Yogyakarta (ANTARA News) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsudin berharap seluruh masyarakat saling menghormati dan menghargai apabila terjadi perbedaan dalam menentukan awal puasa Ramadhan di antara umat Islam.

"Perbedaan awal puasa Ramadhan tersebut tidak perlu dibesar-besarkan. Puasa adalah ibadah yang dilakukan atas dasar keyakinan dari masing-masing umat," katanya di Yogyakarta, Minggu.

Muhammadiyah sebagai salah satu organisasi massa Islam telah menetapkan awal puasa pada 20 Juli sesuai perhitungan hisab karena pada Kamis (19/7) ketinggian hilal telah mencapai 1,36 derajat.

Din mengatakan, saat ketinggian hilal 0,5 derajat, maka saat itu sudah dihitung sebagai awal bulan baru. "Perhitungan yang dilakukan Muhammadiyah mengacu pada pendekatan ilmiah. Perhitungan dengan dasar hisab pun sudah dilakukan sejak dulu," katanya.

Selain menetapkan awal puasa pada Jumat (20/7), Muhammadiyah juga telah menetapkan 1 Syawal atau Lebaran pada 19 Agustus.

Muhammadiyah juga berencana tidak mengikuti Sidang Isbath (penetapan) awal Ramadhan yang biasa digelar Kementerian Agama dengan alasan untuk mengurangi ketegangan dan untuk kebaikan bersama.

Pemerintah, lanjut Din, sebenarnya tidak perlu menetapkan awal puasa dan 1 Syawal atau Idul Fitri, karena semuanya menyangkut keyakinan dari masing-masing umat.

"Pemerintah hanya perlu melakukan fasilitasi terkait penetapan hari libur bersama yang dibuat beberapa hari untuk mengayomi seluruh pihak," katanya. (ANT).


Pewarta :
Editor : Laode Masrafi
Copyright © ANTARA 2024