Kupang (Antara News) - Pemerintah Kota Kupang memperketat pengawasan identitas pendatang baru khusus wanita di wilayah ibu kota Provinsi Nusa Tenggara Timur itu untuk mengantisipasi kemungkinan migrasi 'jebolan' penghuni Lokalisasi Dolly pasca-penutupan lokalisasi di Surabaya, Provinsi Jawa Timur itu.

         "Setiap warga negara pasti akan memegang kartu tanda penduduk nasional, tetapi kami juga akan teliti surat pindahanya," kata Wakil Wali Kota Kupang Hermanus Man di Kupang, Selasa.

         Dia mengatakan jika dalam penelitian surat pindah seorang pendatang baru wanita itu berasal dari Dolly, maka akan dikirim kembali ke tempat asalnya.

         Pengawasan dan penelitian warga baru wanita itu, kata Hermanus, akan dilakukan di Lokalisasi Karang Dempel (KD) Kupang. "Jadi kita tidak mau lagi akan ada penambahan personel di lokalisasi KD itu," kata Hermanus.

         Karang Dempel adalah sebuah lokalisasi yang terletak di bagian barat Kota Kupang, yang oleh Pemerintah Kota Kupang diakui sebagai pemondokan, dengan diberikan izin pemondokan.

         Di lokasi itu, terdapat kamar-kamar yang dihuni ratusan wanita, dan dijadikan sebagai tempat prostitusi dengan harga sekali 'main' sesuai kesepakatan dengan konsumen.

         Menurut Hermanus, pengawasan terhadap pendatang baru itu dimaksudkan untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran penyakit menular berupa HIV/Aids, yang menurut data yang dimiliki Komisi Penanggulangan Aids (KPA) Kota Kupang, sudah sangat mengkhawatirkan.

         Dia menyebutkan data HIV dan AIds yang dirilis KPA Kota Kupang, terhadap Wanita Pekerja Seks (WPS) yang ada di lokalisasi Karang Dempel Kupang, sejak tahun 2000 hingga April 2014 berjumlah 589 kasus, dengan HIV 437 kasus dan kasus Aids 152 kasus.

         Grafik peningkatan jumlah ini, kata dokter umum itu, menunjukan terjadinya peningkatan yang cukup tinggi, karena itu butuh pengawasan yang lebih ketat.

         "Kita tidak mau dengan penambahan personel di lokasi itu (KD), lalu akan memantik pertumbuhan jumlah penyakit yang mematikan itu," katanya.

         Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil serta Dinas Pariwisata Kota Kupang akan ditugasi untuk melakukan pengawasan data personel masing-masing penghuni untuk mengantisipasi kemungkinan adanya pendatang baru di hunian Karang Dempel itu.

         Dolly atau Gang Dolly adalah nama sebuah kawasan lokalisasi pelacuran yang terletak di daerah Jarak, Pasar Kembang, Kota Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Di kawasan lokalisasi ini, wanita penghibur "dipajang" dalam ruangan berdinding kaca mirip etalase.

         Konon, lokalisasi ini adalah yang terbesar di Asia Tenggara, lebih besar dari Patpong di Bangkok, Thailand dan Geylang di Singapura.

         Gang Dolly ini sudah ada sejak zaman Belanda dan dikelola oleh seorang perempuan keturunan Belanda yang dikenal dengan nama Dolly van der mart. Keturunan dari Dolly sampai sekarang masih ada di Surabaya, meskipun sudah tidak mengelola bisnis.

         Kawasan Dolly berada di tengah kota, berbaur dengan pemukiman penduduk yang padat, di kawasan Putat, Surabaya. Kompleks lokalisasi Dolly menjadi sumber rezeki bagi banyak pihak. Bukan hanya bagi pekerja seks, tetapi juga pemilik warung, penjaja rokok, tukang parkir, tukang ojek, dan tukang becak. Para pekerja seks berasal dari Semarang, Kudus, Pati, Purwodadi, Nganjuk, Surabaya, dan Kalimantan.

         Namun dalam perkembangannya, Pemerintah Kota Surabaya, mengeluarkan kebijakan untuk menutup lokalisasi prostitusi itu dan memberikan dana bantuan sebesar Rp5.050.000 dari Kementerian Sosial, yang terdiri atas bantuan modal Rp3 juta, bantuan biaya hidup Rp1,8 juta, dan biaya pulang ke daerah asal Rp250 ribu, sedangkan para muncikari diberi Rp5 juta dari Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

Pewarta : Oleh Yohanes Adrianus
Editor :
Copyright © ANTARA 2024