Kairo (Antara/KUNA-0ANA) - Imam Besar Masjid Al-Azhar Mesir Sheikh Ahmed Dr Al-Tayeb Kamis  mengecam penyerbuan terhadap Masjid Al-Aqsa oleh kelompok-kelompok Zionis radikal.

        Sheikh Ahmed Al-Tayeb menegaskan dalam satu pernyataan pers, protes dan kutukan bukanlah cara untuk setiap tindakan yang menempatkan Masjid Al-Aqsa di bawah wewenang pemerintah pendudukan Zionis.

        Masjid Al-Aqsa adalah salah satu masjid suci ummat Islam selain Masjidil Haram di Mekkah, Arab Saudi.

        Imam Besar Masjid Al-Azhar meminta pemerintah Arab dan Islam serta orang-orang bebas di seluruh dunia untuk mengambil sikap tegas guna menghentikan pelanggaran terang-terangan kaum Zionis terhadap kesucian Islam.

        Kantor-kantor berita multinasional Selasa mengabarkan bahwa polisi Israel bentrok dengan warga Palestina di kompleks Masjid Al Aqsa, di Kota Tua, Jerusalem, menjelang perdebatan parlemen mengenai akses Yahudi ke tempat suci tersebut.

        Israel menguasai Kota Tua itu dari Jordania dalam Perang Enam Hari pada 1967. Tetapi kompleks itu, tempat suci bagi Yahudi dan Muslim, telah diperintah Jordania sejak kedua negara menandatangani perjanjian perdamaian pada 1994.

        Selasa malam, Knesset (parlemen Israel) mengadakan bagian pertama dari perdebatan yang diajukan kelompok sayap kanan. Mereka menuntut Israel mengakhiri praktek yang melarang peribadatan Yahudi di kompleks tersebut.

        Sementara itu di Jordania, kelompok Islam yang beroposisi mendesak pemerintah untuk membekukan perjanjian dengan negara Yahudi itu, keberatan atas perubahan dalam status tempat-tempat suci bagi ummat Muslim di Jerusalem.

        Pasukan keamanan memasuki pekarangan Masjid Al Aqsa setelah pukul 07.00 waktu setempat dan menembakkan granat dan peluru-peluru karet untuk membubarkan pemerotes Palestina, kata juru bicara polisi Micky Rosenfeld kepada kantor berita AFP.

        Tim medis Palestina mengatakan 15 orang pemerotes luka-luka akibat terkena peluru karet.

        Azzam al-Khatib, direktur Wakaf Islam, organisasi yang mengelola tempat itu mengatakan dia menghimbau penutupan akses ke kompleks tersebut untuk menghindari bentrokan-bentrokan. "Sejak kemarin kami telah menuntut pintu gerbang Maghabira ditutup karena provokasi-provokasi dan pernyataan-pernyataan terhadap kaum Muslim oleh partai-partai sayap kanan," kata dia kepada AFP.

       Kompleks itu merupakan titik api karena nilainya yang sangat penting bagi Muslim dan Yahudi.

       Setelah menguasai Jerusalem Timur, yang mencakup Kota Tua, Israel kemudian mencaploknya dalam satu langkah yang tak pernah diakui oleh masyarakat internasional. Tetapi berdasarkan perjanjian perdamaian 1994, Jordania memiliki otoritas atas semua tempat suci Muslim di kota itu.

        Oposisi Jordania menjadikan perdebatan di parlemen Israel sebagai justifikasi bagi pemutusan hubungan dengan negara Yahudi itu. "Kami mendesak pemerintah untuk memenuhi tuntutan rakyat yang telah berulang-ulang menyerukan pembekuan dan akhirnya membatalkan perjanjian perdamaian tersebut," demikian Front Aksi Islam di lamannya.

        Para anggota parlemen Jordania mengusulkan pembatalan perjanjian perdamaian dengan Israel pada 1994 setelah parlemen negara Yahudi itu memperdebatkan kedaulatan Israel atas kompleks Masjid Al-Aqsa, kata suratkabar-suratkabar Rabu.

        Suratkabar pemerintah "Al-Rai" mengatakan 47 dari 150 anggota majelis rendah menandadatangani mosi pada Selasa malam, yang menyerukan pembatalan perjanjian itu.  "Tindakan-tindakan Israel itu jelas melanggar perjanjian perdamaian ... itu adalah agresi terhadap hak Jordania untuk memelihara tempat-tempat suci itu," kata mosi itu.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024