Kendari (ANTARA News) - Kuasa Hukum PT Antam Persero Tbk, Todung Mulya Lubis mengatakan kegiatan eksekusi lahan milik klennya yang dilakukan Bupati Konawe Utara, Sulawesi Tenggara (Sultra), Aswad Sulaeman tidak berlandaskan hukum.
Melalui siaran persnya dari Jakarta yang diterima ANTARA Kendari, (10/1), Todung Mulya Lubis melalui kantor Hukum Lubis, Santosa dan Maulana (LSM) menyayangkan tindakan Bupati Aswad Sulaeman yang memerintahkan pengosongan wilayah operasi pertambangan di Konawe Utara.
"PT Antam pada dasarnya menghormati Putusan Mahkama Agung nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tanggal 8 November 2011, namun demikian sangat disayangkan putusan tersebut telah ditafsirkan secara salah atau memang sengaja disalahtafsirkan oleh pihak Bupati Konut, agar pihak Bupati dapat memberikan akses masuk kepada PT DIPM yang secara melawan hukum,- telah diberikan izin untuk menambang di lokasi yang berada di tengah-tengah wilayah pertambangan Antam," ungkapnya.
Menurut Todung, latar belakang dilakukan eksekusi yang tidak sesuai dengan isi putusan MA tersebut juga patut dipertanyakan, dimana telah ditafsirkan bahwa putusan MA itu seolah-olah putusan itu berisi perintah bahwa PT Antam-lah yang memerintahkan mengosongkan wilayah pertambangannya dio Konawe Utara.
Apa yang dilakukan Bupati Konawe Utara sama sekali tidak benar karena ada empat aturan pertama, putusan MA nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tidak berisi amar yang memerintahkjan PT Antam untuk mengosongkan wilayah pertambangannya.
Kedua, PT Antam tidak pernah menjadi pihak yang berperkara dalam kasus yang diputus berdasarkan Putusan Mahkamah Agung nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT.
Ketiga, sebaliknya justru pihak yang dikalahkan dalam perkara tersebut adalah Bupati Konawe Utara yang dihukum untuk mencabut SK npmor: 4, 5, 6, berupa SK-SK yang mencabut pemberian kuasa pertambangan kepada PT DIPM.
Dan keempat, isi penetapan eksekusi yang dijadikan dasar Bupati Konawe Utara memerintahkan pengosongan lahan Antam ternyata tidak pernah berisi perintah pengosongan, melainkan hanya berisi perintah agar panitera PTUN menyampaikan salinan Putusan Mahkamah Agung No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT.
"Jadi sangat jelas bahwa tidak ada dasar hukum tindakan Bupati Konawe Utara yang saat ini hendak mengusir Antam dari wilayah pertambangannya," ujar Todung melalui siaran persnya itu.
Todung juga menambahkan, dengan terbitnya SK No.153 Tahun 2011 yang berisi mencabut SK No. 4,5,6 membuktikan bahwa isi putusan Mahkamah Agung No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT sebenarnya sudah dilaksanakan.
Akan tetapi menurut dia, pelaksanaannya masih sarat rekayasa dan manipulasi yang merugikan PT ANTAM (Persero) Tbk, karen SK No.153 Tahun 2011 isinya juga ternyata mengesahkan Kuasa Pertambangan PT DIPM yang telah kadaluwarsa.
"Saat ini SK No.153 tahun 2011 tersebut juga telah kami gugat ke PTUN Kendari. Kami percaya gugatan kami sangat kuat, sehingga kami menduga bahwa bupati khawatir dan apabila hanya melawan kami di pengadilan maka posisinya akan sangat sulit namun sekali lagi kami menyayangkan apabila proses hukum yang saat ini sedang berjalan di PTUN Kendari harus diintervensi dengan cara-cara yang menunjukan arogansi kekuasaan seperti ini�, ungkap Todung.
Hal senada diungkapkan Kuasa hukum PT Antam lainnya, Ahmad Irfan Arifin mengungkapkan, yang memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi riil adalah pengadilan dan itupun harus berdasarkan putusan yang memang berisi perintah untuk dilakukannya suatu eksekusi riil.
"Jadi tidak berdasar hukum bila Bupati Konawe Utara yang tidak mempunyai kewenangan soal eksekusi, terlebih lagi berposisi selaku pihak yang kalah/termohon eksekusi menjadi pihak yang secara vokal menyuarakan eksekusi riil terhadap PT ANTAM (Persero) Tbk.
Irfan secara tegas berujar, apabila Bupati Konawe Utara memang berlaku adil selaku pejabat publik, kami meminta yang bersangkutan untuk membacakan isi atau amar dari Penetapan Pengadilan yang dijadikan dasar pihaknya untuk mengusir PT ANTAM (Persero) Tbk dari Konawe Utara di hadapanpublik agar nantinya publik dapat melihat sendiri adanya manipulasi dan rekayasa yang sengaja dilakukan oleh Bupati Konawe Utara, ungkapnya.
Ia juga mengimbau kepada semua pihak yang berwenang untuk bersikap netral dalam persoalan ini terutama pihak kepolisian agar dapat bersikap imparsial dan tidak memihak, mengingat saat ini sedang ada proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.(Ant).
Melalui siaran persnya dari Jakarta yang diterima ANTARA Kendari, (10/1), Todung Mulya Lubis melalui kantor Hukum Lubis, Santosa dan Maulana (LSM) menyayangkan tindakan Bupati Aswad Sulaeman yang memerintahkan pengosongan wilayah operasi pertambangan di Konawe Utara.
"PT Antam pada dasarnya menghormati Putusan Mahkama Agung nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tanggal 8 November 2011, namun demikian sangat disayangkan putusan tersebut telah ditafsirkan secara salah atau memang sengaja disalahtafsirkan oleh pihak Bupati Konut, agar pihak Bupati dapat memberikan akses masuk kepada PT DIPM yang secara melawan hukum,- telah diberikan izin untuk menambang di lokasi yang berada di tengah-tengah wilayah pertambangan Antam," ungkapnya.
Menurut Todung, latar belakang dilakukan eksekusi yang tidak sesuai dengan isi putusan MA tersebut juga patut dipertanyakan, dimana telah ditafsirkan bahwa putusan MA itu seolah-olah putusan itu berisi perintah bahwa PT Antam-lah yang memerintahkan mengosongkan wilayah pertambangannya dio Konawe Utara.
Apa yang dilakukan Bupati Konawe Utara sama sekali tidak benar karena ada empat aturan pertama, putusan MA nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT tidak berisi amar yang memerintahkjan PT Antam untuk mengosongkan wilayah pertambangannya.
Kedua, PT Antam tidak pernah menjadi pihak yang berperkara dalam kasus yang diputus berdasarkan Putusan Mahkamah Agung nomor:129/B/2011/PT.TUN.JKT.
Ketiga, sebaliknya justru pihak yang dikalahkan dalam perkara tersebut adalah Bupati Konawe Utara yang dihukum untuk mencabut SK npmor: 4, 5, 6, berupa SK-SK yang mencabut pemberian kuasa pertambangan kepada PT DIPM.
Dan keempat, isi penetapan eksekusi yang dijadikan dasar Bupati Konawe Utara memerintahkan pengosongan lahan Antam ternyata tidak pernah berisi perintah pengosongan, melainkan hanya berisi perintah agar panitera PTUN menyampaikan salinan Putusan Mahkamah Agung No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT.
"Jadi sangat jelas bahwa tidak ada dasar hukum tindakan Bupati Konawe Utara yang saat ini hendak mengusir Antam dari wilayah pertambangannya," ujar Todung melalui siaran persnya itu.
Todung juga menambahkan, dengan terbitnya SK No.153 Tahun 2011 yang berisi mencabut SK No. 4,5,6 membuktikan bahwa isi putusan Mahkamah Agung No. 129/B/2011/PT.TUN.JKT sebenarnya sudah dilaksanakan.
Akan tetapi menurut dia, pelaksanaannya masih sarat rekayasa dan manipulasi yang merugikan PT ANTAM (Persero) Tbk, karen SK No.153 Tahun 2011 isinya juga ternyata mengesahkan Kuasa Pertambangan PT DIPM yang telah kadaluwarsa.
"Saat ini SK No.153 tahun 2011 tersebut juga telah kami gugat ke PTUN Kendari. Kami percaya gugatan kami sangat kuat, sehingga kami menduga bahwa bupati khawatir dan apabila hanya melawan kami di pengadilan maka posisinya akan sangat sulit namun sekali lagi kami menyayangkan apabila proses hukum yang saat ini sedang berjalan di PTUN Kendari harus diintervensi dengan cara-cara yang menunjukan arogansi kekuasaan seperti ini�, ungkap Todung.
Hal senada diungkapkan Kuasa hukum PT Antam lainnya, Ahmad Irfan Arifin mengungkapkan, yang memiliki kewenangan untuk melakukan eksekusi riil adalah pengadilan dan itupun harus berdasarkan putusan yang memang berisi perintah untuk dilakukannya suatu eksekusi riil.
"Jadi tidak berdasar hukum bila Bupati Konawe Utara yang tidak mempunyai kewenangan soal eksekusi, terlebih lagi berposisi selaku pihak yang kalah/termohon eksekusi menjadi pihak yang secara vokal menyuarakan eksekusi riil terhadap PT ANTAM (Persero) Tbk.
Irfan secara tegas berujar, apabila Bupati Konawe Utara memang berlaku adil selaku pejabat publik, kami meminta yang bersangkutan untuk membacakan isi atau amar dari Penetapan Pengadilan yang dijadikan dasar pihaknya untuk mengusir PT ANTAM (Persero) Tbk dari Konawe Utara di hadapanpublik agar nantinya publik dapat melihat sendiri adanya manipulasi dan rekayasa yang sengaja dilakukan oleh Bupati Konawe Utara, ungkapnya.
Ia juga mengimbau kepada semua pihak yang berwenang untuk bersikap netral dalam persoalan ini terutama pihak kepolisian agar dapat bersikap imparsial dan tidak memihak, mengingat saat ini sedang ada proses hukum yang sedang berjalan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Kendari.(Ant).