Kendari (Antara News) - Oknum Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Konawe Utara harus diperiksa untuk memintai pertanggungjawaban atas boconya dana rutin pada instansi yang dipimpinnya.
"Awam pun tahu bahwa perbuatan korupsi tidak pernah dilakukan seorang diri. Minimal dua arang atau lebih sehingga klien kami jangan dikorbankan," kata penasehat hukum tersangka AL (31), Amin Manguluang di kantor Kejati Sultra, Jumat.
Tersangka AL yang dijebloskan dalam Rutan Punggolaka Kendari ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penyelewengan dana rutin pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Konawe Utara Jaksa penyidik menuduh tersangka AL yang juga mantan bendahara rutin Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara merugikan keuangan negara sekitar Rp582 juta tahun anggaran 2012-2013.
"Klein kami mengaku memalsukan tanda tangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara kemudian mencairkan dana rutin hingga jumlahnya mencapai Rp300-an juta," kata Amin Manguluang mengutip keterangan kleinnya. Namun, tersangka membantah tuduhan menikmati sendiri uang tuduhan korupsi tersebut karena sekitar Rp300 juta jatuh ke tangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara.
"Jaksa penyidik sudah memintai keterangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara sebagai saksi. Kami harapkan penyidik mendalami barang bukti dan keterangan tersangka secara cermat," kata Amin.
Sekali lagi, kata dia, asumsi bahwa korupsi tidak mungkin dilakukan atau dinikmati seorang bendahara rutin adalah sesuatu yang rasional.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra Sutomo mengatakan kerugian negara sekitar Rp582 juta berdasarkan audit keuangan yang dilakukan instansi ahli cukup signifikan.
Oknum bendahara mulus mencairkan dana-dana rutin setelah memalsukan tanda tangan kepala Dinas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat hingga mencapai Rp582 juta untuk tahun 2012-2013.
Perbuatan licik sang bendahara terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dan menemukan kejanggalan proses pencairan anggaran pada kantor Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
"Fakta hukum yang dimiliki penyidik, terutama hasil pemeriksaan BPK sudah dikonfrontir dengan oknum bendahara dan mengakui melalukan pemalsuan tanda tangan," katanya.
Penyidik mejerat para tersangka melanggar pasal 2 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
"Awam pun tahu bahwa perbuatan korupsi tidak pernah dilakukan seorang diri. Minimal dua arang atau lebih sehingga klien kami jangan dikorbankan," kata penasehat hukum tersangka AL (31), Amin Manguluang di kantor Kejati Sultra, Jumat.
Tersangka AL yang dijebloskan dalam Rutan Punggolaka Kendari ditetapkan sebagai tersangka atas tuduhan penyelewengan dana rutin pada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Konawe Utara Jaksa penyidik menuduh tersangka AL yang juga mantan bendahara rutin Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara merugikan keuangan negara sekitar Rp582 juta tahun anggaran 2012-2013.
"Klein kami mengaku memalsukan tanda tangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara kemudian mencairkan dana rutin hingga jumlahnya mencapai Rp300-an juta," kata Amin Manguluang mengutip keterangan kleinnya. Namun, tersangka membantah tuduhan menikmati sendiri uang tuduhan korupsi tersebut karena sekitar Rp300 juta jatuh ke tangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara.
"Jaksa penyidik sudah memintai keterangan Kadis Kependudukan dan Catatan Sipil Konawe Utara sebagai saksi. Kami harapkan penyidik mendalami barang bukti dan keterangan tersangka secara cermat," kata Amin.
Sekali lagi, kata dia, asumsi bahwa korupsi tidak mungkin dilakukan atau dinikmati seorang bendahara rutin adalah sesuatu yang rasional.
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejati Sultra Sutomo mengatakan kerugian negara sekitar Rp582 juta berdasarkan audit keuangan yang dilakukan instansi ahli cukup signifikan.
Oknum bendahara mulus mencairkan dana-dana rutin setelah memalsukan tanda tangan kepala Dinas Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat hingga mencapai Rp582 juta untuk tahun 2012-2013.
Perbuatan licik sang bendahara terungkap setelah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melakukan pemeriksaan dan menemukan kejanggalan proses pencairan anggaran pada kantor Kependudukan dan Catatan Sipil setempat.
"Fakta hukum yang dimiliki penyidik, terutama hasil pemeriksaan BPK sudah dikonfrontir dengan oknum bendahara dan mengakui melalukan pemalsuan tanda tangan," katanya.
Penyidik mejerat para tersangka melanggar pasal 2 Jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1990 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.