Kendari,  (Antara News) - Sejumlah perusahaan tambang nikel yang beroperasi di sejumlah kabupaten di Sulawesi Tenggara (Sultra), dinilai hanya merugikan daerah dan masyarakat setempat.

Penilaian tersebut disampaikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sultra, H.Ryha Madi di Kendari, Selasa.

"Dari sekitar 500 izin usaha pertambangan yang dikeluarkan pemerintah daerah, pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah hanya sekitar Rp100 miliar lebih per tahun," katanya.

Itu pun ujar Ryha pendapatan daerah dari hasil tambang tersebut sebagian besar bersumber dari PT Aneka Tambang, perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang mengelola industri nikel di Pomalaa, Kabupaten Kolaka.

"Mestinya, dari sekitar 500 perusahaan tambang yang beroperasi di daerah ini, pendapatan asli daerah yang diperoleh Pemerintah Daerah paling kurang sekitar Rp500 miliar," katanya.

Tapi kenyataan yang ada lanjutnya, pendapatan yang diperoleh daerah hanya, sekitar Rp100 miliar per tahun.

Menurut dia, pendapatan yang diperoleh pemerintah daerah tersebut tidak sebanding dengan tingkat kerusakaan alam yang ditimbulkan dan penderitaan ribuan pekerja tambang yang tidak diberi pesangon pascaperusahaan berhenti beroperasi setelah pemerintah memberlakukan larangan ekspor mineral mentah.

"Lahan-lahan bekas tambang yang ditinggalkan perusahaan tambang, biarkan mengaga, tanpa direklamasi kembali, sedangkan ribuan pekerja tambang kehilangan pekerjaan," katanya.

Ia mengatakan, perusahaan tambang nikel di Sultra terbanyak di Kabupaten Konawe Utara, yakni sekitar 150 perusahaan tambang.

Sedangkan di Kabupaten Bombana kata dia, ada 84 perusahaan, di Kabupaten Buton ada 81 perusahaan dan Kota Baubau ada tiga perusahaan tambang.

"Satu-satunya kabupaten di Sultra yang tidak memiliki tambang nikel, hanya kabupaten Wakatobi," katanya.

Pemerintah kabupaten tersebut kata dia, mengandalkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata dan sektor perikanan.

Pewarta : Agus
Editor : Abdul Azis Senong
Copyright © ANTARA 2024