Kolaka (Antara News) - Sebagian besar warga di Kabupaten Kolaka belum berminat menggunakan energi alternatif gas methane yang dihasilkan dari pengolahan sampah, karena mahalnya biaya penyambungan pipa.

Kordinator Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kolaka, Sugiarto, Kamis, mengatakan, besarnya biaya penyambungan pipa gas methane ke lokasi pemukiman yang diperkirakan mencapai Rp2 juta mengurangi minat warga setempat menggunakan energi alternatif yang ramah lingkungan itu.

Gas methane yang dihasilkan dari pengolahan sampah itu berada di Desa Patioso, Kecamatan Latambaga, Kabupaten Kolaka. "Warga yang berada di lokasi itu terbentur biaya pengadaan pipa karena jauhnya wilayah pemukiman," katanya dan menambahkan bahwa hingga kini warga masih menggunakan kayu bakar serta minyak tanah untuk keperluan memasak sehari-hari.

Ia mengatakan bahwa BLH Kolaka sudah membuat lima sumur gas methane di lokasi TPA dan kini telah dimanfaatkan sendiri oleh pihak pengelola. Selain itu, pengolahan serta pemanfaatan limbah sampah lainnya, pihak BLH juga sudah membuat pupuk kompos untuk dimanfaatkan warga sekitar sebagai pupuk tanaman.

"Langkah ini juga telah dilakukan oleh pihak BLH guna membantu masyarakat petani di wilayah Kabupaten Kolaka," jelasnya.

Badan Lingkungan Hidup telah menciptakan dan berinovasi melahirkan energi alternatif dari pengolahan dan pemanfaatan sampah agar berguna bagi masyarakat, kata Sugiarto yang menyayangkan hasil dari usaha itu belum dimanfaatkan secara maksimal.

"Selama ini kan sampah dianggap sebagai musuh masyarakat namun sekarang dari sampah itu bisa membantu warga setelah diolah menjadi pupuk kompos dan energi alternatif," ujar Sugiarto.

Pewarta : Oleh: Darwis Sarkani
Editor :
Copyright © ANTARA 2024