Jakarta (Antara News) - Indonesia bekerjasama dengan lembaga penjaga pantai ("Coast Guard") Filipina dan Jepang menyelenggarakan Marine Polution Exercise (Marpolex) di Makassar, Sulawesi Selatan pada 25-27 Juni 2013, untuk penanganan polusi perairan.

        Siaran pers Direktorat Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan yang diterima di Jakarta, Rabu, menyebutkan Indonesia menjadi tuan rumah Marpolex 2013 yang merupakan implementasi dari Sulawesi Sea Oil Spill Response Network Plan 1981.

        Tujuan kegiatan itu untuk mengevaluasi kemampuan negara anggota dalam menangani musibah tumpahan minyak dan untuk meningkatkan kerjasama dan kemampuan dalam pemadaman kebakaran, pencarian dan penyelamatan, pemulihan setelah musibah tumpahan minyak, serta pengukuran dan klaim terhadap kerusakan.

        Penyelenggaraan Marpolex itu dimulai pada 1981 ketika Indonesia, Malaysia, dan Filipina sepakat menjalin kerjasama regional dalam bentuk Sulawesi Sea Oil Spill Response Plan Network.

        Latihan gabungan yang diadakan setiap dua tahun ini kemudian diselenggarakan sejak tahun 1986 sebagai bentuk implementasi dari perjanjian tersebut. Namun demikian, hingga saat ini hanya Indonesia dan Filipina berpartisipasi dalam acara latihan tersebut.

        The Regional Marpolex 2013 mengambil tempat di Pelabuhan Makassar dan dimulai pada pukul 08.00 WITA pada Rabu (26/6). Skenario latihan melibatkan M/T Oil Spiller, kapal pembawa minyak curah berkapasitas 200.000 ton yang terdaftar di Indonesia.

        Indonesia memperhatikan pentingnya pencegahan pencemaran di laut, karena keamanan dan keselamatan pelayaran serta pencegahan pencemaran lingkungan laut di perairan Indonesia merupakan tanggung jawab pemerintah.

        Selain itu, Direktorat Jenderal Perhubungan Laut sendiri telah menjalin banyak kerjasama dengan negara lain terkait peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) dalam bidang perlindungan lingkungan maritim, di antaranya adalah lokakarya dan pelatihan yang diselenggarakan bekerjasama dengan Singapura dan Malaysia di bawah payung MoU Revolving Fund Committee (RFC).

        Direktorat Jenderal Perhubungan Laut juga banyak mengajukan konsep dan pemikiran terkait dengan masalah kewajiban dan kompensasi terhadap kerusakan akibat pencemaran laut lintas batas negara yang diakibatkan kegiatan eksploitasi eksplorasi minyak lepas pantai melalui Organisasi Maritim Internasional (IMO).

        Sebelumnya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menyatakan bahwa kerusakan habitat sumber daya perikanan di perairan Indonesia menghambat produktivitas para nelayan tradisional di Tanah Air.

        "Salah satu penghambat minimnya produktivitas adalah karena rusaknya habitat ikan jarak terdekat yang bisa dijangkau para nelayan," kata Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perikanan dan Kelautan Yugi Prayanto setelah memberikan bantuan "coldstorage" kepada nelayan, Selasa (11/6).

        Hal tersebut, menurut Yugi, karena untuk mendapatkan ikan yang lebih banyak harus menggunakan kapal-kapal yang lebih besar dan pertimbangan biaya bahan bakar yang harus dikeluarkan.

Pewarta : Oleh Muhammad Razi Rahman
Editor :
Copyright © ANTARA 2024