Jakarta (Antara News) - Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung mengatakan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2015 memiliki makna khusus karena berbeda dengan RAPBN tahun-tahun sebelumnya.

         "RAPBN 2015 hanya memuat 'baseline' serta RAPBN pertama pasca putusan MK (Mahkamah Konstitusi)," kata Pramono Anung pada pidato Pembukaan Masa Sidang I tahun 2014-2015: Pidato Presiden Penyampaian RUU APBN 2015 dan Nota Keuangan di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta, Jumat.

         Menurut Pramono Anung, Pada masa persidangan IV tahun 2013-2014, DPR dan Pemerintah telah melakukan penyusunan RAPBN 2015 melalui mekanisme pembicaraan pendahuluan.

         Pada pembicaraan tersebut, kata dia, DPR dan Pemerintah telah menyepakati angka-angka asumsi ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal, serta Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebagai acuan dalam penyusunan RAPBN 2015.

         Pramono menjelaskan, RAPBN 2015 merupakan RAPBN transisi sehingga hanya membuat "baseline" dan memberikan ruang kepada pemerintahan baru untuk melakukan berbagai penyesuaian sesuai dengan visi dan misinya.

         Di sisi lain, kata dia, RAPBN 2015 ini juga merupakan RAPBN pertama pasca putusan MK yang mengabulkan pembatalan kewenangan DPR dalam membahas RAPBN sampai dengan rincian kegiatan dan jenis belanja.

         "Karena itu, RAPBN 2015 ini disebut memiliki makna khusus," katanya.

         Menurut dia, Dewan berharap, perubahan format ABPN tidak mengurangi kualitas pembahasan DPR guna mewujudkan APBN sebagai salah satu instrumen ekonomi untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat.

 
         Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Presiden saat menyampaikan pidato pengantar RAPBN dan nota keuangan dalam sidang bersama DPR-DPD RI di Jakarta, Jumat, mengatakan selama sepuluh tahun periode pemerintahannya berhasil meningkatkan APBN sebesar empat kali lipat dari Rp427,2 triliun menjadi Rp1.876,9 triliun.

         "Pada tahun 2004 total belanja negara adalah sebesar Rp427,2 triliun. Pada tahun 2014 angka tersebut mencapai Rp1.876,9 triliun. Berarti, dalam sepuluh tahun belanja negara meningkat sekitar empat kali lipat," kata Presiden.

         Lebih lanjut Presiden menjabarkan dalam kurun waktu sepuluh tahun anggaran kesehatan meningkat sekitar delapan kali lipat, dari Rp8,1 triliun pada tahun 2004 menjadi Rp67,9 triliun pada tahun 2014.

         Sementara anggaran pendidikan meningkat enam kali lipat dari Rp62,7 triliun menjadi Rp375,4 triliun, anggaran untuk infrastruktur meningkat hampir 11 kali lipat dari Rp18,7 triliun menjadi Rp206,6 triliun, dan anggaran untuk ketahanan pangan meningkat hampir tujuh kali lipat dari Rp10,7 triliun menjadi Rp72,4 triliun.

         "Peningkatan belanja tersebut dilakukan seraya tetap menjaga defisit anggaran dalam angka yang selalu lebih rendah dari batas defisit yang ditetapkan dalam perundang-undangan, yaitu sebesar tiga persen dari PDB," kata Presiden.

         Menurut Presiden, prinsip kehati-hatian fiskal dan pengamanan risiko fiskal juga diterapkan dalam pengelolaan utang. Presiden menegaskan rasio utang Indonesia terus turun dari 56,6 persen dari PDB pada tahun 2004 menjadi sekitar 25,6 persen pada tahun 2014.

         "APBN digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan pembangunan dan pelayanan pemerintah kepada masyarakat," kata Presiden.

         Menurut Presiden pertumbuhan ekonomi Indonesia meningkat menjadi 5,0 persen pada tahun 2004 dan terjaga pada kisaran rerata 5,8 persen dalam periode 2005-2013.

         "Tak hanya itu, tahun 2014 Bank Dunia mengumumkan bahwa Indonesia termasuk dalam 10 besar ekonomi dunia berdasarkan metode perhitungan Purchasing Power Parity," kata Presiden.


Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024