Jakarta, 29/3 (ANTARA) - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) siap melakukan voting terkait penetapan pasal kewenangan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi pada rapat paripurna yang direncanakan pada Jumat (30/3).

Hal tersebut menjadi salah satu kesimpulan dalam rapat Tim Perumus antara pemerintah dengan Badan Anggaran DPR RI di Jakarta, Kamis.

Pasal tersebut adalah pasal 7 ayat 6A dalam RUU RAPBN-P 2012 yang merupakan usulan penyesuaian dari draf sebelumnya dan menjadi kesepakatan dalam rapat Tim Perumus.

Pasal tersebut berbunyi dalam hal harga rata-rata minyak mentah Indonesia (ICP) dalam kurun waktu berjalan mengalami kenaikan atau penurunan lebih dari 5 persen dari harga ICP yang diasumsikan dalam APBN Perubahan Tahun 2012, pemerintah berwenang untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kebijakan pendukungnya.

Penjelasan yang dimaksud dengan harga rata-rata minyak mentah Indonesia dalam kurun waktu adalah realisasi harga rata-rata minyak mentah Indonesia selama tiga puluh hari terakhir.

Dalam RAPBN-P 2012, pemerintah menetapkan asumsi harga ICP minyak sebesar 105 dolar AS per barel, lebih tinggi dari asumsi dalam APBN 2012 yang ditetapkan sebesar 90 dolar AS per barel.

 Anggota Badan Anggaran fraksi PAN Laurens Bahang Dama mengatakan, seluruh fraksi telah siap untuk melakukan pengambilan suara terkait pasal 7 ayat 6A tersebut.

"Dalam rapat paripurna Jumat, seluruh fraksi akan melakukan voting atas pasal ini," ujarnya.

Pengambilan suara atau voting harus dilakukan karena tiga fraksi tidak menyetujui adanya pasal 7 ayat 6A, yaitu PDI-P, Partai Gerindra dan Partai Hanura.

Enam fraksi yang menyetujui pasal kewenangan pemerintah untuk melakukan penyesuaian harga BBM bersubsidi adalah Partai Demokrat, Partai Golkar, PKS, PPP, PAN dan PKB.

Sementara, fraksi yang tergabung dalam koalisi termasuk tiga fraksi yang melakukan penolakan pasal penyesuaian harga BBM telah menyepakati adanya pasal 7 ayat 6 yaitu harga jual eceran BBM bersubsidi tidak mengalami kenaikan.

 Anggota Badan Anggaran fraksi Partai Golkar Satya W Yudha mengharapkan, pasal ini tidak menjadi alat tawar politik di masa mendatang, terutama ketika harga minyak dunia mengalami penurunan.

Pelaksana tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan, pemerintah meminta fleksibilitas seperti yang tercantum dalam pasal 7 ayat 6A, karena anggaran negara dapat terganggu apabila harga minyak dunia melambung tinggi.

"Jadi kalau subsidi bertambah terus karena selisih harga internasional dengan harga domestik makin tinggi, maka otomatis anggaran akan repot," katanya.

Untuk itu, pemerintah menginginkan adanya kewenangan untuk melakukan penyesuaian harga, agar defisit anggaran tetap terjaga dalam kisaran di bawah tiga persen.

 "Kalau dikunci tidak boleh melakukan fleksibilitas, yang bahaya defisit anggaran dapat melampaui maksimum 3 persen seperti yang tercantum dalam UU keuangan negara," katanya.

Bambang mengakui pemerintah tidak memasukkan pasal penyesuaian dalam APBN 2012 karena pada waktu itu harga minyak masih terkendali pada kisaran 90 dolar AS per barel dan pengaturan BBM bersubsidi benar-benar berjalan seperti yang diharapkan.

 "Yang jadi masalah harga ICP sudah jauh di atas 90 dolar AS dan pembatasan tidak berjalan mulus, karena banyak hambatan di lapangan, sehingga pemerintah ingin mendapatkan kembali fleksibilitas seperti sebelumnya," ujarnya.

 Bambang menjelaskan dalam UU APBN tahun-tahun sebelumnya, pemerintah selalu memasukkan pasal agar pemerintah diberikan kewenangan untuk melakukan penyesuaian BBM bersubsidi.

Pewarta :
Editor :
Copyright © ANTARA 2024