Kegiatan `illegal logging` atau pembalakan liar di sejumlah kawasan hutan di wilayah Sulawesi Tenggara oleh sejumlah oknum pengusaha kayu masih terus berlangsung.
Dua pekan lalu, tepatnya Senin (19/5), tim Reserse Kriminal Khusus (Rekrimsus) Polda Sulta, mengamankan kayu ilegal sebanyak kurang lebih 200 meter kubik.
Menurut Kapolda Sultra, Brigjen Pol Arkian Lubis, petugas polisi mengamankan kayu tanpa dokumen resmi tersebut di perairan laut Kabupaten Buton Utara bersama empat buah kapal pemuat kayu dan delapan orang pemilik.
Sebelumnya, petugas polisi juga menyita 1.542 batang kayu ilegal di wilayah pesisir perairan laut Kabupaten Konawe Utara.
Tiga buah kapal yang memuat kayu-kayu tersebut ikut diamankan, sedangkan para pemilik kayu sempat melarikan diri.
Petugas polisi yang berhasil mengamankan kayu dan menangkap para pemilik kayu, tentu patut diancungi jempol dan diapresiasi karena berkat kerja keras mereka, para pelaku ilegal loging bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.
Namun, di satu sisi penangkapan dan pengamanan barang bukti ribuan batang kayu itu ikut menimbulkan keprihatinan banyak pihak.
"Hal ini meninmbulkan keprihatinan, karena kayu-kayu tersebut ditebang di dalam kawasan hutan lindung, di tengah pengawasan ketat petugas pengamanan kawasan hutan," kata aktivis LSM lingkungan hidup, Hartono di Kendari pekan lalu.
Ia menduga, lolosnya kayu-kayu tersebut keluar dari dalam kawasan hutan lindung, ada oknum petugas kehutanan yang ikut terlibat.
Petugas kehutanan seolah-olah tidak tahu menahu dengan aksi pembalakan lair di wilayah tempat para petugas tersebut bertugas menjaga kawasan hutan.
"Bagaimana mungkin pelaku pembalakan liar bebas menebang kayu di dalam hutan tanpa bisa diketahui petugas kehutanan. Jelas ada oknum petugas yang ikut terlibat dalam aksi pencurian kayu-kayu itu," kata Hartono.
Penyidik Polda Sultra sendiri menurut Direktur Reskrimsus Polda Sultra Kombes Pol Dul Alim, telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus penangkapan 200 kubik kayu di perairan Buton Utara.
Siapa-siapa para tersangka tersebut, masih menjadi rahasia penyidik karena diduga masih ada tersangka lain yang terlibat dalam kasus kayu hasil ilegal loging tersebut.
Diselundupkan ke LN
Hasil pengembangan penyidikan dari anak buah kapal yang tertangkap petugas oleh penyidik Polda Sultra, kayu-kayu hasil pembalakan liar asal Sultra tersebut sebagian diselundupkan ke luar negeri (LN), Timor Leste.
Selain itu, kayu tersebut juga diantarpulaukan ke provinsi lain di Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tanggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Terkait dengan penyelundupan ke Timor Leste tersebut, pihak Polda Sultra menduga kuat ada pihak asing yang ikut terlibat.
Namun untuk memastikan keterlibatan pihak asing tersebut, petugas masih akan terus mengembangkan penyidikan kasus illegal logging yang tengah ditangani itu.
"Jika dalam pengembangan penyidikan ratusan kubik kayu itu ditemukan bukti kuat keterlibatan warga negara asing, kita akan berkoordinasi dengan kepolisian negara bersangkutan untuk melakukan penangkapan para pelaku," kata Kapolda Arkian.
Kapolda Arkian sendiri mengaku kaget dengan beberapa kali penangkapan kayu hasil illegal logging oleh petugas polisi Polda Sultra itu.
Menurut dia, aksi pencurian kayu di Indonesia selama ini hanya di wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
"Ternyata pembalakan liar di dalam kawasan hutan juga marak di wilayah Sultra," ujar Kapolda Arkian.
Merusak lingkungan
Pembalakan liar yang masih terus berlangsung itu telah menyebabkan sejumlah kawasan hutan lindung di beberapa kabupaten di Sultra mengalami rusak parah.
Data di Dinas Kehutanan Sultra, dalam beberapa tahun terakhir kawasan hutan di daerah itu mengalami kerusakan hingga 300 ribu hektare lebih.
Menurut Hartono, kerusakan sejumlah kawasan hutan itu telah menyebabkan sejumlah air sungai mengalami kekeringan saat musim kemarau tiba.
Sebaliknya, ketika musim hujan, sejumlah kawasan permukiman penduduk dilanda banjir bah yang tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda bagi penduduk, tetapi juga kerap kali menelan korban jiwa.
"Kalau aksi pencurian kayu di dalam kawasan hutan tidak segera dihentikan, kerusakan lingkungan di daerah akan terus meluas," kata Hartono.
Dampaknya ujar dia, masyarakat di sejumlah kabupaten di provinsi ini dalam ancaman bahaya bencana alam berupa banjir dan tanah longsor.
"Agar bahaya itu tidak mengancam keselamatan warga, aksi pembalakan lair sudah harus dihentikan. Mereka yang tertangkap petugas agar diberi hukuman berat, sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi yang lain," katanya.
Dua pekan lalu, tepatnya Senin (19/5), tim Reserse Kriminal Khusus (Rekrimsus) Polda Sulta, mengamankan kayu ilegal sebanyak kurang lebih 200 meter kubik.
Menurut Kapolda Sultra, Brigjen Pol Arkian Lubis, petugas polisi mengamankan kayu tanpa dokumen resmi tersebut di perairan laut Kabupaten Buton Utara bersama empat buah kapal pemuat kayu dan delapan orang pemilik.
Sebelumnya, petugas polisi juga menyita 1.542 batang kayu ilegal di wilayah pesisir perairan laut Kabupaten Konawe Utara.
Tiga buah kapal yang memuat kayu-kayu tersebut ikut diamankan, sedangkan para pemilik kayu sempat melarikan diri.
Petugas polisi yang berhasil mengamankan kayu dan menangkap para pemilik kayu, tentu patut diancungi jempol dan diapresiasi karena berkat kerja keras mereka, para pelaku ilegal loging bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya di depan hukum.
Namun, di satu sisi penangkapan dan pengamanan barang bukti ribuan batang kayu itu ikut menimbulkan keprihatinan banyak pihak.
"Hal ini meninmbulkan keprihatinan, karena kayu-kayu tersebut ditebang di dalam kawasan hutan lindung, di tengah pengawasan ketat petugas pengamanan kawasan hutan," kata aktivis LSM lingkungan hidup, Hartono di Kendari pekan lalu.
Ia menduga, lolosnya kayu-kayu tersebut keluar dari dalam kawasan hutan lindung, ada oknum petugas kehutanan yang ikut terlibat.
Petugas kehutanan seolah-olah tidak tahu menahu dengan aksi pembalakan lair di wilayah tempat para petugas tersebut bertugas menjaga kawasan hutan.
"Bagaimana mungkin pelaku pembalakan liar bebas menebang kayu di dalam hutan tanpa bisa diketahui petugas kehutanan. Jelas ada oknum petugas yang ikut terlibat dalam aksi pencurian kayu-kayu itu," kata Hartono.
Penyidik Polda Sultra sendiri menurut Direktur Reskrimsus Polda Sultra Kombes Pol Dul Alim, telah menetapkan delapan orang tersangka dalam kasus penangkapan 200 kubik kayu di perairan Buton Utara.
Siapa-siapa para tersangka tersebut, masih menjadi rahasia penyidik karena diduga masih ada tersangka lain yang terlibat dalam kasus kayu hasil ilegal loging tersebut.
Diselundupkan ke LN
Hasil pengembangan penyidikan dari anak buah kapal yang tertangkap petugas oleh penyidik Polda Sultra, kayu-kayu hasil pembalakan liar asal Sultra tersebut sebagian diselundupkan ke luar negeri (LN), Timor Leste.
Selain itu, kayu tersebut juga diantarpulaukan ke provinsi lain di Indonesia seperti Nusa Tenggara Barat, Nusa Tanggara Timur dan Sulawesi Selatan.
Terkait dengan penyelundupan ke Timor Leste tersebut, pihak Polda Sultra menduga kuat ada pihak asing yang ikut terlibat.
Namun untuk memastikan keterlibatan pihak asing tersebut, petugas masih akan terus mengembangkan penyidikan kasus illegal logging yang tengah ditangani itu.
"Jika dalam pengembangan penyidikan ratusan kubik kayu itu ditemukan bukti kuat keterlibatan warga negara asing, kita akan berkoordinasi dengan kepolisian negara bersangkutan untuk melakukan penangkapan para pelaku," kata Kapolda Arkian.
Kapolda Arkian sendiri mengaku kaget dengan beberapa kali penangkapan kayu hasil illegal logging oleh petugas polisi Polda Sultra itu.
Menurut dia, aksi pencurian kayu di Indonesia selama ini hanya di wilayah Kalimantan, Sumatera, dan Papua.
"Ternyata pembalakan liar di dalam kawasan hutan juga marak di wilayah Sultra," ujar Kapolda Arkian.
Merusak lingkungan
Pembalakan liar yang masih terus berlangsung itu telah menyebabkan sejumlah kawasan hutan lindung di beberapa kabupaten di Sultra mengalami rusak parah.
Data di Dinas Kehutanan Sultra, dalam beberapa tahun terakhir kawasan hutan di daerah itu mengalami kerusakan hingga 300 ribu hektare lebih.
Menurut Hartono, kerusakan sejumlah kawasan hutan itu telah menyebabkan sejumlah air sungai mengalami kekeringan saat musim kemarau tiba.
Sebaliknya, ketika musim hujan, sejumlah kawasan permukiman penduduk dilanda banjir bah yang tidak hanya menimbulkan kerugian harta benda bagi penduduk, tetapi juga kerap kali menelan korban jiwa.
"Kalau aksi pencurian kayu di dalam kawasan hutan tidak segera dihentikan, kerusakan lingkungan di daerah akan terus meluas," kata Hartono.
Dampaknya ujar dia, masyarakat di sejumlah kabupaten di provinsi ini dalam ancaman bahaya bencana alam berupa banjir dan tanah longsor.
"Agar bahaya itu tidak mengancam keselamatan warga, aksi pembalakan lair sudah harus dihentikan. Mereka yang tertangkap petugas agar diberi hukuman berat, sehingga bisa menimbulkan efek jera bagi yang lain," katanya.