Persero) yang memiliki dana cukup besar.

         "Antam juga punya lahan tambang di kawasan Papua, namun teknologinya tidak sehebat Freeport," ujarnya.

         Selain meningkatkan saham, tambah mantan Sekretaris Kementerian BUMN ini pola lain untuk meningkatkan peran Indonesia di sana mendorong Freeport menjadi perusahaan publik.

         "Lewat IPO, kita bisa mendapatkan saham Freeport lewat bursa saham," ujarnya.

         Sebelumnya Freeport Indonesia berjanji akan membayarkan dividen kepada negara sekitar Rp1,5 triliun yang belum dibayarkan selama dua tahun terakhir.

         Namun, pihak Freeport Indonesia tidak membayarkan dividen tersebut sekaligus, melainkan hanya sebesar Rp800 miliar.

         Menanggapi itu, Menteri BUMN Dahlan Iskan mengatakan akan menerima kabar baik tersebut berapa pun nominal yang akan disetorkan perusahaan tambang raksasa tersebut.

         "Diterimalah berapa pun itu. Tapi sisanya tetap kita tagih," ujar Dahlan.

Pewarta : Oleh Royke Sinaga
Editor :
Copyright © ANTARA 2024